Banjir, Ahmadiyah dan Natal

Sudah dua purnama Desy tidak dapat tidur nyenyak. Menjelang pagi air laut mulai membasahi rumahnya yang mungil di kawasan Muara Baru. Kemarin, di saat umat Islam bersiap untuk sholat Idul Adha, dia masih di atas loteng rumahnya. Entah sampai kapan dia harus bersahabat dengan rob.

Desy di atas tentu saja bukanlah artis tenar yang punya nama akhir Ratnasari. Rumah yang ditinggalinya saat ini merupakan hartanya satu-satunya peninggalan orangtuanya. Bersama suaminya dia membuka usaha warung makan, melayani pekerja di sekitar pasar ikan. Bukannya dia tidak pernah berpikir untuk pindah, tetapi keadaanlah yang memaksanya bertahan.

Mau pindah, pindah ke mana. Lagi pula pindah kan butuh uang untuk membeli rumah baru. Padahal, rumah yang ditempatinya saat ini tidak laku dijual karena pasti tidak ada yang mau membeli. Iseng banget kalau ada orang yang masih mau membeli rumah langganan banjir.

Di tempat lain, sekelompok orang menyerbu jamaah Ahmadiyah. Tak ada lagi suara hati mereka. Tanpa pandang bulu mereka melempari jamaah yang dianggap sesat tersebut. Anak-anak dan ibu-ibu yang menangis ketakutan tidak mereka hiraukan. Inikan akhlaq Islam yang diajarkan Nabi Muhammad?

Dua hari menjelang natal semua stasiun televisi menyiarkan beberapa gereja dan tempat keramaian seperti mall dijaga dengan ketat. Pihak keamanan tidak mau kecolongan seperti beberapa tahun lalu saat beberapa gereja dibom. Sebagai warga mayoritas di negeri ini rasanya kok malu. Ketatnya penjagaan itu secara tidak langsung ingin menegaskan bahwa warga minoritas belum dapat menjalankan haknya untuk beribadah dengan rasa aman. Padahal hak tersebut sudah dijamin oleh konstitusi.

Menjelang akhir tahun, mungkin kita masih bertanya……….

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s