Stampede in Marina Bay Sands (Maju Kena Mundur Kena)


Tak pernah terbayangkan kami harus berdesak-desakan seperti ini bersama anak balita di mall terbesar dan termewah di Singapura. Maju Kena Mundur Kena.

Ini trip keluar negeri pertamaku setelah Covid, juga pertama kali buat Arka. Trip kali ini merupakan apresiasi untuk middle management di Calysta yang sudah berkontribusi untuk kemajuan organisasi.

Seyogyanya trip ini jalan tahun 2020. Tapi akibat pandemi, baru kali inilah bisa terlaksana. Awalnya destinasi yang ditawarkan ke Thailand. Tapi, entah kenapa tim mengusulkan ke Singapura dan Malaysia. Lho, kok sesuai dengan keinginan saya yang terpendam untuk membawa Arka ke sana.

Trip ke Singapura bersama Arka sejatinya sudah kami rencanakan tahun lalu. Usai berlebaran di Medan, kami bermaksud mengambil penerbangan langsung ke Singapura. Qadarullah, rencana batal karena Arka tiba-tiba demam dan diare. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke Bandung.

Pada trip kali ini kami akan terbang dari Cengkareng karena bandara Husein tidak lagi beroperasi, sementara Kertajati belum ada penerbangan ke Singapura. Awalnya kami akan bertolak dari Bandung pukul 05.00 pagi, mengejar penerbangan pukul 11.00. Tapi rupanya saat itu ada berita tentang pergerakan masa menuju JIS yang dikhawatirkan memacetkan jalan.
Antisipasinya, kami memajukan keberangkatan menjadi pukul 03.00. Arka cuma ganti baju dan diseka, tidak mandi pagi. Terasa banget effort ke Cengkareng dibanding jika terbang dari Husein yang hanya setengah jam dari rumah.

Alhamdulillah perjalanan dengan Hiace berjalan lancar. Di sepanjang tol Cipularang tampak banyak rombongan yang menuju JIS. Bahkan di rest area Km 8 kami sempat sholat subuh berjamaah bersama peserta kampanye AMIN di JIS.

Dari info yang kami terima, Singapura relatif sepi di saat Imlek. Toko-toko banyak yang tutup. Biarlah, toh tujuan kami bukan semata untuk shopping.

Selama Imlek ada tuslah untuk tranportasi. Hiace yang menjemput kami menaikkan tarif sekitar 50%. Shuttle yang sudah kami pesan via Traveloka diminta untuk di-cancel. Selanjutnya kami diminta memesan kembali dengan harga tuslah.

Tanda-tanda terjadinya drama sebenarnya sudah terasa sejak awal. Tas ransel Arka yang berisi susu formula, air dan jaket tertinggal di hotel. Sementara saat Bubu kembali ke kamar untuk mengambilnya, eh pintunya terkunci dari dalam. Rupanya hal ini sudah terjadi beberapa kali yang ditandai dengan bekas goresan buka paksa di pintu. Petugas kebersihan kamar yang kebetulan ada di sebelah berinisiatif menghubungi teknisi, tapi tidak bisa menjanjikan bakal cepat teratasi. Akhirnya kami berangkat tanpa tas ransel perbekalan Arka.

Lulu, teman Yuli yang sudah tinggal 17 tahun di Singapura dan sudah janjian mau ketemu di Merlion Park memberi kabar kalau Merlion saat ini dalam kondisi sangat penuh, tidak seperti biasanya. Kami menganggap enteng berita ini. Toh sudah biasa tempat wisata ramai.
Kami ke Merlion Park naik mobil yang dipesan via Grab. Tarif sekitar 21 SGD per mobil. Kami memesan 2 mobil untuk 10 orang. Satu mobil bisa berisi 6 orang. Satunya lagi 4 orang (normal).

Benar saja, setiba di Merlion, masa yang berhimpun luar biasa banyaknya. Bus-bus pariwisata sudah berjejer menjauh dari Merlion. Sulit mencari tempat yang steril untuk berfoto. Akhirnya, di tengah banyak orang yang mungkin tertangkap kamera kita pun berpose, baik untuk foto maupun video. Arka tidak seantusias yang kami perkirakan saat melihat patung singa muncrat.

