Pesona Airbus A380

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah acara di Discovery Channel berjudul “Takeoff A380 Saga”. Saya sangat menikmati acara berdurasi dua jam ini sampai-sampai lupa mandi malam. Ih… jorok.

Meski terlambat menyetel tv, saya sempat melihat adegan potongan pesawat Airbus A380 (body, sayap, ekor) dikirim dari Hamburg, Jerman ke Toulouse, Perancis. Selain di Jerman, beberapa komponen juga dibuat di Inggris dan Spanyol. Airbus memang konsorsium Eropa yang dibuat untuk menandingi kedigjayaan Boeing, Amerika Serikat.

Uniknya, kapal yang membawa potongan pesawat ini diproduksi di Nanjing, China. Lengkaplah sudah sebuah proyek kerjasama yang mempekerjakan ahli terbaik dari berbagai negara. Benar-benar tidak ada lagi batas negara.

Ville de Bordeaux, demikian sebutan bagi kapal transporter tadi, membawa komponen pesawat lewat laut hanya sampai di Bordeaux, Perancis. Dari sini potongan pesawat dikemas kecil-kecil untuk dibawa melalui Garonne River menuju Langon.

Selanjutnya truk sudah disiapkan di Langon untuk membawa pesawat lewat jalur darat ke Toulouse, tempat pesawat dirakit sekaligus sebagai kantor pusat Airbus. Truk terbuka yang sudah didesain khusus ini harus jalan perlahan agar tidak ada goncangan yang bisa membuat komponen pesawat tergores sedikitpun.

Kebayang kalau potongan pesawat ini dibawa dari Tanjung Priok ke IPTN Bandung. Pas nyampe Bandung, pesawatnya pasti udah babak belur karena truk akan sering bergoyang di jalur tol Cipularang yang bergelombang.

Perjalanan dilakukan di malam hari sehingga lalu lintas relatif sepi. Dikerahkan pasukan khusus untuk mengamankan jalan di depan. Begitupun, banyak juga penduduk di sekitar jalan yang bela-belain bangun untuk menyaksikan pemandangan langka ini. Wartawan juga tidak ketinggalan mengabadikan peristiwa yang akan menjadi sejarah ini.

Mengapa bersejarah? Airbus A380 merupakan pesawat terbesar yang pernah dibuat manusia. Pesawat ini mampu mengangkut 800 lebih penumpang. Jadi, isinya setara dengan 16 bus pariwisata berkapasitas 50 orang. Gede banget kan? Kelebihan lain, noise-nya juga nyaris tak terdengar.

Salah satu yang menjadi perhatian saya adalah ketelitian Airbus dalam hal keselamatan. Akibat konsisten dengan keselamatan ini, pesanan dari Singapore Airlines gagal dipenuhi sesuai deadline. Mula-mula ditunda 6 bulan, setelah itu ditunda lagi enam bulan hingga akhirnya molor dua tahun dari perjanjian awal. Saat pengumuman penundaan dari manajemen Airbus, semua pemerhati dunia penerbangan, menanti dengan harap-harap cemas.

Beberapa kendala rupanya tidak berhasil diselesaikan dengan cepat. Salah satu kendala adalah perbedaan software yang digunakan di Jerman dan Perancis, sehingga ketika digabungkan, ada ketidaksinkronan. Keterlambatan ini membuat pimpinan proyek (atau CEO ya? I’m not sure) ini mengundurkan diri.

Sebelum digunakan untuk keperluan komersial pesawat ini harus dites oleh pilot penguji profesional. Saat terbang perdana, pilot penguji tetap memakai parasut agar jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, mereka bisa langsung lompat dari pesawat.

Ada enam orang dalam tim ini. Setelah aman, dan beberapa penyimpangan ditemukan dan diperbaiki, barulah penerbangan berikutnya diisi oleh karyawan Airbus.

Selanjutnya ada simulasi tindakan penyelamatan. Dengan menggunakan figuran, kru pesawat berhasil mengevakuasi 800 orang dalam pendaratan darurat kurang dari 2 menit dengan hasil 1 orang cedera.

Yang menarik adalah bahwa Singapore Airlines menjadi maskapai pertama di dunia yang memesan pesawat ini. Sebagai maskapai dengan layanan terbaik di dunia tak salah rasanya SIA menjadi pemesan perdana.

