Menarik juga melanjutkan obrolan kami dengan Erik Hartmann, Strategic Partner Development Manager, Google Inc. Terutama, saat mengetahui bahwa penerbit Malaysia ternyata belum bekerja sama dengan Google pada program Book Search.
Mereka merengek-rengek kepada Google untuk diberikan fasilitas yang sama dengan penerbit Indonesia. Tapi Google punya argumen kalau pasar Indonesia jauh lebih besar dari pasar Malaysia. Bangga juga sih bisa ngalahin Malaysia kali ini.
Aku juga sempat menanyakan bagaimana Google bisa memperoleh uang dari Book Search ini. Bukankah tidak ada iklan di sana. Selain itu, penerbit juga tidak membayar sepeserpun. Bahkan untuk ongkos pengiriman buku ke kantor Google di Singapura, penerbit tidak membayar apapun alias gratis.
Dengan semangatnya Erik menjelaskan kalau filosofi Google adalah memberikan pelayanan informasi kepada seluruh umat manusia. Google tidak mencari uang dari sini. Lalu dari mana Google memperoleh uang? Dari iklan untuk Search secara umum atau yang dikenal dengan Adwords.
Ehm…menarik juga meneladanai filosofi tabur-tuai ini yang sangat relevan dalam kehidupan kita. Kita harus memberikan yang terbaik lebih dulu kepada orang lain, atau bahkan sebanyak mungkin orang, baru selanjutnya kita akan menuai hasilnya.
Sebagai orang yang pernah tinggal di Cina selama tujuh tahun dan suka bepergian sejak kecil, Erik secara berbisik menegaskan kalau orang Amerika itu sebenarnya katak di dalam tempurung. Mereka hanya bisa berbahasa Inggris, dan tidak pernah mau berusaha belajar bahasa lain dan mengenal budaya orang lain.
Ayah Erik seorang dokter, sementara ibunya seorang perawat. Keduanya mengabdikan diri sebagai pekerja sosial di Rwanda, Afrika. Karena itu, sejak kecil Erik terbiasa bergaul dengan masyarakat dari negara berkembang.
Yang menarik, Erik adalah pemain bas betot. Itu tuh, instrumen yang besarnya kayak dinosaurus. Dengan keahliannya ini dia bisa memperoleh penghasilan tambahan jika bermain dengan grup band jazz di Cina.
Karena susah dibawa ke pesawat, bas betotnya ditinggal di Cina. Di Singapura dia membeli lagi bas betot baru.
Menurut Erik, bas betot tidaklah seromantis piano, seseksi gitar atau semelankolis saksopon. Pemain bas betot selalu berada di belakang, sehingga kurang dikenal. Akibatnya, tidak banyak orang yang berminat menjadi pemain bas.
Bagi Erik, ini merupakan blessing in disguise. Karena agak sulit mencari pemain bas betot, Erik mudah sekali diajak bergabung dalam grup band. Moral ceritanya barangkali, milikilah keahlian yang tidak umum agar kita dicari orang.
Dalam sebulan, pernah Erik hanya 5 hari ada di Singapura. Selebihnya dia mengunjungi penerbit di berbagai negara Asia. Barangkali, akan lebih murah baginya untuk menginap di hotel daripada menyewa apartemen.
Ditanya apakah dia akan selamanya di Google, Erik menjawab dengan tegas, “No Way”. Dia bercita-cita mendirikan penerbit sendiri. Buku pertama yang akan diterbitkannya berjudul “Shangri-La” (mirip nama hotel pinggir kali). Novel ini bercerita tentang pencarian jati diri seorang bule di negara-negara Timur. Mungkin mirip The Alchemist-nya Paulo Coulho.
Saat ini Erik masih bingung apakah akan belajar bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Tentu saja saya sarankan dia untuk belajar bahasa Indonesia. Pasarnya lebih besar kan? Ah, Erik, tak terasa sudah pukul 10.15. Kami harus pulang. Istri sudah menunggu di rumah….
HHmmm …
Very Nice Guy Bang … very nice guy …
Bass itu sebetulnya mempunyai peran yang sangat penting … namanya juga Bass …
Dia ada lah base … dasar … yang mengawal rhythym agar nuansa lagu tidak kemana-mana dengan tempo yang tepat pula …
Dia juga bisa menjadi dasar untuk mengawal melodi yang dimainkan sis exy gitar dan siromatic Piano …
(lha … bocor dah gua …)(abang sih mancing bicara soal musik …) hehehe
(bang ini yang abang bilang dulu mirip inisial nama saya ya Bang …)
Oh iya … hampir lupa …
PERTAMAX DEH … !!
