Rafting on Cileunca

Pada setiap training untuk supervisor dan kepala perwakilan di perusahaanku, panitia selalu menambahkan kegiatan adventure. Biasanya sih berupa outbound. Karena outbound sudah terlalu sering, kali ini sebagai panitia, aku menggantinya dengan off road dan arung jeram.

Setelah sarapan pagi, semua peserta berkumpul di halaman hotel. Delapan mobil off road beserta sopirnya sudah menunggu dari pagi. Panitia lalu membriefing peserta dan membagi rata ke mobil yang ada. Setelah itu, peserta dilepas menuju Situ Cileunca, Pengalengan, Bandung Selatan.

Awalnya, yang dilewati jalanan beraspal, tetapi perlahan mobil meninggalkan kota dan memasuki kawasan lereng gunung. Jalan yang berlubang dan berlumpur menghasilkan irama yang mengasyikkan. Sayang, kemarin hujan tidak muncul. Kalau hujan, pasti perjuangannya lebih seru.

Seorang peserta dari Medan nyeletuk,”Kalau cuma kek gini, di kebon sawit juga banyak. Katanya off road? Bah, cemana pula ini?”

Kilau hijau pepohonan yang rimbun menyambut di depan, apalagi saat mendekati kebun teh. Indah nian woi.. Tali air yang bakal menjadi tempat arung jeram terlihat dari atas, bersembunyi di balik pohon teh.

Tak terasa, satu setengah jam sudah perjalanan. Kami tiba di Situ Cileunca. Situ ini tidak terlalu luas dan lingkungannya kurang terawat. Toilet yang ada sudah mulai rusak dan air kerannya tidak mengalir sehingga tidak bisa dipergunakan.

Meski agak keruh, air situ dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Udara di sekitar masih segar sehingga paru-paru terasa terisi penuh. Ingin rasanya tidur-tiduran sebentar.

Setelah makan siang dengan semangat empat lima dan sholat lohor di sebuah musholla, kami siap melakukan rafting. Instruktur terlebih dulu memberikan arahan kepada peserta setelah membagi kelompok. “Kalau skipper mengatakan BOOM, semua harus merundukkan kepala. Siap ya!!!” teriaknya.

Aku yang masih agak trauma dengan terbaliknya perahu kami di sungai Wampu tempo hari sebenarnya sudah memutuskan tidak ikut rafting lagi. Tetapi karena godaan teman-teman lain aku dengan berat hati menaiki perahu panitia. Tujuanku cuma satu: ingin bersenang-senang di air yang tenang saja. Aku sejak awal sudah menitipkan pesan sponsor kepada skipper kalau perahu kami jangan dibalikkan. Skipper kami menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Delapan perahu sudah memasuki danau. Air danau yang tenang cocok sebagai tempat pemanasan. Beberapa perahu peserta mulai dibalikkan satu persatu, kecuali perahu kami (iih curang!). Beberapa peserta basah kuyup. Tapi karena airnya tenang dan semuanya dilengkapi pelampung yang baik, tidak ada yang celaka atau tenggelam.

Semua perahu seakan berlomba menuju jembatan, tempat the real arung jeram dimulai. Antara situ dan tali air dibatasi jalan raya. Karena itu, perahu harus diangkat menyeberangi jalan, menuju tali air. Di tali air inilah arung jeram dilakukan. Muntahan air dari situ terlihat sangat deras sehingga suaranya cukup menggelegar. Arus inilah yang dipakai sebagai sumber pembangkit listrik.

Sampai di sini aku tidak berniat meneruskan permainan. Sudah cukuplah pengalaman arung jeram di sungai Wampu. “Apalagi, di sini hanya tali air, jadi tantangannya kurang dibandingkan di sungai beneran”, gumamku. Namun akhirnya aku tergoda juga setelah melihat derasnya air dan bujukan teman-teman (Pelajaran pertama: jangan mudah terbujuk ajakan teman jika kita sudah punya keyakinan diri).