Betapa padatnya Merlion Park

Destinasi selanjutnya, Garden by the Bay. Biasanya kami akan memesan taksi menuju ke sana. Tapi melihat ramainya massa, kecil kemungkinan mendapat taksi. Akhirnya kami putuskan berjalan menyusuri sisi sebelah kanan, bukan via Helix Bridge. Rute ini agak jauh, tapi tidak ada proyek pembangunan di tengahnya. Rute via Helix Bridge sedang ada proyek pembangunan. Agak riskan.

Sambil jalan kami bisa berpose jika ada lokasi yang dianggap menarik. Tentu saja dengan latar belakang Marina Bay Sands, tiga tower yang dihubungkan oleh satu lempeng berbentuk kapal. Lumayan juga jarak rute ini. Kaki mulai pegal-pegal. Arka yang naik stroller nyantai aja. Sesekali Arka turun untuk berlarian.

Mendekati Garden by The Bay, ada 2 alternatif rute; via mall atau langsung. Karena sudah sore, kami memutuskan rute langsung. Awalnya kami berniat membeli tiket Skywalk Observatory dengan pedenya. Tapi kemudian menyadari bahwa hari sudah sore. Waktu untuk menikmati Super Tree sangat sedikit. Ogah rugi dong.

Benar saja, setelah kami mendekati Super Tree, ternyata akses sudah diblok karena pengunjung sangat membludak. Akhirnya kami duduk di sebuah tempat berumput dan berbatu yang kurang ideal untuk menyaksikan konser Symphony of Lite.

Pukul 19.00 Arka mulai gelisah kehausan, minta susu. Apa daya tas berisi susu tertinggal di kamar. Baba berupaya mencari susu kotak di tokko sekitar, tapi ternyata tidak ada yang menjual. Seandainya ada pun, restoran dan kafe dipenuhi manusia yang tiada terkira banyaknya. Antrian sangat panjang.

Symphony of Light di Garden by the Bay hanya bisa disaksikan dari jauh

Pas 19.45 pertunjukan dimulai dengan musik bersuasana Tiongkok, dalam rangka Imlek tentunya. Sayang, suara musik tidak tertangkap kolosal seperti biasanya karena lokasi kami terlalu jauh. Baru 10 menit pertunjukan berlangsung, gerimis turun tiba-tiba, walau sekejap. Baba, Bubu dan Arka memutuskan pulang duluan. Tujuan kami, naik MRT di stasiun Bayfront.

Sambil berlari dengan mendorong stroller Arka kami bergegas menuju stasiun MRT yang tadi sudah dilewati. Ternyata lift menuju stasiun bawah tanah tidak berfungsi. Tangga biasa memang ada, tapi dengan stroller rasanya kok tidak mungkin. Akhirnya kami putuskan untuk ke mall untuk memesan taksi. Minimal di sana bisa istirahat dulu di salah satu restoran.

Ternyata akses menuju restoran menjadi perjuangan sendiri. Pengunjung berdesakan ke mall menghindari hujan. Pintu ke mall hanya sebuah pintu seukuran eskalator. Dari pintu inilah pengunjung bergiliran antri masuk ke mall. Dengan penuh sabar kami akhirnya bisa masuk ke mall. Ternyata di mall sudah stuck di setiap lantainya. Tidak ada space untuk bergerak. Kami merapat ke pintu darurat yang sayangnya tidak bisa dibuka. Kami bertahan sekitar 10 menit di sini sambil menunggu saat yang tepat untuk berjalan mencari pintu keluar mall. Anehnya, tidak seorang security pun terlihat batang hidungnya.

