Buku Sekolah Elektronik: Harapan dan Kenyataan

Saya mencoba mengetikkan kata kunci “buku sekolah elektronik” di http://www.google.co.id. Keluarlah 258.000 hasil penelusuran dalam 0.22 detik. Tiga teratas pada halaman pertama Google adalah sbb:

  1. Situs Resmi Depdiknas Ya iya lah…Akan sangat keterlaluan jika urutan satu ditempati web atau blog lain. Yang menyedihkan, pada saat saya klik web ini, ternyata loading…. terus, tidak masuk-masuk. Ada apakah gerangan?
  2. Webnya Pak Noorazam Engineers will Never Die, They only Fade…Pak Noorazam menyambut positif adanya buku elektronik ini. Ada empat komentar yang masuk. Sebagian mendukung, tetapi ada juga yang komplain karena lambatnya waktu untuk donwload yang bisa memakan satu jam per jilid buku.
  3. Webnya Pak Sawali dengan artikelnya Buku Elekronik Sekolah: Terobosan Yang Jitu dan Visioner. Ada 43 orang yang komen di web/blog Pak Sawali yang ramai nian ini. Hampir semuanya mendukung, tetapi ada juga yang mempertanyakan hal teknis, seperti infrastruktur dan kemampuan melek teknologi guru dan siswa yang masih relatif tidak merata.

Dapat saya tambahkan sebagai informasi bahwa saat ini pemerintah sudah mengunggah (upload) 49 jilid buku pelajaran dalam bentuk digital atau elektronik (SD, SMP dan SMA). Hanya saja, belum semua pelajaran, tetapi hanya pelajaran yang diujikan secara nasional (UN dan UASBN) yaitu Matematika, Sains dan Bahasa Indonesia untuk SD serta Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk SMP dan SMA.

Bagi guru dan siswa yang sudah melek internet, terobosan pemerintah untuk membuat buku digital sekolah ini sangatlah bagus. Tapi, pemerintah harus lebih serius untuk membenahi banyak hal, seperti:

  1. Kemampuan guru. Meskipun saat ini sudah ada komputer di tiap sekolah negeri, tetapi tidak banyak guru yang melek teknologi. Sebagian besar masih gaptek. Boro-boro mau download, menyentuh komputer saja mereka “gagap”. Terutama ini tejadi pada guru angkatan tua yang di masa mudanya belum ditemukan teknologi seperti saat ini. Ini ternyata tidak terjadi di desa atau pedalaman saja. Saya sudah buktikan, guru saya waktu SD di Medan bahkan masih belum bisa mengoperasikan komputer.
  2. Sosialisasi. Kelihatannya pemerintah memang gencar melakukan sosialisasi, baik di televisi, radio maupun di koran. Tapi kenyataannya, masih lebih banyak yang belum tahu daripada yang sudah tahu. Seorang blogger yang juga guru di Bogor ternyata juga belum mengetahuinya.
  3. Infrastruktur Internet. Hal ini meliputi server di depdiknas sendiri dan jaringan di seluruh Indonesia. Down-nya server depdiknas sehingga tidak bisa dibuka seperti yang saya alami pagi ini membuktikan bahwa infrastruktur dari pihak depdiknas sendiri belum siap. Jika siswa atau guru mengunduhnya dari warnet, saya belum menghitung apakah biayanya lebih murah daripada membeli buku edisi cetaknya.
  4. Infrastruktur Pendukung. Pasokan listrik sangat vital untuk mendukung program ini. Di Sumatera, Kalimantan dan daerah lain di luar Jawa, listrik ternyata masih menjadi barang mahal. Diberitakan media kemarin di Deli Serdang listrik hanya menyala beberapa jam saja sehari, sehingga banyak pabrik yang menderita kerugian.

