Hari Jumat minggu lalu, aku terlibat dalam sebuah proyek “akhirat”, mengutip pernyataan pemilik perusahaan tempat aku bekerja, Bapak Haji Syaifullah Sirin. Mengapa disebut proyek akhirat? Karena proyek ini bertujuan untuk mewujudkan berdirinya sebuah pondok pesantren di Sumatera Barat yang berafiliasi ke Pondok Modern Gontor. Jadi tidak ada janji profit sharing di proyek ini.
Proyek ini diinisiasi oleh Dewan Dakwah & Risalah (DDR) yang terdiri dari tokoh serantau yang berasal dari Sulit Air, sebuah nagari yang terletak di kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dengan luas tanah lebih dari 10 hektar diharapkan pondok ini bisa menjadi pusat cahaya bagi pendidikan di Sumatera Barat.
Menurut sohibul hikayat, salah satu pendiri Gontor, almarhum Kyai H Imam Zarkasyi pernah berguru kepada Prof Mahmud Yunus di Padang Panjang. Maka, sekaranglah saatnya Gontor membalas budi kepada orang awak.
Berbicara mengenai afiliasi, ada dua tipe pondok yakni gontor cabang dan pondok alumni. Gontor cabang menggunakan sistem yang sama persis dengan Gontor pusat, atau kalau dalam bisnis disebut dengan sistem franchise. Hanya saja, tidak ada unsur uang yang menjadi fee atau sejenisnya di sini, karena semuanya berlandaskan keikhlasan. Saat ini ada 13 pondok Gontor cabang, sehingga jika terwujud, maka pondok yang di Sumbar ini menjadi Gontor 14.
Adapun tipe kedua adalah pondok alumni yang boleh mengadopsi sistem Gontor dan sistem lain yang dianggap baik. Contoh pondok alumni ini adalah PM Ngabar di Ponorogo dan PM Darunnajah di Jakarta.
Lalu proyek apa yang saya terlibat di dalamnya?
Sekumpulan perantau sukses dari Sulit Air ini bertugas sbb:
- membebaskan tanah adat dari para ahli waris sehingga mereka bersedia mewakafkan tanah mereka untuk dibangun pesantren.
- melakukan pendekatan dengan pemda setempat agar dapat mendukung perizinan dan infrastruktur yang mendukung berdirinya pondok
- melakukan pendekatan kepada pihak Gontor agar bersedia membuka cabang di Sulit Air.
- mencari dana kepada para wakif (orang yang berwakaf) untuk pembangunan fisik pesantren.
Secara umum, tugas tim ini selesai begitu bangunan pesantren berdiri. Setelah itu, orang-orang Sulit Air tidak berhak lagi campur tangan terhadap kebijakan pesantren. Dari sini dapat dilihat bahwa tidak ada motif finansial dalam proyek ini.
Dana awal yang dibutuhkan untuk membangun pesantren ini sekitar 7 milyar. Kemudian, karena gedungnya didesain sesuai nilai seni dan kontur yang berbukit-bukit, serta kapasitas yang bertambah, maka rencana anggaran mencapai sekitar 20 milyar. Alhamdulillah, saat ini sudah ada komitmen dari donatur senilai Rp 1.6 milyar. Subhanallah.
Rencananya, yayasan ini akan melelang ruang yang ada di pesantren: misalnya ruang kelas, kantin, aula, mesjid kepada para donatur. Cara ini dinilai lebih efektif dibanding jika sumbangan diminta dalam bentuk uang.
Bosku yang dikenal dengan gelar Datu Rajomangkuto menyumbang satu mesjid senilai Rp 1 milyar. Mudah-mudahan Allah membalasnya berkali lipat.
Ada catatan menarik dari nagari Sulit Air ini. Meskipun hanya berlevel nagari, tapi perantau mereka sangat kompak di rantau. Mereka mempunya organisasi yang bernama SAS (Sulit Air Sepakat). Saat halal bi halal, tidak ada gedung yang mampu menampung semua perantau di Jakarta. Akibatnya, acara halal bi halal diadakan di lapangan.
Setiap dua tahun sekali mereka selalu mengadakan pulang basamo (mudik bareng). Akibatnya, saat sholat Ied, jalanan menjadi macet total. Sampai-sampai ada himbauan agar pada saat sholat Ied, tidak ada yang boleh bawa mobil ke tempat sholat.
Kesuksesan orang Sulit Air ini sudah menjadi buah bibir di kalangan orang awak. Beberapa ada yang menjadi dirjen, anggota DPR, dan pengusaha sukses. Bahkan, tetangga di nagari sekitar Sulit Air, banyak yang mengaku-ngaku kalau mereka berasal dari Sulit Air. Istilahnya, numpang beken…
Begadang Sampai Pagi
Pada rapat tim panitia yang berlangsung di Ciloto, Puncak pada Jumat sore lalu, sangat terlihat antusias mereka. Rapat dimulai dari sekitar pukul 19.00 dan berlangsung hingga pukul 02 pagi. Rapat berlangsung sangat dinamis. Meski umur mereka sudah banyak yang sepuh, tetapi semangat untuk mencari keputusan yang terbaik tidak menghalangi mereka untuk berdebat panjang. Terkadang sampai bertegang urat leher, namun tetap memperhatikan suasana kekeluargaan.
