Susan Boyle akhirnya kalah dari sebuah grup tari dalam final acara ajang pencarian bakat di Inggris, British Got Talent. Meskipun demikian, Susan rasanya tak perlu kecewa karena dia telah ditawari sebuah label untuk merekam suaranya. Apalagi, lebih dari enam minggu Susan selalu menjadi liputan televisi ternama di dunia seperti CNN. Tidak hanya itu, cuplikan penampilan Susan banyak disaksikan via Youtube.
Apa yang bisa kita pelajari dari kasus Susan ini?
Pertama: mitos bahwa penampilan fisik selalu menjadi pertimbangan utama dalam industri hiburan ternyata telah diruntuhkan oleh Susan. Secara fisik, Susan tidaklah semenarik bintang muda seperti Britney Spears. Apalagi dia sudah berumur 48 tahun yang kalau dilihat dari kaca mata industri hiburan barangkali telah expired.
Akan tetapi, Susan punya magma yang telah terpendam sekian lama. Kualitas suaranya yang dahsyat membuat penonton tak lagi mempedulikan tampilan fisiknya.
Kisah sukses ini tentu sudah lebih dulu dialami oleh Oprah, atau di sini Tukul, Tika Panggabean, dsb. Jadi, kalau anda merasa memiliki bakat yang luar biasa dalam suatu bidang, jangan takut untuk mengembangkannya meskipun anda merasa tidak cantik atau menarik.
Kedua: tidak ada kata terlambat untuk menggali bakat. Ini terbukti dari Susan yang baru terlihat potensinya setelah dia berumur 48 tahun. Mungkin sebagian orang akan berkata, βEmang selama ini kemana aja loe?β Jadi, selama kita merasa kita mempunya bakat yang belum digali, maka cobalah terus. Siapa tahu bakat ini dapat mengubah hidup Anda.
Saya sendiri mempunyai banyak bakat, tapi memang belum digali secara serius. Bakat musik saya barangkali cukup lumayan. Meski tidak pernah kursus piano, tetapi saya bisa memainkan seuntai lagu baru langsung tanpa latihan. Kelemahannya, saya tidak bisa membaca not balok, sehingga kemampuan saya ya begitu-begitu aja.
Lalu kenapa dulu saya tidak kursus piano? Dulu, saat saya SD hingga SMP, ekonomi keluarga belum baik. Boro-boro buat kursus piano. Belum lagi kalau harus beli piano. Tidak pernah terpikir saat itu kalau saya sekarang bisa bermain piano. Jadi, bisa dibilang memang tidak ada kesempatan dan saya juga tidak merasa bisa saat itu.
Saat saya di pesantren, kebetulan ayah saya mampu membeli sebuah keyboard merek Casio sehingga setiap liburan akhir tahun saya selalu berlatih bermain. Mula-mula saya berlatih perpindahan kunci melalui buku lagu Indonesian Hits yang dijual di toko buku.
Setelah kuliah di semester 4, saya membeli keyboard Yamaha seharga satu jutaan di Glodok. Bos NH tentu tahu bagaimana kualitas keyboard seharga tersebut. Dari keyboard inilah saya pernah berkenalan dengan seorang pencipta lagu pemula. Dia meminta saya membuat aransemen untuk lagu yang diciptakannya. Lagu ini kemudian ditawarkannya kepada Ryan Kyoto yang masih keluarga dekatnya. Namun malang, lagunya tidak pernah diterima oleh Ryan.
Saya juga pernah punya band di kampus. Mungkin kalau melihat suksesnya band Wali yang juga alumni IAIN saya suka ngiri. Band saya yang personilnya terdiri dari teman sekelas hanya sempat satu kali manggung pada acara inaugurasi mahasiswa baru. Setelah itu bubar karena mungkin kurangnya komitmen dari anggota tim.
Meskipun saya menguasai keyboard, tetapi untuk bermain piano tidak pernah saya bayangkan sebelumnya karena tekanan piano lebih keras daripada keyboard yang mekanik. Suatu hari saya mengunjungi rumah seorang teman yang punya piano, dan saya mencoba menirukan intro lagu How Do You Heal The Broken Heart dari Chris Walker yang sangat khas. Awalnya memang sulit, tetapi lama-lama bisa juga meski meraba-raba. Sejak saat itu, setiap berkunjung ke rumah teman yang punya piano, atau menginap di hotel yang ada pianonya saya selalu didaulat oleh teman2 untuk main. Pernah saya diajak oleh seorang teman untuk mengiringinya bernyanyi di LIA Pramuka pada acara Conversation Class. Teman saya itu, akhirnya menjadi penampil terbaik pada acara tersebut.