Selain dua masalah di atas, ada masalah yang masih mengganjal bagi saya, yaitu:

  1. Masalah Hak Cipta. Di negara lain yang pendidikannya lebih maju dari kita, pembelian hak cipta dari penulis seperti yang dilakukan pemerintah belum ada presedennya. Di sana, hak cipta tetap dimiliki penerbit. Tapi hal ini mungkin masih bisa dibantah. Okelah, pemerintah kan berhak membuat keputusan yang menyejahterakan sebagian besar warganya. Mengapa harus pusing dengan hak cipta? Toh pemerintah sudah membelinya dari penulis?
  2. Masalah Matinya Kreativitas. Mengapa mati? Buku yang telah dibeli pemerintah hak ciptanya melalui penulis ini berlaku sampai 15 tahun. Penulis juga memperoleh honor sekali saja. Tahun berikutnya penulis tidak memperoleh royalti lagi seperti selama ini berlaku jika penulis bekerjasama dengan penerbit. Lalu, apa yang dilakukan penulis pada tahun kedua dan sampai tahun kelimabelas?
  3. Matinya Industri Penerbitan. Besar pasar buku pelajaran di Indonesia bisa mencapai 70% dari seluruh buku yang beredar. Karena itu, jika penerbit buku pelajaran gulung tikar, maka penerbitan buku umum juga akan terancam. Selama ini, penjualan buku umum banyak tertolong dengan subsidi silang dari penjualan buku pelajaran. Di banyak negara, pemerintah memberikan fasilitas pendidikan murah kepada rakyat dengan memberikan subsidi sehingga harga buku relatif murah, atau bahkan gratis. Sementara itu, industri penerbitan buku pelajaran tetap dibiarkan hidup karena di sana ada kreativitas, dan dapat menampung banyak tenaga kerja.

Penutup

Tampaknya, Buku Elektronik Sekolah belum bisa menjadi satu-satunya alat pembelajaran, melainkan sebuah alternatif. Apalagi jika melihat judulnya yang belum lengkap. Meskipun demikian, langkah ini merupakan terobosan pemerintah yang layak diapresiasi.

Tujuan awal pemerintah sebenarnya agar semua siswa dapat mengakses dengan mudah bahan ajar. Lagi-lagi, yang bisa menikmati Buku Sekolah Elektronik ini hanya segelintir siswa dan guru yang punya akses ke internet, terutama di perkotaan.

Akhirnya, buku teks rasanya tetap dibutuhkan dalam proses pembelajaran, sebagaimana banyak orang yang masih lebih menyukai koran cetak daripada koran on line. Entah sampai kapan, nanti perlahan-lahan buku cetak akan ditingalkan. Kapankah masa itu tiba? Jika setiap siswa telah mempunyai satu laptop? Waktu yang akan menjawabnya.

Sst…ini rahasia kita berdua ya…

Sebenarnya motivasi awal saya membuat postingan ini hanya ingin membuktikan teori SEO (Search Engine Optimization), sehingga postingan ini bisa masuk di halaman awal Google jika diketikkan buku sekolah elektronik. Tapi, kalau yang berkunjung ke sini dan komen tidak banyak, rencana ini tidak akan berhasil. Ah…ada-ada aja kata Ime-chan. Abang….abang, kata Bos Nh18….

29 tanggapan untuk “Buku Sekolah Elektronik: Harapan dan Kenyataan

  1. baca di awal begitu serius membahas buku sekolah..
    begitu di paragrap akhir??? aiiih ternyata menerapkan SEO *jd ingat postingan Pak Sawali* 😀
    kita dukung saja niat baik pemerintah..semoga benar2 bisa membawa perbaikan bagi pendidikan Indonesia. Amin

    dua-duanya serius kok, bu enpe…

  2. weh repot Bos kalau setiap siswa punya laptop..
    Lha boro-boro buat anakku, buat Bapaknya we belum ada :mrgreen:

    meluncur ke bse depdiknas..

