Jika ada satu orang yang selalu bermasalah, dan sudah tiga orang yang menjadi korbannya siapakah yang akan kita anggap benar? Logika awam akan mengatakan yang satu oranglah yang bermasalah, sementara yang tiga orang benar. Saya pun condong berpikir seperti ini.
Di dunia kerja hal ini sering terjadi. Ada seorang bos, yang anak buahnya selalu gonta-ganti karena tidak tahan dengan sikap bosnya. Karyawan lain akan menganggap bos inilah yang bermasalah karena tidak ada anak buah yang tahan dengan sikapnya. Sebaliknya si bos membela diri dan menganggap anak buahnyalah yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan keinginannya sebagai atasan.
Dalam sebuah milis ada teman yang mengingatkan saya kesalahan logika ini. Menurutnya tidak selalu yang satu yang bermasalah. Contohnya, nabi Muhammad saat menyeru kepada kaumnya selalu mendapatkan penolakan, bahkan dikatakan gila oleh mereka. Manakah yang lebih banyak secara kuantitas, Nabi Muhammad apakah kaumnya? Siapakah yang benar? Anda bisa menjawab sendiri.
Para nabi dan tokoh pembaharu biasanya juga akan ditentang oleh mayoritas kaumnya. Karena itu, dalam melihat konflik pada sebuah partai hijau akhir-akhir ini kita juga harus sedikit jeli menilainya. Jika melihat dari permukaan kita akan cenderung menyalahkan si tokoh yang memang sering meledak-ledak dan membuat pernyataan kontroversial. Dengan kata lain dialah trouble maker-nya. Sesederhana itukah?
Melihat hal ini saya jadi teringat sebuah cerita yang disampaikan Prof Jujun Surjasumantri dalam buku klasik Filsafat Ilmu. Pada suatu kesempatan ada seorang mahasiswa di sebuah universitas Eropa yang sedang melakukan percobaan ilmiah.
Pada gelas pertama, dia memasukkan air dan whisky, lalu meminta seorang temannya meminum campuran tadi. Ternyata mabuk.
Pada gelas kedua, dia memasukkan air dan vodka, lalu meminta seorang temannya yang lain untuk meminum racikan tadi. Ternyata juga mabuk.
Terakhir pada gelas ketiga, dia memasukkan air dan brandy, lalu meminta temannya yang lain untuk meminumnya. Ternyata juga mabuk. Akhirnya, dia mengambil kesimpulan bahwa airlah yang membuat mabuk.
Dari kisah mahasiswa ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa premis yang salah dapat menghasilkan kesimpulan yang salah. Memang dia memasukkan air pada ketiga gelas, tetapi campuran air tadi semuanya sudah dipilih dari bahan yang memang memabukkan, bukan bahan lain yang dipilih secara acak.
Karena itu, kita harus lebih hati-hati dalam menyimpulkan sebuah peristiwa atau berita yang kita baca setiap hari di media massa. Tak selalu yang kelihatannya benar memang benar atau yang salah memang salah.
Mengamankan Posisi dulu ah.
ck ck ck Cakep, cakep.
*Karena itu, kita harus lebih hati-hati dalam menyimpulkan sebuah peristiwa atau berita yang kita baca setiap hari di media massa*
siap-siap.
HHmmmm …
Ini bagus … (catet-catet)
Jujur saja … saya pribadi sering berpersepsi seperti itu
jika melihat ada seorang boss yang selalu gonta ganti anak buah …
kita langsung judge bahwa something wrong with the Boss …
Padahal kenyataannya belum tentu begitu …
Perlu … pengamatan yang … Meticulously Observant …
(halah promosi …)
ya telat…
jadi yg ke-4 deh 😥
banyak kamuflasenya ya pak…
i don’t think the analogy works. Because if you have like one gallon of water and only a glass of vodka, brandy and whisky. You won’t get drunk 😀
sepakat om, terkadang merah bisa “berkhianat” jadi abu-abu..bahkan putih pun sering “selingkuh” menjadi abu-abu..apalagi oknum media terkadang “tidak jalan di tengah”…”indra” acap kali gagal “bersetubuh” dengan hati..karena “logika” lebih menyukai harumnya dunia..
perlu lebih teliti dan mengumpulkan data selengkap mungkin utk dapat menghasilkan analisis yang tepat..
yang jelas perlu juga utk berfikir dgn lebih terbuka, tanpa terpengaruh oleh isu2 yang sudah ada sebelumnya..
😉
analogi air, vodka, brandy dan whisky…menarik
meskipun sama-sama cairan, masing-masing punya “warna” (terlihat)
meskipun sama warnanya, punya “bau” yang berbeda. (tidak terlihat)
dalam peristiwa dan berita yang kita baca, pasti ada “warna” dan “bau” nya.
Pasang semua panca indra (kalau punya yang ke enam juga boleh) dalam berpikir.