Tidak main-main dengan pesanannya, SIA memodifikasi kabin sesuai dengan standar mereka. A380 yang bisa mengangkut 800 penumpang didesain untuk mengangkut 400-an orang sehingga lebih lapang. Kursi penumpang dipesan dari  Paris untuk memberi kesan eksklusif dan kenyamanan kelas satu kepada penumpang yang sudah membayar mahal.

Sebagai VP Inflight Service, Betty Wong, wanita cantik yang masih relatif muda, harus bekerja keras untuk menentukan desain terbaik. Begitu juga dengan makanan dan minuman, harus spesial. Untuk itu, mereka menggunakan koki ternama pula. Di pesawat disediakan wine terbaik, kaviar, dan makanan kelas dunia.

Pada kelas bisnis, bahkan penumpang bisa tidur secara normal karena kursinya memang didesain seperti tempat tidur. Setiap kursi disediakan tv plasma beserta programnya (film, musik, games). Penumpang benar-benar dimanjakan. Untuk suami istri , mereka bisa memesan dua kursi yang berdampingan sehingga bisa “bermesraan” tanpa mengganggu penumpang lain.

Dalam hal melakukan hubungan yang paling intim, SIA membuat larangan keras. Beberapa penumpang ada yang kecewa dengan kebijakan ini. “Udah bayar mahal-mahal kok dilarang gituan”, omel salah seorang penumpang bule.

Kreatifnya SIA, untuk mencoba penerbangan perdana ini (rute Singapore-Melbourne), mereka membuka penawaran kepada orang yang berani membayar paling tinggi. Padahal, meski sudah mendapatkan sertifikasi terbang, tidak ada jaminan penerbangan perdana ini akan sukses.

Begitulah, teknologi modern yang sangat sistematis dan bisa diprediksi, didukung oleh lembaga sertifikasi yang terpercaya (tidak bisa disuap) membuat calon konsumen percaya bahwa penerbangan perdana ini akan aman. Dan terbukti, akhirnya A380 berhasil mendarat dengan mulus di Melbourne.

Seorang penumpang melukiskan mulusnya pendaratan ini seperti orang naik sepeda. Dan Betty Wong pun tersenyum senang melihat proyeknya sukses. Uang hasil penjualan tiket penerbangan perdana ini akan disumbangkan untuk kegiatan amal.

Singapore, negara sebesar titik kecil dalam peta dunia, berhasil menjadi pemain tingkat dunia. Apa kabar dengan negara kita? Kapan ya bisa menikmati A380 bersama Garuda?

11 tanggapan untuk “Pesona Airbus A380

  1. Hehe..
    Bener banget tuh, kalau dibawa pake truk di Indonesia, body pesawatnya bisa patah tulang.. :mrgreen:

    Saya jadi ngebayangin gimana cantiknya pesawat itu BangHer… Pasti nyaman buanget yaaa…. *secara belum pernah naik pesawat mahal… malah sekarang cenderung lebih milih naik kereta… hahaha… takut, parno, dll dsb…)

    *ini nulisnya sambil terkagum-kagum sama BangHer — dirimu selalu detail kalau menceritakan sesuatu… SALUT BANG!*

    La, mari kita niatkan (halah ginian kok pake niat segala) suatu hari kita akan naik pesawat ini.
    Btw, saya nulis ini sambil melayang nih membaca pujiannya. Gubrak…(udah terbang langsung jatuh)…

  2. Guede banget pesawatnya..
    keren.. keren.
    Betty wong dermawan juga ya Pak.
    mungkin Betty belajar dari kisah titanic, dan gk ngeklaim bahwa pesawatnya tidak akan pernah jatuh.. 😀

    Biasanya, perusahaan top sudah mulai sadar bahwa mereka tidak hidup sendiri dan bisnis mereka tidak semata-mata untuk mencari uang, tetapi juga untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat.

  3. Saya juga menonton acara tersebut dan banyak sekali pikiran yang berkecamuk di kepala saya. Dalam sebuah acara yang hampir sama, yaitu tentang perakitan di pabrik Boeing, digambarkan secara filem animasi bagaimana komponen-komponen yang jumlahnya puluhan ribu atau ratusan ribu itu datang dari berbagai tempat ke Seattle dan….syuut…jadi sebuah pesawat terbang.

    Ternyata orang-orang di Airbus atau Boeing itu tidak membuat komponen-kompnen itu. Mereka hanya merancang pesawat, menetapkan siapa yang membuat apa, lalu mengkoordinasikan kapan semua itu harus datang untuk di pasang di Tolouse atau Seattle.

