Uji Nyali Bali-Gili


Tujuan utama liburan kali ini sebenarnya hanya ke Lombok. Setelah mengunjungi mancanegara masa ke Lombok aja belum pernah. Sungguh terrrr laaaa luuuu…

Di atas speed boat Gili-Teluk Nare (hanya 10 menit)

Setelah Covid perlahan hilang ternyata belum semua jurusan aktif lagi di Bandara Husein, Bandung. Dulu pernah ada penerbangan langsung Bandung-Lombok yang dilayani Citilink. Sementara kini hanya ada penerbangan dengan transit dulu di Bali atau Surabaya. Transitnya bisa 3 jam bahkan 1 hari, dengan tarif tiket yang luar biasa “disesuaikan”.

Kalau mau penerbangan langsung kudu ke Jakarta dulu. Tapi udah kebayang capeknya ke Jakarta. Apalagi ada Arka yang belum genap 2 tahun. Kalau kelamaan di mobil nggak betah dia. Belum lagi harus mengantisipasi kemacetan yang tidak bisa diduga.

Akhirnya kita memilih pesawat ke Bali dari Bandung. Di Bali kita menginap sehari di daerah Candidasa yang dekat dengan Padangbai, titik awal penyeberangan ke Gili Trawangan, Lombok.

Setelah sarapan pagi, pukul 08 kurang kita bergerak dari Candi Beach Resort dengan mobil carteran yang difasilitasi pihak travel fast boat. Perjalanan ke Padangbai lancar sekali. Tak sampai setengah jam kita tiba di Padangbai. Kita dikasih name tag oleh pihak travel dan dipersilakan menunggu di kantor travel. Sudah menunggu juga calon penumpang lain yang sebagian besar wisatawan mancanegara.

Sekilas penampakan air laut di pantai Padangbai cukup tenang. Calon penumpang sudah menumpuk di dermaga, tapi masih menyisakan ruang untuk kami berdiri menunggu kedatangan kapal. Pedagang jajanan masih bebas beroperasi di dermaga.

Mobil bak terbuka yang penuh dengan bagasi tiba2 nyelonong ke dermaga. Rupanya rombongan kapal tertentu. Sempat2nya mobil berputar arah di ujung dermaga. Salut dengan sopirnya.

Menjelang pukul 09 kapal kami tiba. Pintu kapal sangat kecil. Hanya cukup untuk satu orang. Jadi penumpang antri masuk satu per satu. Bubu yang menggendong Arka kudu ekstra hati2 agar tidak terpeleset di tangga. Baba mengurus 4 koper yang masuk ke dalam perut kapal.

Sudah hampir 15 menit kapal tak kunjung berangkat. Rupanya masih ada penumpang yang ditunggu. Mulai gerah. AC tidak berfungsi. Kaca jendela digeser untuk memberi jalan udara masuk. Akhirnya kapal berangkat sekitar pukul 09.30.

Setelah berputar arah, dari mundur ke maju, fast boat langsung tancap gas. Kapal seperti terbang. Sensasinya mirip pesawat yang sedang menabrak awan atau bus yang menabrak jalan berlubang. Kalau di pesawat kejadian seperti ini tidak berlangsung lama, sekitar 1-3 menit, yakni pas pesawat mau landing dan harus menurunkan ketingggian. Nah, di fast boat ini berlangsung terus menerus tanpa henti. Rencananya perjalanan Padangbai ke Gili Trawangan berlangsung 1,5 jam. Kebayangkan rasanya….

Ombak yang tercipta dari gesekan fast boat dengan air menciprat ke jendela sebelah kanan. Kebetulan kami duduk di sisi kanan bagian depan sehingga terkena cipratan. Akhirnya jendela kita tutup. Uniknya jendela kiri tidak kena cipratan air.

Sesekali kapal menurunkan gasnya sehingga tidak terlalu goncang. Kalau sudah begini kami merasa lega. Tapi seringnya kapal terus tancap gas tanpa mempedulikan penumpang yang terhempas terkaing-kaing. Sebagai orang dewasa saja aku merasakan betapa dahsyatnya goncangan ini. Apalagi bagi Arka yang masih kecil.

Sebelum kapal jalan Bubu sudah memberi Arka antimo sirup sehingga diharapkan Arka bisa tidur selama perjalanan dan tidak akan mabuk laut. Ini terbukti di 1,5 jam pertama. Di dalam gendongan Bubu, Arka tampak lelap di tengah goncangan kapal.

Setelah 1,5 jam rupanya goncangan masih dahsyat. Aku membaca surat-surat pendek untuk mengalihkan pikiran dari ketakutan. Lumayan berhasil. Fokusku tidak lagi ke goncangan, tapi ke hafalan surat. Seorang penumpang WNA yang duduk di belakang tampak memvideokan kelakuanku yang tampat komat-kamit dan beristifghfar setiap kali aku terhempas. Mudah-mudahan tidak viral di Tiktok.

