Karena penasaran dengan seorang bocah yang baru berumur 23 tahun, saya sign up ke Facebook. Ya, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, memang baru 23 tahun. Dia sudah menjalankan bisnis ini selama 3 tahun. Karyawannya sudah 160 orang. Hmmm…karyawannya muda-muda juga nggak ya?

Mula-mula fasilitas ini digunakan hanya untuk kalangan mahasiswa Harvard. Kemudian berkembang menjadi seluruh mahasiswa di dunia. Akhirnya, kini Facebook boleh diakses siapa saja. Positioningnya adalah social utility.

Sejauh pengamatan saya setelah sign up ke Facebook pada minggu lalu, banyak tokoh selebriti yang sudah bergabung. Ada Dewi Lestari, penulis Supernova, ada Wimar Witoelar yang terkenal dengan persepektif, ada Moammar Emka penulis Jakarta Undercover, ada Ulil Absar Abdalla, bosnya JIL, ada Ida Arimurti, penyiar favorit saya sejak zaman Prambors, Female dan kini Delta.

Dibanding Friendster, Facebook lebih lengkap dan dinamis. Saya belum terlalu banyak mengeksplorasinya, tetapi sejauh yang saya lihat, fasilitas groupnya sangat bagus untuk networking. Misalnya saja, kita bisa membuat grup untuk penghobi mancing, alumni TK Boedoet, penggemar sepeda bekas. Pokoknya grup apa aja.

Dari teman ke teman, Facebook menawarkan teman yang akan kita add. Dia mengingatkan kita barangkali orang tersebut kita kenal. Saat ini saya sudah menjadi “teman” Ida Arimurti, Dewi Lestari, Hibram Dunar, dsb. Nanti, kalau Anda menambahkan saya sebagai teman Anda, pasti Anda akan ditawari utnuk menjadi teman selebritis tadi juga. Wah, menyenangkan.

Komunitas wordpress barangkali bisa membentuk grup sendiri. Saya belum search sih. Mungkin sudah ada. Kalau belum, mari kita buat.

Akhirul kalam, saya sebenarnya sangat prihatin. Kita selalu saja menjadi konsumen. Selalu orang Amrik yang menciptakan atau menemukannya. Kita tinggal menikmati. Adakah yang salah dengan pendidikan kita?

Bagaimana tanggapan Anda?

• Social