    Trim infonya Boss.

    walaupun cita2 pemerintah sangat muluk, tapi harus kita dukung…
    one student, one laptop…

  3. Ah abang..abang… (lho benerkan reaksiku begitchu)

    but seriously …
    Untuk menerapkan hal ini akan banyakj sekali kendala yang akan kita hadapi …
    Seperti yg di jabarkan oleh abang…
    Tapi kalaupun nanti bisa berhasil … Ada banyak lagi masalah yang akan kita hadapi …hak cipta contek menyontek dan sebagainya …

    but someday somehow … Hal ini akan mungkin kesampaian …
    Dan penerbit buku pelajaran akan berfikirkeras untuk diversifikasi usaha …

    emiko blm komen mungkin krn sibuk …
    Lala blm komen mungkin krn gak ngerti …(hihihi)

    Salah satu diversifikasi usaha adalah meningkatkan penjualan buku umum, Bos.
    Aku menunggu naskah dari Bos nih….
    Kalau Lala udah ngirim satu, yang lainnya sedang dalam penyelesaian.
    Ime-chan juga ditunggu juga…..Kayaknya kalau dibuat buku seri Living Abroad atau “Seri Indonesian Expat” seru juga.
    Ime-chan tentu saja kebagian Living in Japan….Gimana Ime-chan?

  4. Hehe..16x Saya pikir si Abang bener2 mikirin industrinya, taunya… mikirin mang Google.

    Menurut saya, ini bukti yang sangat baik bahwa Diknas lagi keder prioritas program kerja mereka *halah sok tau* padahal di sana, Prof-nya ngga kurang banyak. Tapi untuk mikirin kayak ginian tidak harus menjadi Profesor dulu (meminjam istilahnya Prie GS), cukup dengan common sense dulu aja, insya Allah make sense. (haiyiah kayak puisi). Masa, di satu sisi ada UAN yang membuat pendidikan tertarik ke jaman baheula, sedangkan di sisi lain ada e-book yang membuat pendidikan lebih moderen dari negara maju sekalipun. *Hilang akal sehatku karena kau racuuuunnnn.*

    Jadi kebijakn ini madu atau racun? Yang jelas dong…Hi hi hi……

  5. hihihi………… ada -ada aja ya?

    aku analisa dulu deh bang…. nanti tulis komen lagi, biar kelihatan banyak dan langsung jadi nomor satu di google ;))… capek kalo jumat dan akhir minggu nih.

  6. sebagai sebuah alternatif, kehadiran BSE memang bisa dianggap sebagai upaya pemerintah utk membantu masyarakat terhadap akses dunia pendidikan yang masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan buku ajar karena mahalnya biasa. tapi, agaknya pemerintah memang suka mengambil langkah pintas, tanpa mempertimbangkan banyak faktor, persis seperti yang dikemukakan oleh mas azwan itu. BSE bisa juga dibilang sebagai “malapetakan” buat penulis dan penerbit buku, mas, hehehe 😆 apalagi kalau buku teks tersebut tidak murni diajukan oleh sang penulis sendiri, tapi lewat penerbit. berapa duwit nanti yang akan diberikan kepada penulis jika lolos dari penilaian pusbuk. harga hak cipta antara 100-175 juta per jilid, yang diberikan kepada penulis paling berdasarkan roylaty yang selama ini mereka berikan kepada penulis, haks. sbg penulis buku teks, saya terlambat menerima info dari pusbuk, mas, sehingga naskahku sudah kadung diterbitkan oleh penerbit tertentu. ndak tahu juga kecipratan berapa perak nanti kalau buku itu lolos penilaian, hehehe 🙂

    mudah2an kecipratannya lumayan ya pak, biar saya kebagian…hi hi hi…

  7. Sip Bang…

    nanti saya promosikan sama guru2 di sekolah…

    btw, janji yg mau nyariin buku buat saya ituh diitung HUtang ya :mrgreen:

    beres…nanti saya cariin…

  8. yuk, kita liat bentar…
    dari seluruh daerah kabupaten/kota di Indo, berapa yang dah ada fasilitas internet ato intranet…
    dari sekian juta orang tua murid, berapa persen yang ngeh apa itu internet
    berapa dana yang dialokasikan untuk program ini
    seberapa mendesak buku elektronik direalisasikan dan progam pendidikan apa yang sangat membutuhkan dukungan dana namun masih terabaikan?
    🙂

    benar, mbak….kayaknya pemerintah belum mengantisipasi hal ini. yang penting, ada aja dulu…

  9. Ha ha…per hari Sabtu 5 Juli 2008 pukul 08.30, postingan ini sudah nangkring di urutan ketiga di google.co.id, jika kita mengetikkan kata “buku sekolah elektronik”. Terima kasih kepada komentator yang telah bersusah payah memberikan opini dan menghabiskan bandwidth-nya. Ternyata, teori SEO memang bisa diterapkan. Lalu bagaimana menembus nomor satu? Nggak perlulah, itu sudah menjadi jatah bse.depdiknas.go.id.

