Pengalaman Ikut Training ESQ

Sudah lama saya ingin mengikuti training ESQ. Berhubung biayanya relatif mahal, akhirnya keinginan tersebut terus tertunda. Beruntunglah, seminggu setelah lebaran tahun lalu perusahaan tempat saya bekerja mengadakan ESQ Training secara in house, sehingga akhirnya saya dapat mengikuti training ini.

In House Training diadakan selama 2 hari dengan jumlah peserta sekitar 100 orang bertempat di sebuah hotel di Kemang. Trainer yang menemani kami selama dua hari adalah Bapak Legisan Sugimin, trainer lapis kedua di ESQ Leadership Center.

Ice Breaking

Sesi ice breaking di ESQ dibuat semenarik mungkin. Panggilan setelah break biasanya ditandai dengan dipencetnya suara mainan anak-anak yang berbunyi tetot-tetot. Pokoknya suasananya penuh keceriaan. Setelah itu biasanya peserta akan melakukan gerakan seperti yel-yel dan senam yang diiringi dengan musik.

Yang menurutku agak janggal, pada saat ice breaking pertama, kami diminta untuk mengumpulkan tanda tangan peserta lain sebanyak-banyaknya berikut pengalaman lucu yang mereka alami. Berhubung pesertanya teman sekantor, sesi ini menjadi kurang menarik karena rata-rata sudah pada kenal semua. La iya lah…

Dalam hal ini pihak ESQ kurang jeli. Jika training dilakukan untuk publik, sesi ini memang sangat bermanfaat untuk lebih mengakrabkan peserta. Tapi jika sesi ini dilakukan juga untuk in house training maka sesi ini akan terasa garing. Jadi, harusnya bisa diganti dengan ice breaking yang lain.

Fasilitas Pendukung

Training ini didukung dengan teknologi presentasi yang cukup canggih. Di depan peserta ada dua layar besar. Di belakang peserta ada kamera video yang selalu ‘on’ mengabadikan acara. Bahakan terkadang hasil syuting bisa masuk ke dalam acara. Saat Pak Legisan menirukan kepak sayap burung, adegan itu disyut kamera video dan ditayangkan secara live di layar bersama dengan tayangan adegan burung-burung yang terbang di atas bukit. Adegan ini memperlihatkan kembali hidupnya burung-burung yang sudah dibunuh Nabi Ibrahim, sebagai bukti kekuasaan Allah. Efek gambarnya memang luar biasa menyentuh.

Sound system yang digunakan memang cukup dahsyat. Suaranya sangat menggelegar sehingga bisa mempengaruhi jantung dan otak peserta training, terutama pada sesi yang berhubungan dengan penciptaan alam dan huru hara hari kiamat.

Musik dari Kitaro yang digunakan sebagai ilustrasi sangat mendukung. Yang hebatnya trainer bisa langsung mengoperasikan mixer pada saat tertentu sehingga suaranya dan suara musik bisa sinkron dan tidak bertabrakan. Ruangan yang gelap juga mendukung suasana training yang syahdu pada setiap sesi perenungan.

Alumni ESQ juga dilibatkan menjadi panitita. Mereka membantu merapikan ruangan, dan ikut meramaikan sesi ice breaking. Pada sesi perenungan, mereka juga mendekatkan mike kepada peserta yang sedang “sharing”.

Yang menariknya, pada semua sesi, setiap peserta yang aktif menjawab selalu diberikan hadiah, pin atau buku. Setelah itu, pasti dilanjutkan dengan salam semut. Salam semut ini selalu dilakukan pada tiap sesi.

Setelah selesai sesi perenungan, misalnya, trainer menginstruksikan setiap peserta untuk bersalam semut dengan peserta di depan, belakang, kanan dan kirinya. O, ya, salam semut itu sun-sunan pipi kiri dan kanan. Tentu saja dilakukan untuk sesama jenis. Kalau berlainan jenis, ya tidak boleh. Lagipula, peserta pria dan wanita dipisah barisannya.

Ada Tangis, Ada Tawa

Trainer Legisan Sugimin harus diakui sangat piawai mempermainkan emosi peserta. Cerita tentang anak yang merindukan ibunya dapat diolah sedemikian rupa sehingga semua peserta terharu dan banyak yang menangis. Begitu juga dengan cerita nabi Ibrahim yang bermimpi menyembelih anaknya, Ismali. Meskipun ceritanya sudah kita ketahui sebelumnya, tetapi tetap sebagian peserta menangis.

