Hari Sabtu lalu aku menghadiri Silaturahim Alumni Gontor di JCC. Rencananya acara ini akan dihadiri oleh Presiden RI dan beberapa menteri.
Aku tiba pukul 10 dan acara telah berlangsung beberapa saat. Di podium tampak Mendiknas Bambang Sudibyo sedang memberikan sambutan. Setelah mengambil tempat, aku mulai mendengar suara-suara yang mengganggu sambutan sang menteri. Memang, setiap orang merasa mereka tidak akan mengganggu acara karena mereka hanya berbisik. Tetapi, jika hal ini dilakukan secara akumulatif, maka akibatnya dapat ditebak sendiri.
Menteri sedikit gelisah, sementara panitia bingung bagaimana meredakan suara berisik ini. Akhirnya panitia menayangkan tulisan HARAP TENANG di dua layar yang terpasang di depan. Memang, sedikit membantu. Tetapi sejenak kemudian, suasana awal yang riuh rendah terjadi lagi. Menteri pun buru-buru menyudahi sambutannya dengan alasan, beliau akan mengejar pesawat yang ke Yogya untuk menghadiri acara lain.
Dalam setiap acara yang bersifat temu kangen, reuni atau halal bihalal, memang sulitย mencegah hadirin untuk tidak berbicara.ย Rasa rindu yang sudah lama terpendam, ingin segera ditumpahkan, tidak peduli saat itu ada menteri yang sedang berbicara. Nggak tahu kalau yang bicara adalah presiden.
Hal ini pernah juga saya alami pada acara halal bihalal di keluarga istri yang terjadi setiap tahun (ya iyalah…). Saat sesi ceramah, biasanya ada saja keluarga yang baru tiba di tempat acara. Akibatnya, acara sering terinterupsi. Tidak hanya itu, para kaum ibu biasanya meneruskan rasa kangen mereka dengan saling bertanya kabar masing-masing.
Dari sini saya sedikit berkesimpulan, bahwa di acara kangen-kangenan seperti reuni, atau halal bi halal keluarga, tak perlulah acara yang terlalu banyak formalitas seperti ceramah atau sambutan yang berbuih-buih. Cukuplah sambutan informal, paling banyak 5 menit. Itupun mengandaikan si pembicara adalah orang yang sangat menarik, sehingga hadirin bisa antusias mendengarkan. Jika tidak, jangan harap hadirin bisa duduk manis mendengarkan ceramah atau sambutan.
Bagaimana dengan pengalaman Anda?
Kalo saya sih, tergantung isi pembicaraannya, Mas…
Kalo dirasa terlalu klise dan normatif, ya males juga sih dengernya. ๐
Hah …
Ini test case yang bagus …
Aku setuju sama Hilman … Tergantung isi bicaranya …
Juga tergantung yang bicara kaleeee …
Or tepatnya …
Tergantung Yang bicara … mengemukakan isi bicara … dengan memanfaatkan semua …
Dan sumprit ini tidak mudah …
Hehehe
setuju…
pelajaran moral :
kalo bikin acara kangen-kangenan jangan ada acara sambutan, apalagi yang ngasih sambutan sekelas menteri apalagi presiden..
Pertama…
Memang tergantung dengan isi pembicaraannya..
Dan kedua…
Boleh deh, nggak usah formal2an segala.. Lima menit, cukup..
Tapi nih, kalau aku yang lagi bawain acaranya, pake ngancem segala kalau sampai nggak didengerin… hihihi…
Boleh tapi jangan lama-lama dan hendaknya disampaikan dengan penuh humor. Kalau tidak bisa humor, lebih baik tidak usah…daripada makan hati sendiri menterinya.
Tetapi sebetulnya MC nya bisa memperingatkan juga sebelumnya dengan nada tegas dan memohon.
EM
klo kelamaan ya emang ga enak..
kita na juga cape dengerin, pa lg klo isi nya berat2 -loh.. mangnya bawa batu ya hehehe-
Patut ditiru tuh sambutannya orang Jepang. Gatau deh… pas di acara Indonesia Japan Expo kemaren, sambutannya cuman 1 menit… Hebat!
Halo ustadz, rupa-rupanya datang juga ya di Silaturrahim Nasional Pondok, bersama rombongan kecil lagi ๐ Sayang kita tidak bertemu di sana. Tapi bisa juga kok mampir ke blog atau Facebook.
Salam kenal!
Oya, lupa. Minta izin nih tuk kirim link ke blog ini. Sepertinya menarik ๐
namanya juga temu kangen, ya intinya kangen-kangenan…
kalau mentrinya dicuekin, itu berarti beliau tidak dikangeni oleh yang hadir, huahaha…
sebaiknya, dalam acara semacam itu, jangan pakai acara “lomba pidato” dari para pejabat, ganti talk show aja, dan yg terpenting lagi hostnya harus yg benar2 bisa berbaur dg hadirin… ya, seperti si maujana dalam acara kita tempo hari itu… setuju kan bro? ๐
penceramah dengan penonton saling komunikasi kali ye… biar lebih heboh lagi, penceramah jalan-jalan keliling…
kalo monoton sih emang di cuekin untung temu kangen, kalo gak hadirinnya bisa tidur semua, huahahaha
Yang namanya sambutan sebaiknya singkat jelas dan padat. Sebagai audience idealnya sich kita menghormati yg sedang berpidato dengan cara mendengarkan walaupun membosankan. Tapi susah juga mengatur banyak orang. Lebih baik sejak awal diberi tau kalau pidato tak lebi =h dari 3 menit, 5 menit max lah ๐
menyambung komentarnya Iin. Disini kami selalu hanya memberikan lot waktu untuk speech 3 menit. Apalagi kalau ada yang musti diterjemahkan…sedapat mungkin 4 menit sudah pake terjemahan. Jadi biasanya ngga ada yang ad lip. Gitu loh bang.
EM
Setuju. Kalau konteks acaranya seperti itu, memang lebih baik meminimalis konsep sambutan yang sifatnya formil-formilan. Selain yang datang tentu akan lebih fokus pada acara itu sendiri, yang memberi sambutan pun sebetulnya jengah kalau mesti formil-formilan. Semua memang mesti disesuaikan dengan konteksnya.
ya begitulah kalau alumni gontor pada kumpul
yang lain ngak ada yang penting
sing penting kangen-kangnan (walaupun jadi agak ribut)
he he he he
btw ada yang pada ngopi ngak yaaa ?
maksudnya ngopi reme-reme (pake ember kaliiii?)
terimakasih bang herry atas laporannya
karena kemarin saya tidak bisa hadir di JCC
selamat dan sukses ya bang
saya tunggu berita yang lainnya
mestinya pidatonya itu juga menyesuaikan.. kenapa gak Menpora aja ya?
hehehe..
terus berbagi cerita