  10. belum tentu loh bang? hihihi… sapa tahu…nih saya tambahkan analisa saya.

    Saya setuju dengan pendapat bu dewi di atas. Selain infrastruktur yang belum memadai, kebiasaan orang Indonesia adalah mencetuskan ide baru, dengan persiapan yang kurang matang, gembar-gembor lalu….tidak ada diupdate, akhirnya? bubar grak.
    Sifat yang “panas-panas tahi ayam” memang merupakan karakter bangsa (mespkipun saya juga termasuk di dalamnya). Kurang memikirkan continuitasnya, dan aspek-aspek yang sebetulnya menyangkut kepentingan orang banyak, seperti penerbit, toko buku, toko kertas, pabrik kertas, pemulung (saya rasa perlu dipikirkan juga kok) dll.
    Namun karena belum tentu proyek ini berhasil, penerbit juga tidak usah terlalu khawatir juga. Masih banyak juga yang lebih senang mamakai buku asli daripada buku fotokopian.

    Trial and eror memang baik, tapi kalau kita terlalu banyak pakai uang untuk itu, yang hasilnya belum tentu, maka perlu dipikirkan baik-baik dulu apa sih sebenarnya yang merupakan prioritas pendidikan itu sendiri.

    hangat-hangat tahi ayam? bubur ayam aja deh, ime-chan…biar kesannya nggak jorok.
    arigato gozaimasu, ime-chan…

  11. hangat-hangat tahi ayam? bubur ayam aja deh, ime-chan…
    —– kalo dubur ayam ngga boleh juga ya bang hihihi

    (bisa nambah rating lagi ngga nih :))

    wah, udah mentok, ime-chan. tetap di urutan ketiga.
    di urutan kedua itu yang punya salah satu pakar linux…
    tapi senang juga bisa ngelewatin pak sawali, secara yang komen di beliau lebih dari 43 orang.
    tapi kayaknya, besok2 ratingku bisa turun lagi nih…
    nggap papa….
    yang penting aku udah bisa membuktikan bahwa untuk menerobos halaman pertama di google itu mudah jika tahu caranya.
    makasih ime-chan tambahan komennya…

  12. Biasa, gaya proyek bagus, bahkan sangat bagus Depdiknas, tapi mereka ngak paham, atau setidaknya, tidak serius mempersiapkan kondisi obyektif lapangan. Berapa orang guru atau murid yang bisa dan mampua menagakses? Dipastikan prosentasinya dikkkiiiiiiiiiit. Wong saya tinggagl di kota kecil, duh kemampuan IT guru memilukan.

    Setuju, Pak. Kondisi obyektif lapangannya perlu dipersiapkan lebih baik lagi.

  13. Ah, maaf.. baru bisa komen sekarang: Sibuk nari, Booww… *nggak berangkat ke Jakarta, tapi Juara Umum Kategori SEMANGAT.. horey, horeey…hehe*

    Eniwei,
    Implementasi teknologi emang nggak bisa berjalan segitu gampangnya. Nggak bisa instan. Butuh proses, itu pasti. Sama kayak implementasi program canggih di kantor saya, setahun kemarin. Training demi training dijalanin sampai pusing, sing, sing. Banyak rekan-rekan senior yang sudah minder duluan karena mereka nggak melek teknologi. Dan semuanya mengeluh: SUSAAAHHH…. RIBEEETTTT… Tapi apa yang terjadi di kantor saya sekarang? System itu sudah berjalan dengan baik dan yap, rekan-rekan kerja sudah terbiasa mengerjakannya…. ^_^