Yang uniknya, tim ini tidak hanya terdiri dari pria. Ada sekitar 5 orang perempuan yang rata-rata mantan aktivis HMI. Tidak segan-segan perempuan ini mendebat pihak lelaki jika mereka menganggap pendapat mereka lebih baik. Aku yang jadi anak bawang, dan hanya menyaksikan dengan takjub.
Sesekali angin dingin Puncak masuk ke dalam ruangan. Ingin rasanya aku mengeluarkan kembali angin tersebut, tetapi aku tentu saja menahannya karena tata krama tidak mengizinkannya. Hingga rapat usai pukul 02 pagi, segelintir orang masih terus terjaga termasuk aku dan Pak Haji. Datuk Polong masih kuat bercerita dan didengarkan oleh yang lain. Aku hanya mendengarkan, dan berusaha memahami sambil terkadang terkantuk dan menguap.
Law of Attraction
Jika melihat sepintas rasanya kebetulan sekali aku ikut dalam proyek ini. Mengapa? Karena aku pernah belajar di Gontor selama 3 tahun. Yang uniknya lagi, ketua DDR yang menjadi penggerak tim ini adalah alumni Gontor sekaligus saat ini Dekan Fakultas Ushuluddin UIN, tempat aku juga pernah menuntut ilmu. Hanya saja, dulu kami tidak sempat bersua karena Bapak Dekan ini sedang menuntut ilmu di Australia.
Jadi, tidak salah kalau Pak Haji menarikku sebagai tim pengurus pembangunan Gontor Sumbar ini, meskipun aku bukan orang Sulit Air. Kalau masalah kepadangan aku sudah tak asing lagi. Rumah makan padang beserta masakannya yang menggoyang lidah sudah sangat akrab bagiku. Jadi kalau untuk ngomong tambo ciek, baa kaba, sudah tak asing lagi.
18 tahun lalu aku meninggalkan pondok dan tidak pernah sekalipun aku berkunjung ke sana. Barangkali dengan keterlibatanku pada tim ini Allah menunjukkan jalan agar aku kembali menjalin silaturahmi dengan pondokku. Kesibukan kerja biasanya selalu menjadi alasan.
Ponorogo memang tidak terlalu jauh dibanding Medan, jika ditempuh dari Jakarta. Tapi, di Medan kan ada orangtua sehingga motivasi untuk mengunjunginya pasti lebih kuat. Itu yang selalu menjada alasan pembenar bagiku untuk tidak mengunjungi pondok. Apalagi, aku dulu tamat sebelum waktunya, yakni setahun sebelum kelulusan, sehingga ada perasaan tidak terlalu nyaman kalau harus ke pondok. Cerita ini lain waktu akan aku ceritakan.
ahhh abang silaturahmi yang terjalin kembali memang indah…
apalagi untuk proyek “akhirat”
saya menantikan cerita “bolong” 1 tahun yang misterius yah…
tabik
EM
wah bro… ternyata dirimu “absen” beberapa saat karena terlibat proyek ini ya…? bilang deh sama bosmu, aku bersedia dg ikhlas membantu bila ada yang dibutuhkan… π
eh, bener nih, “kecelakan sejarah” ente 18 tahun yg lalu itu mau diungkap…?? hehehe….
satu lagi, yg benar itu “tambuah ciek” bukan “tambo ciek”.
tambo dalam literasi orang minang adalah semacam “kitab suci”, kira2 seperti primbon gitu deh… π
jangan di korup pula yak, proyek akhirat ini π
Ah Abang …
Saya tersenyum membaca postingan abang yang ini …
Memang saya bukan urang awak asli …
Namun keterikatan dan kecintaan saya pada Bumi Minang ini mungkin sama besarnya dengan kecintaan saya pada Tanah Jawa …
(You know why lah …)
Dan ya memang betul sekali … Perantau Sulit Air memang terkenal ulet dan banyak yang berhasil di perantauan …
Trainer bertanya pada diri sendiri …
“sudahkah saya mempunyai proyek akhirat ?”
Ma Kasih Bang …
(Taragak jo Randang Nenek)
Seperti EmiChan…
Lala penasaran juga sama cerita lulus setahun lebih cepat..
Seperti Om NH…
Lala jadi bertanya-tanya, apakah saya punya proyek akhirat?
Hm…
Proyek Akhirat yang kecil-kecilan itu kayak apa ya Bang…
Menyantuni Anak Yatim, termasuk nggak?
Semoga proyek akhiratnya sukses.
Semoga sukses dengan proyek akhirat-nya …
Baru tahu nih punya Abang yg alumni Gontor. Manstab!
