Kutau Yang Kumau

Sejak boomingnya acara Supermama, sosok Ivan Gunawan semakin naik daun. Dengan dandanan yang lebih menonjolkan sisi feminin dalam dirinya (katanya 60%), Ivan telah menunjukkan dirinya sebagai seorang penghibur nomor wahid.

Tidak hanya terampil menunjukkan kepiawaiannya mengomentari busana yang dipakai peserta, Ivan juga bisa menyanyi (tidak fals), melawak dan menari. Komentarnya yang sangat detil dan dapat dicerna dengan mudah oleh orang awam tidak menunjukkan bahwa dia hanyalah seorang lulusan SMA.

Apa yang salah dengan lulusan SMA? Di saat kebanyakan orangtua menganggap kesarjanaan sebagai satu-satunya jalan menuju sukses, Ivan berani mengambil keputusan untuk tidak kuliah. Ivan telah mengambil jalan yang jarang dilalui orang kebanyakan (The Road Less Traveled).

Sebagai gantinya, dia magang di tempat omnya, seorang desainer kondang Adjie Notonegoro. Dari Adjie, Ivan banyak belajar tentang profesi yang sangat disukainya ini. Dalam istilah wirausaha yang lagi beken saat ini, Ivan menjadikan Adjie sebagai mentor-nya.

Ivan sadar, belajar di perguruan tinggi kurang menarik hatinya. Dari kecil dia lebih tertarik dengan yang berbau kewanitaan, dari mulai masak, menjahit hingga merias. Karena itu, keputusannya untuk tidak kuliah bukanlah keputusan yang sekonyong-konyong datang begitu saja tanpa pertimbangan. Sebagai anak dari kalangan cukup terpelajar, pilihan ini pasti banyak ditentang oleh orang terdekatnya.

Saya jadi teringat buku yang ditulis oleh Paul Arden, Whatever You Think, Think the Opposite, tentang kuliah. Menurutnya, kuliah hanya dilakukan oleh orang yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup. Mereka hanya menunda taktik.

Padahal, kalau mereka langsung bekerja setelah tamat SMA, mereka akan lima tahun lebih dulu bekerja daripada seorang sarjana. Bahkan dengan sarkasmenya, Arden membandingkan bahwa setelah menjadi sarjana, banyak orang hanya menjadi junior clerk yang naik sepeda. Bandingkan dengan lulusan SMA yang langsung bekerja di umur 23 sudah mengendarai mobil.

Menurut Arden, jika jurusan kuliah tidak sesuai di hati, lebih baik tidak usah kuliah. Langsung saja bekerja setelah tamat SMA. Ini barangkali yang dilakukan Ivan. Setamat SMA tidak ada jurusan di perguruan tinggi yang menarik hatinya.

Terlepas dari profil Ivan yang mungkin tidak berkenan bagi sebagian kita, perjalanan karir Ivan mengajari kita bahwa kuliah bukanlah jaminan untuk sukses. Lulusan SMA bisa juga sukses, asalkan sejak awal dia aware dengan potensi yang dimilikinya.

Begitupun, untuk profesi tertentu seperti dokter, psikolog dan sarjana hukum, kuliah memang merupakan suatu yang mutlak. Takkan ada pasien yang percaya kalau dokternya cuma lulusan SMA (kalau mantri sih mungkin masih bisa).

Pada umur 23 (tahun 2004) Ivan membuka butik. Dari sini kesuksesan Ivan sebagai desainer tidak tertahankan lagi. Pada umur yang sama, seorang sarjana harus pontang-panting melamar pekerjaan dan menghadiri psiko test yang menjengkelkan. Begitupun, belum tentu dapat.

Di masa mendatang, pilihan untuk tidak kuliah barangkali semakin luas. Profesi seperti penyanyi, web developer, desainer, pemain bola, pemain sinetron, pelawak, pedagang atau pengusaha, tidak mensyaratkan kuliah.

Fenomena Ivan barangkali semakin banyak diikuti oleh ivan-ivan lain. Di sana juga ada Bambang Pamungkas, Taufik Hidayat, Anya Dwinov yang sudah menemukan dirinya dan sadar akan potensinya lebih dini dari yang lain.

Hanya saja, bagi olahragawan, kepintaran mengelola uang saat masa jaya sangat penting. Saat tidak lagi berjaya, diharapkan uang yang mereka kumpulkan dapat menutupi biaya hidup mereka. (Hery Azwan, 3/3/2008)

Satu tanggapan untuk “Kutau Yang Kumau

  1. kuliah ataupun tidak, itu adalah soal pilihan. seorang teman pernah berkata kepada saya: “hidup ini penuh pilihan, dan setiap pilihan ada resikonya”. kita bebas memilih apapun yang kita mau, tapi di saat yang sama kita harus siap dengan konsekwensi dari pilihan kita itu.

    so, tidak ada yang salah dengan pilihan; kuliah atau tidak…

    tapi, ivan menurutku tidak lebih dari orang yang beruntung daripada orang yang berhasil. mengapa? karena dia punya “modal” paman yang sudah cukup berhasil. jadi, kalau dia sekarang sukses, ya… wajar aja… malah sebaliknya, kalau dia tidak sukses, itu kebangetan… hehe… 🙂

    btw, gw salut dengan orang yang selalu bekerja keras, siapapun itu, bahkan ivan gunawan sekalipun…

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s