Ini bukan sejenis soto yang bisa kita dapatkan di Kampung Tempo Doeloe, La Piazza pada acara Jakarta Food Festival baru-baru ini bersama soto ambengan, soto madura, soto medan, soto betawi, soto surabaya, soto solo, soto banjar. Tidak juga berhubungan dengan kepangkatan dalam militer meski di situ ada kata mayor. Tidak berkaitan juga dengan istilah dalam musik laksana D mayor, D minor. Sotomayor adalah nama orang.
Kemarin malam saya beruntung dapat menyaksikan di CNN nominasi Sonia Sotomayor (54 tahun) menjadi Ketua Mahkamah Agung Amerika. Dalam nominasi ini Sotomayor didampingi oleh Presiden Obama dan Wapres Joe Byden. Obama mengulas secara singkat riwayat hidup Sotomayor dan menyajikan latar belakang mengapa dia memilihnya.
Sebagaimana Obama, Sotomayor juga merupakan keturunan imigran. Bedanya Obama peranakan Kenya yang pernah tinggal di Indonesia, sementara Sotomayor berasal dari Puerto Rico yang termasuk bagian dari warga Hispanic Amerika.
Masa kecil Sotomayor dijalani bersama keluarganya yang relatif sederhana. Ibunya seorang perawat yang kerap harus bekerja 6 hari seminggu (ini mah biasa, di sini juga gitu kok). Bapaknya hanya lulusan kelas 3 SD dan bekerja sebagai buruh pabrik dan meninggal pada saat Sotomayor berumur 9 tahun. Sejak itu sang ibu membesarkan Sotomayor sebagai single parent dan mesti bekerja di dua tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dapat disimpulkan bahwa Sotomayor merupakan salah satu bukti American Dream. Dari keluarga yang tinggal di lingkungan bronx, ternyata dengan pendidikan yang baik, Sotomayor bisa menjadi pejabat tinggi negara .
Pidato Sotomayor terstruktur rapi sehingga relatif jelas bagi saya sehingga tidak terlalu kesulitan memahaminya, secara listening skill saya agak bolot. Sebagai seorang Hispanic, dia sadar banyak warga hispanic yang kurang paham jika dia berpidato dengan cepat dan menggunakan kosa kata yang susah. Sebagian besar warga Hispanic bahkan banyak yang belum bisa berbahasa Inggris. Lho kok?
Pidatonya yang berdurasi sekitar 5 menit sangat menarik dan menyita perhatian. Saya jadi kagum. Kok hampir semua pejabat Amerika rasanya pidato mereka bagus-bagus. Dulu Condoleezza Rice juga sangat apik berbicara.
Yang juga menarik perhatian saya di acara ini adalah keakraban antara Presiden dan Wapres dengan Sotomayor. Setelah pidato Obama usai, dia mempersilakan Sotomayor mengambil tempat di mimbar sembari menempelkan pipi kanannya ke pipi kanan Sotomayor (ya iyalah, masa ke pipi kiri). Sebelum Sotomayor berpidato, Obama juga sempat membisikkan beberapa kata, mungkin isinya,”Nyantai aja, Mbak. Jangan Tegang”.
Keakraban pemimpin seperti ini bagi saya sangat menyejukkan setelah beberapa hari terakhir menjelang pilpres kita disodori saling berbalas pantun antara pejabat tinggi dan saling kecam antara tim sukses. Tapi kita harus maklum. Namanya juga lagi jual kecap. Kalau lempeng-lempeng aja pasti nggak ramai dan kita tidak bisa melihat diferensiasi pada ketiga capres. Mudah-mudahan setelah terpilihnya presiden dan wakil presiden nanti, huru-hara ini segera berakhir. Selanjutnya kita akan disuguhi oleh adegan yang penuh keakraban dan kehangatan, bukan kegerahan karena disindir.
Iya bang …
Saya pikir ini Soto Mayor …
atau tentang pemain bola itu … (eh ada nggak ya yang namanya soto mayor ??)(perasaan ada deh …)
Salam saya Bang
jadi itu nama orang ya bro? hehehe…
jangan2 nanti ada yg juga orang amrik yg bernama sotomedan, 😉
aku setuju sekali soal cara berpidato pejabat amerika itu; singkat, padat dan berisi. yg pasti, mereka juga mempersiapkannya dg baik. aku sempat gemes melihat megawati ketika dialog bersama kadin tempo hari… duh, sering banget dia jawab: “kok pertanyaannya sulit ya?”, jayus banget bukan? niatnya bercanda, tapi justru menjatuhkan wibawanya di depan orang banyak…
bro… terus terang, aku selalu menunggu tulisan bernasmu… jangan lama2 update tulisan ya… ntar karatan lho, hehehe… 🙂
Membaca tentang Sotomayor di Kompas sangat menarik, perjuangan seorang Hispanik yang akhirnya bisa mendapatkan karir yang tinggi.