    Itu soal teknologinya.
    Tapi kalau soal hak cipta dll dsb, ya repot juga ya kalau menyangkut soal royalti itu. Kontraknya panjang banget ya sampai lima belas tahun… Wah, mendingan saya kerja sama penerbitan buku yang konvensional aja deh.. hehehe… 😀

    Dan soal matinya penerbitan konvensional…
    Sama kayak yang dibilang sama EmiChan, nggak semua orang doyan baca yang fotokopian. Seperti saya ini. Enakan mengkoleksi buku-buku yang dicetak penerbit dan saya pajang di lemari buku saya… Lebih gimanaa gitu…

    Jadi Abang, no need to worry lah. Kalaupun usaha penerbitan nggak bisa se-grengg sekarang, itupun masih lamaaaaaaaaaaa sekali…… *sekarang, nikmatin aja deh.. dan ya, nikmati juga being the third…. hebat jugaaahh…. *

    psstt Om, Lala lagi sibuk, bukan nggak ngerti! *ngamuk.com* 🙂

    Makasih supportnya, La.
    Btw, nggak jadi berangkat ke Jakarta, berarti peluang ke Jepang juga tertutup ya?

    Nah Bos Nh, Lala ngerti kok. Dia cuma lagi sibuk nari aja…

  14. @lala…
    Tertegun …
    Kucek kucek mata …
    Ini bener komentar dari lala …
    Eh ternyata memang bener …
    Hah tumben …

    @emiko…
    Makin deket waktu pulang ke Indonesia..
    Emiko makin jor-se nih… Pasti diajarin Lala nih
    Mulai penyesuaian ya em…

    @abang …
    Hhmm tipsnya boleh ditiru nih …
    Yang jelas di aku … Kalo ngetik sunat bogem pasti nama blogku muncul di search halaman pertama…
    Langka sih … Dan hit postingku itu naik waktu menjelang liburan … Mau pada nyunatin juga rupanya…
    Thanks Bang…

    Lala komennya ngamuk, Bos, udah kayak postingan…
    Ime-chan kayaknya memang tambah bodor dan jorse ya semakin dekat dengan waktu ke luar negeri (Jakarta, maksudnya).
    Aku juga pernah search Bogem, dan yang muncul memang blog theordinarytrainer…
    Postinganku tentang Tiket Kereta Jakarta-Bandung, Taman Safari, juga ramai saat liburan gini.

  15. sorry menuhin komentar di sini bang

    @om senang
    belum tahu aslinya aku tuh….
    mau ngomong apa juga hayuh hihihi

    hi hi…semua pada komen di sini.
    aku senang sekali….

  16. ikut nimbrung…..

    Saya senang sekali dengan Konsep dasarnya pemerintah..ingin membuat buku pelajaran bisa lebih dekat dan murah ke masyarakat. Setidaknya ini adalah langkah “politis” tim SBY untuk menarik suara di pilpres 2009 nanti.

    Ada beberapa permasalahan yg telah di ungkap oleh temen2 diatas, mulai dari sarana dan prasarana di sekolah, SDM yang belum “melek” sampai dengan reaksi pihak penerbitan.

    Kalaupun sudah bisa di download..u biaya perbanyaknya (fotocopy) mungkin akan lebih mahal dibanding beli bukunya ya??

    Atau jika hanya hitam dan putih warnanya…anak didik akan tetap tertarik atau tidak untuk membacanya? (jadul…saya aja lebih suka baca Tapak Sakti or Tiger Wong..dari pada kho ping ho…hehehe…)

    Kalau sekarang kayaknya yang ngetop Baim Wong sih…
    Hi hi…

  17. @ Om : apa maksudnya TUMBEN????? *masihngamuk.com* 😀
    @ EmiChan: jor-se kan bawaan dari lahir ya, EmiChan… sama kayak ganjennya si Om ituuuhh… hahaha
    @ Abangkuw: hehehe, nyampah nyampah… *tapi seneng dong dianya.. 😉 *