    Ternyata ini adalah masalah manajemen: Membuat perencanaan, melaksanakan pekerjaan untuk merealisasikan rencana itu, dan melakukan pengontrolan agar pekerjaan itu berjalan dengan baik. Berkat manajemen (plus modal, teknologi dan sumber daya manusia yang baik) apa pun mereka bisa buat.

    Yang membuat saya lebih terkagum-kagum lagi ialah ketika Inggeris dan Perancis sama-sama sepakat membuat terowongan bawah laut di Selat Channel. Inggeris melakukan bagian pekerjaannya dari pantainya, dan Perancis melakukan bagian pekerjaannya dari pantainya. Kedua potongan terowongan itu beremu di tengah Selat Channel. Dan ketiga bertemu tidak meleset 1 sentimeter pun.

    Gila benar!

    Kebudayaan barat memang sangat kondusif untuk menciptakan teknologi canggih.
    Kalau di sini, masih sibuk mengurusi sesat atau tidak sesat, pasti tidak akan kondusif untuk menghasilkan penemuan canggih.
    Kita, bisanya hanya jadi konsumen saja…

  4. sebenarnya negeri kita punya dulu pernah punya IPTN. tapi, sayang manajamennya kacau sehingga tak bisa eksis menciptakan produk pesawat yang bagus.

    sekarang mantan karyawan IPTN banyak yang terpakai di perusahaan lain di seluruh dunia.

  5. Sayangnya saya sekarang lebih memilih terbang bersama JAL. Hanya karena tidak mau transit sambil repot urus dua unyil sendirian. Mungkin kalau Riku dan Kai sudah besar saya mau coba naik SQ. Soalnya sebelum punya anak saya selalu naik SQ hehehe. Saya boikot Garuda, karena tidak memperlakukan tamu Indonesianya dengan baik. Mereka hanya tersenyum pada asing, tapi cemberut pada teman sendiri.

    Nah lho Garuda, ada penumpang yang kecewa nih?
    Masa orang asing aja yang dilayanin dengan baik?
    Kasus ini tampaknya sama dengan beberapa pengelola wisata di Bali yang lebih memberikan servis kepada orang asing.
    Kalau turis lokal, ya seadanya. Malah, istilah turis lokal, bukan dianggap sebagai tamu, sebagaimana mereka menyebut turis asing.

  6. @Ikkyu-san

    Betul tuh … saya pernah disangka orang Jepang (trayeknya memang Jakarta-Osaka) begitu saya ngomong bahasa Indonesia medhok langsung deh peragawati eh pramugari-nya yg tadinya ramah jadi cuek.

    Dulu ada joke tentang singkatan GARUDA yaitu Go And Ready for Uncertain Departure and Arrival … nggak tahu sekarang apa masih seperti itu (kayaknya sih iya) …

    Begitu ya, Pak?
    Masa setiap ke luar negeri naik Garuda kita mesti pura2 jadi orang asing sih?
    Ini namanya ter la luuuu…

  7. A380…lumayan tuhh buat membawa penumpang yang mau naik haji…….
    Indonesia masa gg punya bandara yg cukup buat A380?
    Wah payah nih Indonesia…..,

  8. Ya Ya Ya aku udah pernah naik pesawat SQ tapi boeing 777,aku juga pengin naik airbusA380 yang sejarah nya “superjumbo”.Dibanding pesawat yang pernah kunaikin,SQ yang paling mantap.omong-omong
    garuda ada A380 apa nggak? kalpo ada britau donk,masukin korankek
    “A380 garuda indonesia take off”.kan keren tuh

    udah ya

  9. Ya Ya Ya aku udah pernah naik pesawat SQ tapi boeing 777,aku juga pengin naik airbusA380 yang sejarah nya “superjumbo”.Dibanding pesawat yang pernah kunaikin,SQ yang paling mantap.omong-omong
    garuda ada A380 apa nggak? kalo ada britau donk,masukin korankek
    “A380 garuda indonesia take off”.kan keren tuh

    udah ya

  10. jangan salah, beberapa part dari superjumbo ini dibuat di bandung lho. kerja sama antar IAe dg BAe system. org2 kita bukan orang yg boleh dipandang sebelah mata( klo pemerintah boleh). baca http://gatra.com/artikel.php?pil=23&id=28362
    Coba IAe perusahaan swasta, mungkin g dipolitisasi. sekarang ahli2 IAe yg s2-s3 jadinya harus mengundurkan diri untuk kerja jadi ekspatriat di Seattle ato Toulouse

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s