Proyek akhiratnya juga mudah2an berjalan lancar.
Wah, salut pada pak Haji Syaiful… π
semaga amal ibadah abang diterima di sisiNya. amin
Asww..Lam Knal Akhi
Moga sukses Proyek akhiratnya
Assalamualaikum,wr,wb,
Bapak atau Abang Hery Azwan yang saya hormati, salam kenal dari saya H.Mulyadi Dt.Marah Bangso (52 th), orang Sulit Air yang berdomisili di Palembang dan juga ikut terlibat secara emosional dan juga dilibatkan sebagai koordinator daerah untuk Palembang dan sekitarnya oleh Team Pembangunan Gontor Cabang Sulit Air ini.
Pada rapat pertama di Bandung saat setelah selesai Acara Silaturahmi Pemangku adat Sulit Air tgl 5 Januari 2008 tahun lalu, saya ikut hadir rapat di kantor atau di rumahnya angku Dt.Rajo Mangkuto. Mungkin waktu itu Abang Hery Azwan juga ikut rapatnya ya …. sayang kita saat itu belum berkenalan. Kami diundang makan malam oleh angku Dt.Rajo Mangkuto dan setelah itu rapat dimulai.
Pada milis Sulitanet yang saya kelola, info tentang Gontor ini sangat minim, sampai saat saya ketemukan Blog Abang Hery Azwan ini. Untuk itu saya mintak izin tulisan abang tentang Gontor diatas saya copy paste kan di milis Sulitanet agar semua orang Sulit Air dimana saja berada bisa membaca perkembangannya. Untuk itu sekali lagi saya mohon izin dan mintak maaf atas kelancangan saya meneruskan info ini di milis orang Sulit Air itu.
Saya juga punya blog yaitu http://mulyadisulita.wordpress.com
Mari kita berlomba-lomba ke dalam proyek akhirat ini dengan menanam biji di Ladang Amal kita masing-masing.
Wassalam,
HM Dt.Marah Bangso
Mangkanya klo mo tau sulit air jangan bermain di dunia maya aja….telusuri tu…..untuk proyek akhirat, sampai dimana akuntabilitas dan transparansi anggaran proyek gontor di kampung yang bernama sulit air itu.ini di sampaikan karna saya hadir dan nelesuri bakal lokasi tersebut, sampai dikurung hantu rimba guguak mandi-mandian,klo ga salah ini sekitar 8 bulan yang lewat,termasuk pada saat peletakkan batu pertama pembangunanya,disini ada semacam kejanggalan dari niat awal yang saya dengar di saat tahapan sosialisasi PSA gando dahulu,bahwa proyek akhirat ini d samping t4 beribadah juga tempat penyaluran tenaga kerja lokaldari anak nagari yang masih nganggur.ternyata realitanya di datangkan tenaga kerja dari pulau jawa,oleh yang merasa dirinya penentu,bahkan sempat disindir oleh gamawan fauzi saat pidato sambutan di acara tersebut.seperti ini bunyi bahasanya yang saya tangkap “JANGAN SAMPAI TERJADI ORG SULIT AIR MENJADI ORANG SUKA MANDI”.
untuk sementara sampai di sini dulu…..
tahun 94 saya jauh-jauh dari kinali ke gontor dan memakan waktu kurang lebih sekitar 3 hari 3 malam. tahun 2000 awal saya telah tamat dan mengabdi di Gontor VI Magelang, “Daarul Qiyam” Jika proyek akhirat ini terwujud, maka urang awak tidak akan kesulitan lagi mengantarkan anak-anaknya ke Gontor, karena Gontor telah ada di kampung awak.
gi mana sih cerita sebenarnya gontor itu,, saya putra sli sulit air,, meminta kepada orang -orang besar nagari sulit air,, gimana kalau di adakan pendidkan di gontor itu grati biaya rinagn untuk para remaja sulit air,,, karena mayoritas orang sulit air berekonomi randah,, dan tak ada yang sanggup untu biaya sekolah di gonto rtersebut,, mohon di pertimbangkan. terima kasih
SAS(Sulit Air Sepakat)yang dibentuk pada tahun 1918 memang bagus sekali, bagi perantau perantau orang Sulit Air yang berada diseluruh Kep.Nusantara dan luar Negeri.
Pertanyaan saya, apakah SAS dapat dipertahankan 50 tahun lagi dari sekarang, karena banyak perantau perantau orang Sulit Air Sejati/Asli, sudah kawin banyak bercampur yang bukan dengan pemuda/pemudi orang Sulit Air, dan banyak sekali sudah turun temurun diperantauan, dan sudah pasti generasi baru ini sudah lagi tidak dianggap orang Sulit Air Sejati/Asli.
Terima kasih.
Mohon bantuan informasi, apakah pesantren ini sudah mulai? Anak saya kelas VI SD sekarang, berminat mau nyantri. Tolong hubungi nomor 081266278462. Terimakasih banyak.