Jakarta Terapung Lagi!

Hari ini, Jumat 1 Februari 2008, air mulai menggenangi jalan di Jakarta. Hujan mulai turun dengan deras saat aku beranjak dari rumah pukul 06.30. Aku khawatir banjir seperti tahun lalu terulang lagi.

Seperti biasanya, aku lebih dulu mengantar istriku ke halte busway di ASMI. Belum sampai halte tujuan, lalu lintas sudah macet total menjelang perempatan Pulomas. Lampu pengatur lalu lintas tampaknya padam. Pak Polisi mungkin belum datang, sehingga tidak ada yang bisa mengatur pengendara yang saling srobot dan membunyikan klakson. Dari radio Elshinta tersiar kabar kalau beberapa ruas jalan sudah tergenang.

Melihat kemacetan ini, akhirnya kuputuskan untuk memutar mobil menuju kantorku di kawasan industri Pulogadung. Untunglah jalan menuju kantorku melawan arah, sehingga kami tidak terjebak macet. Untuk sementara, istriku “ngantor” dulu di kantorku.

p3250616.jpg

Setiba di kantor, ternyata banyak karyawan yang belum tampak batang hidungnya. Mungkin mereka masih berjuang di jalan menembus kemacetan di bawah deru hujan. Yang sudah datang sibuk mengeringkan pakaian yang basah. Sementara yang lain menonton dari jendela suasana jalan di depan kantor.

Dari jendela lantai dua kami bisa melihat di mobil-mobil kecil berhenti karena tidak bisa melalui ruas jalan yang tergenang air. Tinggi air di ruas jalan tersebut sudah melewati setengah ban mobil kecil. Entah bagaimana nasib mereka jika hujan terus turun.

Lahan parkir di kantorku juga mulai dipenuhi air. Untunglah mobil yang ada di sana bisa dipindahkan ke dalam pabrik yang belum terendam air. Aku deg-degan juga kalau air akhirnya masuk ke pabrik.

Pukul 12.00 hujan semakin deras. Dari Elshinta kudengar beberapa penerbangan ditunda karena cuaca buruk. Akhirnya air masuk juga ke pabrik. Tingginya sekitar semata kaki. Karyawan pabrik sibuk membentengi pintu masuk air dengan karung pasir.

Sholat Jumat di masjid kantor ditiadakan karena air sudah masuk ke dalam mesjid. Kami sholat lohor sendiri-sendiri.

Menjelang pukul 15.00 air tak kunjung surut. Listrik sudah dipadamkan untuk menghindari konslet. Semua karyawan hanya ngobrol dan menyaksikan orang lalu lalang yang semakin sepi di jalan.

Tak ada yang bisa dikerjakan saat listrik padam. Tak ada karyawan yang berani mengeluarkan mobil. Kalau yang jalan kaki sudah ada keluar satu persatu. Di antara mereka ada yang memang tidak membawa kendaraan. Ada juga yang meninggalkan kendaraannya di kantor.

Tak sabar menunggu, akhirnya kuberanikan untuk menerobos banjir. Sebenarnya aku deg-degan melihat tinggi air yang sudah di atas lutut. Sebuah truk lewat dan memancarkan ombak yang cukup tinggi.

Menjelang keluar pintu pabrik, kutanyakan sekali lagi kepada Pak Rakijo, seorang pegawai pabrik yang berusaha memanduku di depan gerbang. Aku mulai ragu. “Bisa nggak ya, Pak?” tanyaku memastikan kembali. Kalau dia bilang ‘tidak’, pasti aku akan mundur.
Dia menjawab dengan yakin,”Bisa, Pak. Pelan-pelan saja. Kalau ada apa-apa kan masih ada kami.”

Hatiku sedikit yakin, meskipun mukaku tetap pucat. Kutekan gas perlahan. Istriku terus mengucap Allah, Allah, Allah. Suasana tegang sekali. Apalagi saat truk dari arah berlawanan melintas. Mau copot jantungku rasanya. Suara ombak yang menerpa kap mobil terasa seperti suara gledek.

Krewek kreweeeeekkkkk…….

Untung tidak ada air yang masuk ke dalam mobil. Entahlah kalau setetes dua tetes.

Pelan tapi pasti akhirnya kami berhasil keluar dari perangkap banjir. Di air yang lebih dangkal aku berhenti perlahan di belakang mobil yang ternyata tidak bersopir lagi. Kalau tidak diberitahu oleh salah seorang karyawan di pabrik lain mungkin kami tetap menunggu. Untunglah dia memberi isyarat kepadaku untuk menyalip dari kiri.

Sesampai di rumah tampak sampah yang tersangkut di bawah kap mobil. Lumayan banyak juga. Untungnya, tidak ada masalah dengan mesinnya .

Wah, kalau cerita ini kukirim ke Daihatsu pasti mereka akan dengan senang hati menyambut testimoni ini. Aku bersumpah tidak akan nekad lagi menembus banjir. Biarlah kutunggu sampai air surut, sampai malam sekalipun.

Saat banjir seperti ini di mana ahlinya? Ah, Bang Kumis bercanda rupanya…

Yang harus kita sadari, ternyata kita jugalah penyebab banjir ini. Sampah yang menumpuk hebat di pintu air Manggarai menjadi saksinya. (Hery Azwan, Jakarta 1/2/2008).

Keterangan Foto:

1. Suasana banjir tahun 2007 di Jl Pulokambing Kawasan Industri Pulogadung

Satu tanggapan untuk “Jakarta Terapung Lagi!

  1. Bila fenomena meningkatnya banjir Jakarta dari tahun
    ke tahun terus bertambah, aku jadi bertanya-tanya:
    “Jangan-jangan 10 tahun yang akan datang, banjir
    Jakarta akan menenggelamkan seluruh kota”.
    Na’uzubillah min dzalik…. 😦

    Bro Hery, ada baiknya mulai pikirkan bikin usaha di kampung, hehehe…

    Jawab: benar juga, Bro. Jangankan 10 tahun lagi, bisa-bisa 5 tahun lagi Jakarta terapung, Jakarta ada mono rail (seperti iklan aja)…
    Usaha di daerah? Why not? Kalau bisa menjadi penulis best seller seperti JK Rowling sepertinya tidak perlu tinggal di Jakarta. Tinggal di Ponorogo, Malang, Balige atau Padang Panjang, pun bisa. Masalahnya, harus nulis buku best seller dulu… He heee

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s