PERTAMAX SIH …!!!
PERTAMAX DONG …
(hehehe)
(masih dari Makassar)
hmmm saya bisa jadi fans nya si Eric tuh
1. tidak suka menonjolkan diri
2. memberikan service terbaik, terlepas dari dapat uang atau tidak.
3. setuju bhw orang AS bagai katak dalam tempurung hehhehe
Ketigax!!!!! *ketigax kokx senengx?*
Enak juga jadi Eric, kerjaannya jalan2 terus. Kalau ada lowongan boleh juga saya masup ke Google. Hehehehe..16x BTW dia umurnya udah berapa taun sih Bang?
Kalau sebulan cuma 5 hari di Singa, kasihan juga ya anak-istrinya ditnggal sama bang Toyyib 😀 Eh dia udah nikah belum ya? *walah saya kok jadi kayak biang gosip gini*
Satu lagi, saya pikir bass betot itu alat musik yang suka dipake bencong. “bang toyyib…bang toyyib….” *hihihi..16x geli*
wah, ternyata begitu ya permainan bisnis om google. bagus juga tuh kontribusinya terhadap umat manusia. keuntungan dari adwords disedekahkan juga utk memasang e-book gratis. salut juga nih manajemen google versi erik hartman, haks 🙂
Its nice stoty……asyik juga mendengar pendapat orang lain bagaimana cara berbisnis, dan selalu mencari hal-hal baru….
si Erik sutuh belajar bahasa sunda aja om kek diriku..
secara diriku juga lagi belajar bisa bahasa sunda biar bisa ngobrol dengan baik dan benar dengan calon mertua
Orang-orang Amerika adalah katak dalam tempurung??
Hmmm….. I have to agree with you. Karena faktor mereka adalah pusat-nya dunia kali yaa… Tapi teman Amerika saya, bisa banget tuh bahasa yang macem-macem. Bahasa Jerman, Perancis, Jepang, Thailand, Mandarin, dan Indonesia. Ya.. ini balik ke orangnya masing-masing kali yaaahh… 😀
Bas Betot… setuju sama Om, bas itu jadi patokan ketukan lagu. Dulu pas masih ngeband, begitu Bas-nya kacau, musiknya jadi lari kemana-mana… Makanya Bassist-nya kudu jago, biar ga berantakan…
Soal dia bilang, “No Way” dan bermimpi untuk membuat penerbitan sendiri… hhmmm… semua orang memang WAJIB punya mimpi. Ini supaya kita punya arah dan keinginan untuk moving forward… Ah, seru sekali ceritanya ini Bang… thanks yaa…
weh.. Mas Erick ini gajinya berapa boss.?
“Ehm…menarik juga meneladanai filosofi tabur-tuai ini yang sangat relevan dalam kehidupan kita…..”
Akur.. terima kasih dah diingatkan.
Bass betot … Itu mungkin biasa orang sebut fretless bass…
Kalo bas betot yang pake kotak sabun dan senarnya ban dalem dan kolor celana itu …
Mmm …Bo itu sih …three string bass… Weiceh …
terus si erick kapan kawin boss ? diriku yang lebih muda aja dah gak betah melajang terus.. dari ortu sampe handai taulan selalu bertanya “kamu kapan?”
Mbah punya pengalaman dengan Google Book Search … ada satu buku yang sudah lama mbah cari-cari, baik di toko-toko buku maupun tanya-tanya sama teman, tapi tetap saja tidak ketemu
Bulan lalu mbah cari lewat Google Book Search … ya ampun, cuma dalam hitungan detik langsung ketemu … huh dasar kakek-kakek nggak tahu teknologi hahaha
Kapan ya Google menciptakan buat nyari orang ? hahaha
@ gunawan
ngga betahnya pengen cepet kawin atau nikah?
beda loh…
aku aja dulu ngga pengen cepet nikah hihihi
@ mbah
coba aja isi mbah justinus, langsung keluar banyak tuh
aku pernah coba cari mbah justinus lewat google 🙂
kalo cari coutrier pasti banyak tapi yang dari indonesia ya cuman keluarga saya aja ;))
Satu lagi soal bass ituh …
Ada juga yang bilang accoustic bass …
Anak orkes bilang … Bass cekek …
Salah satu pakar jazz bass cekek … Kalo gak salah jeffry tahalele … juga Pra budidarma …indro juga jago…yuke semeru … Dan james PSP heheheh…
(aaahh nyrocos mulu … Maap maap bang). Minggu gak ada kerjaan … Jadi mati gaya nih.
kalo aku pernah denger disebut bas betot…. hihihi
bass betot,,,,,,,,,,,,,,,t kesukaanku