Setelah beristirahat sebentar kami memberanikan diri untuk perlahan berjalan. Di sebelah kiri depan ternyata ada casino yang membuat jalan sedikit terbuka saat ada pengunjung yang masuk. Akhirnya kami menemukan pintu Exit mall. Kami berjalan mencari tempat antri taksi. Sekitar 15 menit antri taksi tapi tidak ada tanda-tanda bakal berhasil. Taksi yang ada sangat sedikit, tidak sesuai dengan yang antri. Akhirnya kami putuskan untuk berjalan ke halte bus. Di halte ternyata kami melihat penumpang berjejal di bus yang lewat. Setelah melihat Google Maps sejenak dalam posisi offline, maka kami putuskan untuk berjalan kaki menuju hotel di kawasan Bugis.

Ternyata bukan kami saja yang jalan. Pengunjung lain rupanya juga sudah patah arang dengan taksi dan bus. Trotoar yang sejajar dengan Helix Bridge ini lumayan lebar, menyeberangi Marina Bay. Jalan sedikit mendaki. Arka tetap di stroller dengan santai, terkadang bersenandung. Menjelang tiba di ujung jembatan, kami terhenti lagi karena traffic light. Kami sempat mengobrol dengan seorang Uncle. Dia memberi petunjuk arah ke hotel kami. Kami jadi lebih yakin.

Selepas lampu merah, pejalan kaki mulai sedikit. Sebagian besar belok kiri ke arah Merlion Park. Menjelang bundaran Tumasek Avenue kami mulai kebingungan. Akhirnya kami mengambil jalan kiri. Di sini ada mall kecil Millenia Walk. Alhamdulillah. Kami mencari restoran, tapi rupanya sudah banyak yang tutup. Resto yang buka tidak cocok menunya dengan menu favorit Arka sebagai fans gorengan (ayam, fish and chip, tempura). Akhirnya kami cuma bisa membeli air mineral. Lumayan untuk membasahi kerongkongan yang dari tadi kekeringan.

Selanjutnya, kami mau pesan taksi, tapi ternyata tidak ada satupun taksi yang lewat. Untunglah ada tanda stasiun MRT Promenade. Kami memutuskan turun ke bawah tanah dengan eskalator. Memang tinggal satu stasiun lagi ke Bugis, tapi kalau dengan berjalan kaki masih 1 km lagi. Kami sudah tidak kuat. Tidak menunggu lama, sekitar 4 menit, kereta pun datang. Penumpang sangat membludak. Kami memaksakan diri masuk ke gerbong paling belakang. Saat kereta berhenti di Stasiun Bugis ternyata pintu yang buka berbeda dengan saat naik. Maka paniklah kami bergegas menuju pintu keluar. Stroller menjadi senjata yang ampuh untuk membuka jalan.

Keluar dari stasiun Bugis kami berjalan sekitar 400 meter ke hotel kami. Sampai di hotel Arka baru merasakan lapar. Dia minta pizza. Kebetulan di depan hotel ada Domino Pizza. Baba pun bergegas merapat ke sana. Hujan masih turun rupanya. Untung posisi pizza sangat dekat dengan hotel. Setelah memesan dan menunggu hampir setengah jam Pizza pun siap dibawa pulang. Di hotel Arka belum tidur. Lapar beneran rupanya.

Rombongan kami yang masih tertinggal ternyata bubar juga tidak lama setelah kami pulang. Rupanya pertunjukan dihentikan karena hujan. Mereka langsung ke stasiun MRT Bayfront via tangga biasa. Meski berdesakan dan susah bernafas di stasiun, mereka tiba di Stasiun Bugis pukul 21.00. Sementara kami tiba di Bugis lebih lama, sekitar setengah jam lebih lambat.
Stampede di Marina Bay rupanya ramai beritanya di social media netizen Singapore. Jadi teringat kepadatan jamaah haji saat Thawaf Ifadhoh di Masjidil Haram.

Alhamdulillah, kami selamat dari kejadian ini. Menjadi pelajaran, jangan bepergian di tanggal merah yang berpotensi terjadinya kerumunan masa. Di samping tiket dan hotel mahal, beberapa wahana tidak dapat dinikmati secara optimal. Total langkah kami pada hari ini sekitar 19.000 atau setara dengan 9,5 km kali ye. Udah gitu aja.

Tinggalkan komentar