    Ahhh Jepang… someday.. someday I will go there…. *apa ngikut EmiChan yaa??? wikikikikik*

  18. emang lasta masta… mantab Bos…

    – menanggapi sedikit… kalau yg di bahas di Blognya Pak Noorzam memang benar… perlu support yg besar dari beberapa Provider internet di tanah air… perlu mirror dari beberapa lokasi, biar dalam men download lebih cepat. karena hanya membutuhkan koneksi lokal ( IIX )
    besarnya BW ( bandwidth ) IIX bisa sangat membantu kalau tidak salah 100 MB share ( tolong koreksi klo salah ) coba bantu mencari di Google dengan kata kunci IIX…

    untuk di akses di lokal indonesia saja dengan IIX bisa di akses dengan cepat. semoga kerjaan mendiknas ini juga di support oleh Ristek.

    beberapa website yg di hosting di local biasanya lebih cepat di akses oleh kita dibandingkan dengan website yg di hosting keluar ( CMIIW ) tentunya dengan koneksi yg kita punya masing masing, dan perbandingan yg sama.

    diknas harus sudah menyiapkan infrastruktur yg bagus, dari BW yg disediakan sampai perangkat server yg handal. termasuk di dalamnya storage yg besar, buffer juga harus di perhatikan.

    ntar klo aku pas berkunjung ke gedung cyber bakalan ada server baru milik diknas, yg isinya database buku2 sekolah.

    dah ah sekian dolo…

    klo ada yg salah mohon di benarkan.. namanya juga pemula yg sok tau….

    salam indonesia bangkit

  19. – oh iya ini saya nemu link nya tentang IIX http://www.iix.net.id/ punya APJII

    saya contohkan :

    beberapa gamezone indonesia biasanya hanya mengambil koneksi langganan IIX dari ( ISP ) Internet service Provider. selain murah, karena server game yg bersangkutan hosting nya di indonesia ( baca Lokal )

    artinya apa? diknas bisa naruh server & database dan BW IIX dan BW internasional yg cukup, routing pada servernya harus cerdas, dengan logika begini, pada saat ada koneksi dari lokal arahkan ke BW lokal, jng sampai koneksi dari lokal masuk jalur internasional.

    dukungan speedy product telkom bisa membantu dalam proyek ini. internet goes to school.

    apa lagi ya…

    dah ah .. mohon maaf klo ada yg salah namanya kita pemula..

    salam

  20. di sini juga sudah ada… tentang buku sekolah elektronik…

    http://kambing.ui.edu/ ( ini contoh mirror ) pasti oleh om Linux Indonesia

    hebat kan dunia komputer indonesia…

    bangkitlah Indonesia ku

    coba klo ada anak kecil masih SD, tanya kan begini :

    Dek… apal Pancasila Tidak… ?

    aku udah beberapa kali ketemu anak kecil nanyakan hal ini dia bilang tidak tau…

    sedihnya… :((

  21. sedikit tersenyum… dan lega dengan adanya bantuan dari Website
    http://www.invir.com/index.html

    sungguh luar biasa jasanya dalam melakukan kompresi PDF dan meng ZIP nya.

    semoga amalannya mendapat pahala yg berlimpah…

    point penting di sini apa?

    – pemerintah kurang memperhitungkan konversi PDF, klo saya lihat konversi PDF dilakukan langsung melalui aplikasi yang di gunakan dalam me layout Bukunya. contoh dengan in design atau pagemaker. konfersi dengan aplikasi ini kurang padat ( istilahku ) dibandingkan dengan konfersi PDF dengan linux (CMIIW). sehingga perbedaan besarnya file sangat menyolok. dengan tidak mengurangi isi Bukunya..

    saluuut… 🙂

    salam

    CMIIW

  22. Masih Penasaran Aja AKu… 🙂
    tentang Buku Sekolah Elektronik… he he he

    Barusan coba Download dari websitenya http://bse.depdiknas.go.id
    gak bergerak sama sekali… kadang pelan banget… dari mirror kambing. padahal jalas jelas aku punya koneksi satu mega byte untuk koneksi internasional… gak usah di bahas klo IIX nya….