Perahuku diisi empat orang: aku Pak Parlin, Pak Asrul, dan skipper. Perahu kami lebih kecil daripada perahu lain yang berisi 7 orang. Sejak awal tampaknya skipper agak kurang yakin dengan perahu tadi. Tetapi karena tidak berani menolak permintaan Pak Asrul, maka jadilah kami berarung jeram.

Di atas arus yang sangat deras kami melangkah lamat-lamat ke perahu. Perahu mulai berjalan kencang. Jeram pertama sudah menghadang di depan. Tidak ada kata BOOM dari skipper. Kami tenang saja, menyangka jeram pertama tidak berbahaya sehingga tidak ada usaha untuk menundukkan kepala.

Tiba-tiba perahu oleng. Aku berusaha menahan agar tidak jatuh ke air.

Byaaarrrr….

Usahaku sia-sia. Aku tercebur ke dalam air bersama penumpang lainnya. Di bawah permukaan air aku berusaha mengendalikan pusaran yang sangat deras. Aku berusaha membetulkan posisiku seperti posisi orang berenang, tetapi tidak berhasil. Aku terus melaju kencang terbawa arus. Selintas aku membayangkan, kalau aku bakal keluar di HEADLINE NEWS.

Sekitar satu menit aku berada di air. Entah berapa batu yang sudah kutabrak. Air yang kotor menghalangi pandanganku. Berkali-kali tubuhku bergulung. Sakit belum kurasakan saat itu. Hingga akhirnya aku melihat celah untuk melompat ke daratan.

Uppss… Untunglah. Rupanya malaikat maut masih berbaik hati. Terowongan panjang belum terlihat.

Aku tiba di darat. Napasku tersengal berat. Lututku mengeluarkan darah. Ketika kusadari aku selamat dan otakku memproses tanggapan terhadap luka ini, barulah nyeri muncul. Sekujur tubuhku lemas selemas-lemasnya. Aku menangis sesenggukan, terharu bisa selamat. Alhamdulillah…Allahu Akbar.

Aku mencari penumpang lainnya. Skipper sudah tiba di darat lebih dulu. Rupanya dia SDM (selamatkan diri masing-masing). Padahal seharusnya dia menyelamatkan kami lebih dulu sebagai tamunya. Untuk menutup rasa tidak enak hati, dia pura-pura menggerakkan bahunya. Katanya, tangannya keseleo.

Pak Parlin dan Pak Asrul rupanya masih terus memegang perahu sehingga mereka terseret ke hilir. Di depan telah menunggu sebuah jeram yang cukup curam. Cukup untuk membuat patah orang yang lompat di atasnya.

Untunglah sebelum mencapai jeram, mereka digapai oleh seorang penduduk setempat. Tubuh Pak Parlin dan Pak Asrul yang berat berhasil dibawa ke pinggir kali. Napas mereka tinggal satu dua. Mereka mencari-cari aku. Mereka mengira aku masih di air.

Punggung Pak Parlin terasa nyeri. Dia khawatir kalau ada tulang yang patah. Pak Asrul baik-baik saja. Aku langsung memeluk mereka berdua. Lega dan bersyukur kami masih diberi hidup oleh Tuhan.

Sejak peristiwa ini, semua aktivitas training di perusahaan tidak boleh lagi melibatkan unsur air, baik arung jeram, arung samudera, perahu layar, dan sejenisnya. Hanya arung jeram di Dufan saja yang masih diizinkan. (Hery Azwan; 18/12/2007)

2 tanggapan untuk “Rafting on Cileunca

  1. Hery, dapat inspirasi apa dari arung jeram? mending mancing ikan di balong atau mancing perhatian…gak sakit dan dijamin lebih enjoy…

  2. Halo Bang Rico, sensasi arung jeram nggak bisa dibandingkan dengan mancing ikan di balong. Capek deh…Setelah jatuh saat arung jeram aku jadi lebih sadar bahwa jarak hidup dan mati sangat dekat. Mumpung masih diberi hidup mari kita isi dengan berbuat baik. Cihuy…soleh pisan euy! Prett…

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s