Terkadang saya berpikir, kalau dulu waktu SD saya mengikuti kursus piano, pasti saya bakal jadi mantannya Titi DJ dan Sofia Latjuba? Kok bisa? Ya, saya kan jadi Indra Lesmana??? Gubrakkk…
Lalau mengapa sekarang tidak berusaha belajar lagi? Di umur segini rasanya sudah tidak banyak waktu untuk belajar. Apalagi jika harus dilakukan sambil bekerja sepanjang hari. Seandainya pun bisa, hasilnya mungkin tidak akan optimal. Tapi setelah melihat kasus Susan Boyle, ada sedikit harapan untuk bisa membaca not balok dan menguasai piano secara baik dan benar. Lalu setelah itu ngapain? Minimal untuk kepuasan batin kaleee…
Anda punya pengalaman mengenai potensi diri yang belum tergali? Monggo sharingnya. Potensi Diri episode 2 akan segera menyusul…
So …
Satu-satunya cara adalah …
Berlatih sendiri di rumah bang …
Sense of musik sudah ada …
Aku pikir tinggal memperbanyak … kombinasi-kombinasi accord yang bisa kita lihat di buku-buku musik itu …
Dapet kok bang … percaya ama saya …
About Susan Boyle …
Di Indonesia sudah ada buktinya … siapa lagi kalau bukan Trio Topodade … yang suaranya dahsyat itu …
Salam saya …
Terima kasih untuk support-nya Bos. Tapi sebelum belajar, pianonya harus dibeli dulu kan? He he…Nyicil dulu deh….Btw, kalo untuk beli piano kok rasanya mahal banget ya? Tapi kalo untuk beli hand phone kok kayaknya bisa. Karena, piano nggak bisa dibawa-bawa, jadi nggak bisa mejeng. Hwarakakadahhhhh….
jadi…nanti kalo aku mudik kopdar cari tempat yang ada pianonya ya bang… kan kudu dicoba tuh.
(padahal di rumah jakarta juga ada piano yang cuman buat pajangan aja bertahun-tahun)
EM
aku sudah buktikan kepiawaianmu bermain keyboard bro… di puncak, beberapa waktu yg lalu… patut ku acungi jempol buat kemahiranmu itu…
kalau pak nh memberi contoh topodade, aku mau kasi contoh joe shandy dan limbad… joe seumuran kita, sementara limbad, sepertinya jauh di atas kita. tapi, ternyata mereka menemukan dunia mereka di usia yg sudah matang…
tentang potensi diri ini, kok aku jadi ingat petuah yg sering kita dengar dulu ya? “gali potensi, raih prestasi”, masih ingatkan, hehehe… π
aku…? kira2 potensi apa yg kumiliki? hmmm… nanti dipikir2 dulu ya…
eh, ngomongin topodade, aku kok setiap kali melihat personilnya, selalu teringat nechan imelda, kenapa ya…? hehehe… π
Belajar sambil bermain aja om…
emang kadang orang tidak sadar akan potensi nya, misalnya pingin jadi programmer padahal potensinya adalah design graphic.
terkadang baru sadar setelah bertambahnya usia, walaupun demikian masih ada waktu menggali potensi diri.
Salam, Bang Hery
Sejak kecil, saya juga sangat suka mendengarkan atau menonton orang bermain piano. Tapi boro-boro buat kursus piano (apalagi beli piano), untuk biaya sekolah saja ibu saya yang janda harus bekerja mati-matian. Jadi keinginan belajar musik tak pernah kesampaian. Dua tahun yang lalu, tiba-tiba timbul niatan belajar nyanyi. Eh, bisa juga ‘keluar suara’ meskipun masih bengkok-bengkok nggak karuan (tapi lumayanlah, wong tadinya saya sama sekali nggak bisa nyanyi). Lalu, tiga bulan lalu timbul ide merekam suara dalam CD (wakakak! bener-bener nggak tahu diri … beugh !!).
Dalam usia yang sama dengan Susan Boyle, apa masih mungkin belajar keyboard?
wah saya nggak punya potensi / bakat di musik dan seni lainnya … paling banter cuma bisa menikmati …
Hm…
Membaca tulisan Abang berikut dengan komentar-komentarnya membuat Lala mikir, “Aku masih belum lagi 30 tapi kok udah kepikiran belum bisa apa-apa, ya…” Padahal, Abang begitu bersemangatnya untuk mulai menggali kembali potensi diri. D’oh! Malunya aku… π
Setuju sama usulnya Sis Imel deh.. Ntar kapan2 kalau kopdar, harus di tempat yang ada keyboard/piano-nya, biar aku n sis Imel nyanyi, Abang n Om NH yang gantian mengiringi… Dijamin, lala ga mau pulang ke Surabaya… hehehe…
konon pengembangan bakat tak mengenal usia, mas hery. talenta yang luar biasa dalam bermain musik pun tak ada salahnya utk digali dan diasah kembali. god bless pun malah makin berkibar meski usia mereka tak bisa dibilang muda lagi!
Itulah risikonya sistem
penentuan pemenang lwt penjurian
srng terjadi subjektivitas
alias sukar mengharapkan keajaiban
Saya setuju dengan EM, ntar kapan2 kalau kopdar sekaligus disiapkan yang ada piano atau organ nya.
Wahh lha aku kompetensinya apa ya? Menghafal nama lagupun tak bisa, hanya sekedar mendengarkan musik.
Ya ya ya … potensi diri … saya harus belajar dan tersu belajar … harus
Wah baru tau nih si Abang punya bakat piano. Coba berkunjung ke RS OMNI, Bang, katanya di lobynya ada piano… π