    duh bayangkan klo anak sekolah yang harus ke warnet :

    Perumpamaan
    Dialog anak sekolah dan penjaga warnet

    anak : selamat siang… mau internet mba..
    penjaga : oh silahkan… meja 11 ya dek…. (klick pengaktifan komputer jam 09.30)
    anak : iya mba… sambil siul siul,

    asumsi sang anak sudah tau alamat website BSe, http://bse.depdiknas.go.id/ click… la la la.. sang anak masih senyum senyum… tunggu punya tunggu webpage gak muncul muncul…

    anak : mba.. kok lambat ya munculnya….
    penjaga : hmmm… sebentar…. penjaga berusaha membantu…

    ( hanya seorang penjaga warnet yg tidak tau administrator router dan manage Bandwidth…. )

    penjaga : dek ini web site apa sih… ?
    anak : ini websitenya diknas mba… aku mau download Buku Pelajaran nih…
    Penjaga : buku pelajaran… ? download…? baru tau aku… 🙂
    anak : iya mba sekarang jamannya udah canggih… “Buku Murah Mba ”
    penjaga : wah hebat donk…. masih membantu masuk ke website http://bse.depdiknas.go.id/ .. nah udah masuk dek…. mana bukunya…?

    anak : eee… ini mba… tolong sekalian di download tin ya mba…
    penjaga : oke… kita bantu… waduuh kok ada pertanyaan agreement segala? mulai kuatir… karena gak tau tentang BSe… dek ini gak papa di download…

    anak : gak papa mba… udah di centang aja tuh agreement nya, trus pilih mirrornya…

    penjaga : oke deeh… sip… weee… ( dalam hati) besar kali file nya….

    asumsi proses download berjalan… meski rada lambaaat….
    setelah di tunggu tunggu…

    Anak : mba kok blum beres…?
    penjaga : hmm… bentar lg tuh…

    setelah di tunggu akhirnya proses download selesai….

    Anak : Mba minta di copy ke CD ya ( karena gak bawa flasdisk )
    penjaga : oke anak manis…
    anak : berapa semuanya mba…?

    penjaga : bentar… pencet pencet kalkulator…. 2 jam x 5000 = 10000 + burning CD 5000 Total 15 ribu

    penjaga : 15.000 Dek…

    anak : wadooow.. mahal banget mba…. muka kusam = ON

    transaksi selesai….

    tentunya ini blum selesai disini…

    hal hal yg perlu di pertanyakan :
    1. apakah sang anak punya komputer di rumah? bagaimana kalau tidak punya?
    tentunya harus langsung cetak file yg di donwload, berapa biaya cetak sekian ratus halaman? kalau tidak mau di cetak, apakah setiap kali anak harus buka komputer kalau mau belajar? bagaimana dengan kondisi di sekolah? sudah siapkah itu di implentasikan sekarang?

    solusinya : mungkin anak bisa patungan dengan temannya untuk mendapatkan harga murah.

    2. lebih murahkah dibanding dengan Buku yang sudah Jadi? ( Buku Cetakan )

    3.

    4.

    5.

    diteruskan besok ah…

    silahkan klo ada yang mau meneruskan… aku mau pulang dolo…

    salam
    semoga berkenan

    rgds

  23. terusin ah : 🙂

    * ) Asumsi Pertama

    – Biaya rental 2Jam dan burning CD = 15.000
    – Biaya Cetak Print di Rental +/- 50 lbr(halaman) x Rp 500 A4 = 25.000
    – Total Rp 15.000 + Rp 25.000 = Rp 40.000
    – Blum Dengan Print color Cover Buku

    *) Asumsi Kedua

    – Kelompok 5 Orang
    – Hasil Asumsi Pertama di bagi 5 orang
    – 40.000 : 5 = 8000
    – Penggandaan Fotocopy Rp 100,- x 50 lbr = 5000
    – Total = Rp 13.000,- / Siswa

    *) Asumsi Ketiga

    – Siswa mencari Tempat Fotocopy yg sudah mempunyai master dari Buku Tersebut
    – Siswa Tinggal minta di gandakan Buku Tersebut
    – Rp 100,- x 50 Lbr = Rp. 5000,-

    Point Pentingnya :

    – Tempat Fotocopy ( Penggandaan ) harus mulai cerdas dalam menyimpan atau memiliki master dari buku buku tersebut. untuk user user yang lain

    – Siswa harus hafal dimana tempat fotocopy yg lengkap master dari Buku nya.