Dela tiba-tiba mengambil plastik dan …. owekkkk. Dela tak sanggup lagi menahan mual. Dua plastik akhirnya penuh dengan isi perutnya.

Bubu semakin gelisah, bertanya kapan kapal tiba. Harusnya sih sudah tiba di Gili karena sudah 1,5 jam perjalanan. Arka akhirnya terbangun. Tak lama kemudian Arka muntah juga. Semua isi perut keluar. Termasuk biskuit coklat yang dimakan sebelum kapal jalan. Baju Bubu terkena. Arka berkeringat hebat. Bajunya basah kuyup. Arka berkali-kali muntah hingga muntah terakhir berisi cairan putih yang menandakan makanan di perutnya sudah habis. Wajah Arka celong sekali. Kasihan melihatnya. Hebatnya Arka tidak menangis.

Untuk memberikan rasa optimisme kami bertanya kepada kru kapal yang sedang inspeksi penumpang. Dia membawa plastik untuk berjaga-jaga jika ada penumpang yang mabuk laut.

Kami bertanya mengapa kapal begitu terguncang. Menurutnya saat ini ombak laut cukup tinggi sehingga guncangan kapal juga sangat terasa. Kapal yang kami naiki ini hanya berisi sekitar 200 orang penumpang, berbeda dengan kapal ferry yang berukuran besar dan bisa memuat banyak kendaraan dan penumpang — yang lebih stabil mengarungi ombak.

Kru tadi menjelaskan jika ombak tinggi maka jarak tempuh bertambah sekitar 30 menit. Masya Allah. Kami harus lebih lama lagi merasakan cobaan ini. Kru akhirnya kontak dengan kapten kapal via radio HT. Dapatlah jawaban kalau kami tiba 10 menit lagi. Alhamdulillah. Kami pun sangat senang. Rasa bahagia tiba-tiba muncul kembali.

Betul saja, tak lama daratan sudah tampak dari kejauhan. Pastilah itu Gili Trawangan. Kami mengucap alhamdulillah karena penderitaan ini telah berakhir. Tapi kapal ternyata tidak bisa langsung berlabuh karena harus antre menunggu kapal lain keluar. Di dermaga tampak ratusan penumpang sudah berbaris menunggu dengan bawaan koper atau ransel masing-masing. Antrian bahkan sudah sampai keluar pelabuhan.

Mesin kapal masih menyala, tapi jangkar belum dilempar. Kapal bergoyang kecil. Arka masih memeluk Bubu mencari perlindungan. Setelah hampir 20 menit menunggu antrian, akhirnya kapal berlabuh.

Pengaturan di dermaga Gili Trawangan ini memang belum rapi. Saat kami turun dari kapal, di dermaga sudah banyak calon penumpang menuju Bali yang memenuhi. Bagasi dari kapal harus diturunkan pelan-pelan. Petugas yang menurunkan bagasi harus berteriak untuk menyuruh calon penumpang bergeser.

Akhirnya, kami bisa turun dari kapal dengan selamat. Kami lalu memesan Cidomo menuju hotel. Baju Arka yang kena muntah sudah dibuka. Hanya saja baju gantinya ada di koper. Untunglah ada baju Dela yang ada di ransel sehingga bisa dipakai sementara oleh Arka untuk sekadar menahan tubuh dari angin laut.

Dalam hal ini Baba mengaku salah karena kurang memperhitungkan risiko naik kapal dalam waktu lama dengan kondisi membawa anak kecil. Baba merasa aman karena mengacu pada speed boat di Labuan Bajo yang pernah membawa kami ke Pulau Padar selama 2 jam tanpa goncangan berarti. Juga pengalaman naik kapal dari Phuket ke Phi Phi Island selama 2 jam yang sangat ‘smooth’. Apalagi dari riset di youtube tak satupun ada berita tentang penumpang yang kapok naik fast boat dari Bali ke Gili.

Setiba di hotel kami langsung mandi, ganti baju, makan siang dan beristirahat. Setelah itu menikmati sunset yang indah. Malamnya kuliner di Night Market dengan menu ikan bakar yang benar-benar segar dan maknyus. Besoknya kami menikmati sunrise di pantai timur dengan latar belakang Gili Meno.

Kami hanya semalam di Gili. Esoknya kami harus menyeberang dengan speed boat. Bubu sudah wanti-wanti agar memilih speed boat terbaik agar nyaman menuju Lombok. Speed boat kami dipesan dengan bantuan karyawan hotel Santorini tempat kami menginap.

Alhamdulillah menyeberang dari Gili ke Teluk Nare di Lombok hanya 10 menit. Ombak tidak terlalu tinggi. Meskipun demikian Arka masih trauma. Arka memeluk Bubu dengan erat seakan tak mau lepas saat speed boat mulai meninggalkan pantai Gili.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s