Sesi training ESQ memang banyak diisi oleh tangisan. Inti training ini memang untuk mengingatkan kembali siapa diri kita, untuk apa kita ada di unia, ke mana kita kembali, dan apa yang sudah kita siapkan untuk kembali. Intinya sih lebih banyak ke pencarian diri: inner journey dan outer journey.

Jika kita membaca buku ESQ, pengalaman seperti memang sulit kita peroleh. Buku ESQ lebih banyak memaparkan reinterpretasi Rukun Iman, Rukun Islam dan Ihsan yang disingkat dengan 165, yakni 1 melambangkan ihsan, 6 melambangkan rukun iman dan 5 melambangkan rukun Islam.

Penafsiran ini merupakan suatu penemuan yang cukup berarti bagi perkembangan pemikiran Islam dan telah dipuji oleh ulama dan cendekiawan muslim. Tetapi, di dalam training, pemikiran ini agak kurang ditekankan. Dalam training yang ditekankan adalah penyentuhan rasa sehingga hati menjadi lembut. Hati yang selama ini keras dan sombong diharapkan menjadi lembut kembali setelah melihat kebesaran Allah.

Kebesaran ini misalnya diperkuat dengan penayangan betapa luasnya jagad raya dan betapa kita sangat kecil. Peserta diajak berpetualang laksana naik pesawat luar angkasa yang pelan-pelan meninggalkan bumi dan akhirnya berada di ruang angkasa yang jaraknya bermiliar kilometer sehingga tidak jelas mana batasnya.

Sebaliknya, dalam inner journey ditayangkan betapa di dalam tubuh kita ada sel-sel yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Semuanya ini berjalan tanpa kita sadari. Semua itu pasti ada yang menciptakannya.

Peserta juga diajak merenung tentang teori penciptaan (Big Bang) yang ditemukan pada abad 20. Padahal teori ini sudah ada di dalam salah satu ayat Al Quran. Ini menunjukkan bahwa Alquran bukanlah ciptaan Muhammad. Bagaimana seorang yang ummi bisa berpikir seperti yang ditemukan oleh orang di abad 20.

Selain pintar membuat peserta menangis, Legisan juga pintar membuat peserta tertawa. Pada satu sesi tentang apa tujuan hidup manusia, dia berakting seperti orang kaya yang kemana2 naik mercy dan main golf. Sambil menyelipkan cerutu di bibirnya, dia berlagak petentengan. Lucu sekali.

Pada sesi2 lain, trainer juga dibantu oleh dua asisten trainer yang memerankan adegan tertentu. Saat memerankan orang Jepang, mereka betulan memakai pakaian Jepang.

Pengalaman Spiritual

Bagi sebagian orang, training ini merupakan sejenis “pengalaman spiritual”. Bahkan barangkali bisa disamakan dengan orang yang memperoleh lailatul qadr dengan pengertian setelah ikut training ini orang tersebut berubah menjadi pribadi yang baru. Yang tadinya nggak sholat, jadi rajin sholat tepat waktu. Yang tadinya pelit menjadi pemurah.Yang tadinya korupsi, dapat istiqomah menghindarinya.

Saya tidak dapat mengukur seberapa jauh efektivitas training ini dalam mengubah krisis moral bangsa Indoensia. Tapi paling tidak, jika pejabat berpengaruh di semua lembaga kunci pemerintahan sudah mengikuti training ini, minimal dia akan malu jika masih melakukan perbuatan yang bertentangan dengan suara hati. Jika ini terjadi, diharapkan anak buahnya akan mengikuti.

Pasca Training

Setelah training, terlihat eforia di kantor kami kira-kira selama dua minggu. Ringtone lagu Bila Matahari yang merupakan terjemahan dari surat Asy Syams terdengar di mana2. Jika lagu ini berbunyai, setiap kayawan berusaha menirukan gerakan yang diajarkan oleh Pak Legisan.