    – Percetakan kecil bisa diuntungkan dengan adanya kebijakan ini (mungkin) 🙂

    – Siswa bisa menilai, mana yg lebih bagus dan menguntungkan, antara penggandaan dg fotocopy atau mencari buku cetakan HET.

    yang lain … yuuuk mariii….

    salam

    🙂

    cerdaslah Bangsaku….

  24. Terima Kasih banyak atas doanya Mas Daru Satrio. Saya cuma niat membantu saja kok. Soalnya saya juga mengalami kesulitan untuk download awalnya. Padahal setahu saya kalau download ebook buatan luar negeri kok kecil2 .. kenapa ini besar banget ….. saya coba otak-atik Adobe acrobat … eh jadi kecil …

    Oke deh .. buat yang masih kesulitan download coba ke http://invir.com, filenya sudah jauh diperkecil dan dijadikan satu file (tidak per bab) … mudah2an servernya masih bisa handle ….. tadi pagi masih cepet downloadnya …

    Salam selalu

    Eh, Mas Daru tuh disalamin sama Invir.com

  25. Ngomong panjang lebar tentang masalah gitu semua orang sudah bosan dan capek, to the point mana link buku yang bisa di donwload, blog isinya cmn basa basi g karuan….:P

  26. Biar bisa nambah rating …

    LO PADE ORANG INDONESIA EMANG CUMA BISA LIAT KUTU DISEBRANG
    LAOT TAPI TU GAJAH DI MUATAMU NDAK PERNAH KELIAT.

    mbok yao namanya juga program pemrentah baru seumur jagung diliat
    dulu tu perkembangan. trus kalo bisa jangan komentar mlulu. yang
    jlas Indonesia ndak bisa maju kalo banyakannya bau mulut diumbar mlulu.

    Tutup mulutmu tao kuda lumpingkan menginjak mulutmu, mari bekerja tak jemu-jemu, cangkul yang dalam waktu cari ngelmu…

    emang sih maksudnyakan buku digital tapi kan tu buku dah free trus bisa
    anak-anak fotokopi itu paling praktis. buat dapatnya bisa diwakilkan waktu
    MGMP-nan. kalo sdikit nekat sih bisa tuh dibuka di HP yang ada fitur PDF readernya. trus bisa juga kok anak dibelikan PDA macam audiovox thera 2032sp yang harganya waktu ini diinternet kisaran 850rb, ato N9110 yang
    biasanya dijual 500-an rb.

    kalo gwe punya ide gimana kalo slain di website juga diknas ngasih cd brante, diknas kirim 1 ke propensi, propensi kirim 1 ke kota/kabupaten, kota/kab kirim satu ke MGMP, MGMP cetak ke kertas 1 master. siswa copy sendiri-sendiri.

    kalo mikir percetakan gimana, ya namanya pembangunankan butuh pengorbanan. pejuang aja (to tolet tot tot tooot … pitulasan 2x)dulu kurban
    nyawa, inikan buat kemajuan bangsa juga. kalo anak lo pade pinter kan tar
    juga punya solusinya. lagian tuh juga bisa save pohon buat bikin kertas biar
    tidak dibalakin trus. Indonesia bisa ijo-royo2x lagi, iklim juga bisa tratur lagi kayak dulu, gicu

    locomotiv=motiv pemikirannya emang agak loco

  27. BSE ? . . Ga setuju… kasian sama penerbit buku yang lain…karyawan2nya pasti banyak yang dikurangi. Seharusnya pemerintah harus lebih bisa mengerti….

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s