Tenabang

Sabtu kemarin, aku “terpaksa” ke Tanah Abang (Tenabang) menjemput adik dan istriku, tepatnya di gedung baru yang warnanya hijau itu. Untuk mencapai tempat ini, diperlukan kesabaran ekstra karena pintu masuk parkirnya cuma satu. Sebelum masuk gedung kita harus rebutan dengan kendaraan lain. Semrawut sekali suasananya….

Udah gitu, tempat parkir di gedung ini tidak ada di setiap lantai, tetapi mulai dari lantai 7 sampai 12A. Jadi, pengemudi harus konsentrasi mendaki gedung parkir yang relatif curam. Setelah lama berputar-putar, akhirnya aku dapat parkir di lantai 12.

Aku janjian dengan adik dan istriku di lantai 8, tempat food court berada. Ternyata, food court di sini dikelola dengan serius. Pembayarannya aja menggunakan kartu yang terlebih dulu kita beli di kasir. Desain tiap restoran juga telah memenuhi kaidah estetis.

Segala makanan tradisional ada di sini, di samping restoran franchise yang umum kita temukan. Menu-menu yang sulit ditemukan di tempat lain, ada di sini. Ada soto tangkar, nasi bebek surabaya, laksa, nasi langgi, dsb. Pokoknya aku angkat jempol dua jari pada food court Tenabang ini.

Pengunjung di food court membludak. Hampir tidak ada tempat kosong. Jika melihat betapa ramainya food court dan orang yang berbelanja di sini, rasanya pengaruh kenaikan BBM tidak ada. BBM naik ya naik, belanja teteupppp.

Yang menarik, pasar ditutup pukul 15.30. Jadi, hati-hati jika menitipkan barang yang sudah dibeli karena keburu tutup. Adikku yang menitipkan belanjaannya di toko sebelum makan, kelimpungan mencari-cari toko. Untunglah semua toko bisa ketemu sehingga belanjaan bisa diambil. Kalau tidak, mesti diambil besok.

Salah satu fasilitas bagi pengunjung adalah mesjid yang relatif megah. Kayaknya ini mesjid pasar termegah yang pernah ada. Ventiliasi di dalam mesjid cukup baik, sehingga meski tanpa AC, pengunjung tidak merasa gerah.

Kami bergerak dari tempat parkir pukul 16.30. Tetapi baru sampai di bawah pukul 17.30. Bayangkan, satu jam kami terpuruk di mobil dalam kemacetan. Macetnya memang gila-gilaan. Mobil tidak bergerak sama sekali, karena setelah toko tutup semua orang berlomba keluar.

Besok-besok, aku akan pikir-pikir kalau diajak ke Tenabang lagi. Mending naik taksi deh…Tapi godaan wisata kulinernya….Nggak kuat juga….. Jadi, impaslah antara pengorbanan dan manfaatnya.

10 tanggapan untuk “Tenabang

  1. ICHI BAN! He..he… akhirnya (ada yg nyerobot ga nih?)
    Walaupun deket, belum pernah tuh ke sana. Kalau emang Foodcourtnya bagus, insya Allah akan saya coba. Makasih imponya bang.

    Sama-sama. Menu tradisionalnya lengkap deh…

  2. Waahh.. ntar kalau saya ke Jakarta, boleh deh dipamerin food court-nya Bang… naik taksi ajah.. hehe.. eh, apa minta anter Om Trainer, biar dia yang nyetir dan kita tinggal ketawa ketiwi aja ya? haha…

    Saya seneng banget tuh, kalau mal/tempat umum memperhatikan kecantikan musholanya. Ada satu mal di SBY yang musholanya nggak banget.. Nyempil di tempat yang nggak layak.. Aduh, nggak banget deh…

    Tapi di Tunjungan Plaza, malah masjid lho, bukan mushola. Cantik? Cantik banget… 😀

    mmm, terakhir nih. Bebek Surabaya?? Enak nggak??? Mau nggak, kalau aku ke Jakarta nanti, Abang aku bawain yang asli dari Surabaya? hehehe…

    Kayaknya enak dianter om trainer deh..Hi hi…becanda, Bos…
    Mesjid di tunjungan? Wah, selama beberapa kali main ke Tunjungan belum pernah nemu tuh.
    Mungkin saat itu kurang menjelajah kalee…
    Wah, kalau dibawain yang mateng sih dengan senang hati, La…
    Benar kata Ime-chan, jangan bawa yang hidup…..Ntar………(nggak jadi deh)…

  3. Tanah abang? Terus terang aku paling malas pergi ke tempat keramaian seperti itu. mau beli murah tapi jadinya mahal karena semua dibeli.
    Tapi kalau food courtnya enak, mungkin perlu dijabanin juga ya?

    BTW si Lala bawa bebeknya yang udah matang kan? kalo belum ntar tambah rame deh (nyaingin yang bawa hihihi…jgn marah ya…becanda loh :*)

    Wah…Ime-chan emang lain dari ibu2 pada umumnya.
    Rata2 ibu2 akan senang belanja di Tenabang, meskipun tempatnya semrawut.
    Apalagi laki2 seperti saya. Ehm…mikir dua kali ke sana lagi.
    Untung food courtnya komplit…..

  4. What ?? tenabang… ??

    hiiii… aku langsung gatelan … Alergi sangat.
    Ini adalah tempat yang kalo bisa aku hindari … Aku hindari … Satu lagi adalah pasar senen …
    Nggak bangets …
    Walo pun tempat makannya enak kayak apapun …
    Hi… Begidik aku mengingatnya …
    Huahahahah…
    (komen dari Makassar)

    Wah, si bos anti banget ya sama Tenabang.
    Nanti berurusan dengan Tomy Winata lho…(apa hubungannya?).
    Wah di Makassar nginap di mana, Bos?
    Dekat2 Losari?
    Bisa pake hotspot gratis di Losari, dong…
    Ehmm, makan ikan bakar karebosi, nyuk nyang, coto, sop saudara, dan main ke tanjung bunga…

  5. tenabang, mangga dua, pasar bogor….

    bikin mumet kepala 😦

    kayaknya ketebak deh polanya.
    meskipun ibu2, kalau dia suka ngeblog, pasti gak suka pasar yang crowded.

  6. repot juga kalo belanja tapi macet gt..
    walo udah kenyang makan di food court, karena macet bisa2 sampe ke rumha lapar lagi, huehehhehe

    iya ya…nyampe rumah bisa laper lagi…

  7. tanah abang? wah, ternyata masih menyisakan ruang publik utk menjajakan makanan tradisional. yang serba tradisional memang membuat orang makin tertarik, mas azwan.

    benar pak….makanan tradisional itu jika dikemas secara modern, ternyata dirindukan lho pak..

  8. Kalo ke tenabang tujuannya nyobain makanan/wisata kuliner, coba deh yg namanya ‘Bubur AC/Bubur asinan’-nya Ci opah di kebon kacang 4, ini makanan khas Tenabang, di sudut Betawi yg lain ga ade….cuman di Tenabang doang adenye….,

    Wassalam,
    Bobby A. Bachrudin

    Makasih infonya Pak Bobby. Nanti kalau ada waktu saya akan cobain rekomendasinya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s