Pokoknya semua karyawan yang ikut training, saat itu menjadikan pengalaman training ini sebagai bahan pembicaraan. Yang sering diingat misalnya, saat sesi pertobatan. Saat itu trainer mengatakan,”Ayo sujud, minta maaf kepada Allah. Dengan siapa kau lakukan?”. Meniru adegan ini, teman-teman banyak yang meledek temannya,”Ayo ngaku, dengan siapa kau lakukan?”.

Saat ini sudah hampir setengah tahun dari acara training. Tampaknya eforia training ESQ sudah mulai memudar. Kartu alumni yang dibuat seharga Rp 50.000 tidak pernah digunakan. Padahal sebagai alumni kita boleh ikut lagi secara gratis, kecuali membayar untuk makan.

Begitulah, training hanya menjadi tonggak untuk berubah. Setelah itu, peserta harus terus mencari dan mengendalikan dirinya sesuai dengan suara hatinya (konsep suara hati ini selalu ditekankan pada training ini).

Sedikit Mengganjal

Salah satu yang kuanggap kurang sreg adalah diperbolehkannya teman-teman non muslim mengikuti training ini. Jika mereka membayar sendiri itu urusan lain. Tetapi jika perusahaan yang mewajibkan seolah-olah perusahaan telah memaksakan suatu kepercayaan terhadap karyawannya.

Trainer memang mengatakan bahwa materi yang disampaiakn bernilai universal. Tapi tidak bisa dipungkiri, semua idiom yang digunakan sangat kental nuansa Islamnya.

Contohnya saja, penggunaan syahadat dalam reprogramming pikiran bawah sadar. Ada lagi shalawat hampir pada setiap sesi. Ayat-ayat Alquran pada setiap pembahasan. Bahkan ada simulasi melempar jumrah, tawaf dan sai.

Bagi saya pribadi kegiatan ini tidak selayaknya dilakukan oleh teman-teman non muslim. Bayangkan jika orang Islam mengalami hal yang sama dalam training yang bernuansakan agama non Islam. Jika ini terjadi, pasti kita tidak dapat melakukannya dengan ikhlas. Minimal ada penolakan dari dalam, secara penolakan ini manusiawi sekali.

Hal ini berbeda kasusnya, jika perserta non muslim memang berniat secara sadar dengan membayar sendiri sebagai perbandingan atau betul-betul untuk pencarian kebenaran. Jika ini yang terjadi tentu tidak ada masalah.

Hal lain yang membuat saya sedikit keberatan adalah penggunaan ancaman seperti adegan suasana di neraka untuk menakut-nakuti peserta training. Padahal, kesadaran yang paling otentik adalah kesadaran yang berangkat dari keikhlasan, bukan karena ancaman.

Secara total, training ini patut diacungi jempol. Terutama kreativitasnya dalam menyajikan sebuah nilai-nilai Islam yang bersifat universal. Nilai kejujuran yang merupakan salah satu dari suara hati selalu mendapatkan penekanan di semua sesinya.

Sementara, nilai inilah yang sedang dalam kondisi krisis di negeri kita. Hanya sejarah yang akan mencatat beberapa tahun mendatang seberapa besar kontribusi ESQ dalam pembentukan karakter bangsa.

8 tanggapan untuk “Pengalaman Ikut Training ESQ

  1. Padahal, kesadaran yang paling otentik adalah kesadaran yang berangkat dari keikhlasan, bukan karena ancaman.

    Saya sependapat dengan statemen bapak tersebut. Keimanan itu tidak dapat dijual beli dan juga tidak dapat diwarisi, tapi dari dalam diri dengan keikhlasan total.

    Akur, Bos…
    Salam 165. Eh gimana salamnya ya?
    Udah lupa. Capek deh…

  2. oh.. jadi non-muslim juga bisa ikut?

    saya baru tahu, tapi nggak apa2 lah pak.. sekalian bagi-bagi pengetahuan tentang spiritual agama lain.

    boleh dan sudah banyak non muslim yang ikut.
    kalau atas inisiatif sendiri untuk mempelajari atau merasakan pengalaman spiritual agama lain sih tidak masalah.
    yang jadi masalah jika peserta diwajibkan perusahaan, bukan atas kehendak sendiri.
    dalam hal ini saya kurang setuju karena bertentangan dengan HAM saudara-saudara.
    ah….udah kayak pejuang HAM saja layaknya…
    salam….

  3. siapa diri kita, untuk apa kita ada di dunia, ke mana kita kembali, dan apa yang sudah kita siapkan untuk kembali.

    sudah setengah perjalanan (usia rata-rata), tapi hal tsb terlupakan.. Terima kasih sudah mengingatkan Pak Hery.

  4. Hmmm … Asik juga nih kayaknya …
    (bisa ditiru tuh cara trainernya membawakan materi …)

    (kalo pensiun mau ngelamar kerja disana aaahhh hehehe ..)

    Thanks Bang

    Awalnya aku kira trainernya jaim gitu loh.
    Ternyata ada saatnya dia bisa ngebodor.
    Ah, kompletlah…
    Kalau pensiun kita buat yang baru aja, Bos.

  5. Padahal, kesadaran yang paling otentik adalah kesadaran yang berangkat dari keikhlasan, bukan karena ancaman.

    Pendapat Anda tidak keliru, tapi kalau cara itu yang paling otentik saya meragukannya. Seperti yang Anda tahu, tidak semua orang sama cara memandang, menilai dan bertindak dalam urusan beribadah (bukan shalat aja).

    Itulah sebabnya di dalam Al Quran ada dijanjikan Pahala, iming-iming Surga, ada juga ancaman Neraka, namun juga bicara tentang keikhlasan. ALLAH sebagai creator, sangat-sangat mengetahui bahwa ada ciptaannya/hambanya baru mau bergerak kalau mendapat iming-iming, ada yang lebih mempan kalau diberitakan tentang ancaman hukuman, tapi ada juga yang bergerak karena sadar dan suka-rela.

    Tidak ada yang lebih superior satu di antara yang lain, karena apa pun penyebabnya, yang penting adalah outputnya, bahwa mereka semua pada akhirnya bergerak untuk melakukan perintahNYA dan menjauhi apa yang dilarang olehNYA.

    Merasa ‘lebih’ dari yang lain, mungkin bisa berkonotasi kesombongan dan ini sangat membahayakan diri sendiri. Hanya ALLAH yang berhak sombong. Maha Suci ALLAH.

    Semoga kita semua selamat di dunia dan di akhirat.

    Rabbana aatina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzab annaar.

  6. Assalamu’alaikum wr wb.

    Kasih pendapat juga nih, ESQ kan sebuah metode yang diciptakan oleh manusia, jadi metodenya memang tidak mungkin sempurna. Metode yang paling sempurna ya seperti yang diajarkan oleh Rasulullah, Nabi Muhammad SAW.
    Tapi masalahnya kita hidup udah 1400 tahun sesudah Rasulullah, apakah kalau gitu kita gak mau belajar, mencari sebuah keyakinan akan kebenaran, mencari sebuah pencerahan ?
    Kita kan pengin mendapat syafaat dari Rasulullah di akherat kelak, tapi rasanya gua malu, pengin dapat syafaat tapi gak mau belajar ngikutin ajaran Rasulullah, menyampaikan ajaran-ajaran Rasulullah.
    Padahal kita tahu Rasulullah berjuang bersama para sahabat untuk menegakkan ISLAM, bahkan Rasulullah rela terluka tubuhnya, dilempari batu di Thaif hanya karena pengin mendapatkan hak prerogratif dari Allah SWT berupa syafaat bagi para umat Rasulullah. Bahkan Rasulullah sebelum wafat yang diingat hanya umatnya, bukan keluarganya. Rasulullah mencintai semua umatnya.
    Kami selalu bertanya pada diri sendiri, pantaskah kami mendapat syafaat Beliau ?
    Maafkan ya kalau gua agak serius neh, tapi kalau bermanfaat bagi kita ya alhamdulillah, semua kebenaran hanya milik Allah, tapi kalau ada kekurangan dan khilaf, itu semata kekurangan dan kebodohan gua
    Wassalam.

    Terima kasih sudah mampir. Memang metode ESQ adalah sebuah ijtihad yang pantas diapresiasi. Sebagai ijtihad, sabda Rasulullah, jika benar dapat dua pahala, jika salah dapat satu. Jadi, tidak ada ijtihad yang jelek. Sebagai buatan manusia, pasti metodenya, seperti yang Anda katakan, tidak ada yang sempurna. Yang penting, jika sebuah training bisa memberi inspirasi ke arah yang lebih baik, why not?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s