Beberapa minggu lalu aku berkesempatan merasakan eksotisme waduk Cirata. Waduk yang terletak di dekat Cianjur ini merupakan salah satu dari tiga waduk buatan yang memanfaatkan aliran Sungai Citarum. Yang paling hulu adalah waduk Saguling yang terletak di sekitar Raja Mandala, Bandung Barat. Di tengah-tengah ada waduk Cirata. Selanjutnya yang paling hilir adalah waduk Jatiluhur yang terletak di dekat Purwakarta. Ketiga waduk ini dibangun sebagai PLTA, pembiakan ikan, sumber irigasi dan sumber air minum.
Bersama keluarga (ayah, mami, istri, adik dan ponakan) kami berangkat pagi-pagi sekali dari Bandung. Kebetulan ayahku yang baru datang dari Medan senang memancing dan sangat terkesan dengan acara di tv yang menampilkan keramba atau pembiakan ikan di Cirata. Secara kebetulan guru mengaji Acal, ponakanku punya adik yang menjaga keramba di Cirata. Maka pucuk dicinta ulam tiba. Tercapailah cita-cita ayah ke Cirata.
Sebagai penanda, di jalan Bandung-Cianjur, setelah jembatan Citarum, kita berbelok ke kanan setelah menemukan pesantren Al Musri. Dari sini tinggal sekitar 3 kilometer menuju waduk. Jalannya sedikit rusak. Jangan terkejut jika ada pungutan bertiket dari warga. Nggak mahal sih, Cuma beberapa ribu saja.
Setiba di pinggir waduk, sudah terlihat keramba yang menghampar dari pinggir hingga tengah waduk. Beberapa pemancing sedang asyik menunggu ikan menyenggol pancingnya di atas rakit yang mereka sewa. Menurut info, satu rakit disewakan senilai Rp 10.000. Pemancing diantar dengan sampan, kemudian sorenya akan dijemput.
Setelah berada di rakit tentu saja pemancing tidak bisa pindah lagi ke mana-mana. Untuk konsumsi, biasanya mereka sudah membawa bekal dari rumah. Adapun bagi yang tidak membawa bekal sama sekali tidak perlu khawatir karena ada toko berjalan menggunakan sampan yang menjajakan dagangannya kepada para pemancing. Sekeluarga kami naik perahu yang muat sekitar 8 orang. Jadi paslah.
Perahu yang menggunakan mesin ini hanya dinakhodai satu orang, sehingga dia harus berjuang sendirian. Mula-mula dia mendorong perahu dan melepas tali di pinggir waduk. Setelah itu dia beralih ke sisi lain untuk menyalakan mesin perahu. Proses perpindahan sang nakhoda ini acap menimbulkan kehebohan. Sesekali perahu bergoyang sehingga penumpang sedikit gugup dan berteriak. Apalagi mamiku yang orangnya khawatiran. Dia selalu berteriak latah saat perahu bergoyang.
Perjalanan menuju keramba tidak lama. Tak sampai lima menit, tibalah kami di keramba. Ternyata di sana ada rumah sederhana. Di dalamnya ada dapur, dua ruang tidur, bahkan toilet. TV juga ada, dengan mengambil aliran listrik dari genset yang disewa bersama.
Di sini rupanya ada beberapa pemilik keramba. Kita pun jika punya uang, bebas mengambil kapling air dan menempatkan keramba di tengah waduk, selama belum ada pemiliknya. Hanya saja, tidak boleh menghalangi akses menuju keramba lain. Setelah perahu tiba di keramba, proses turun dari perahu merupakan aktivitas yang sedikit menakutkan karena perahu bergoyang. Apalagi, kita mendarat di atas jembatan bambu yang bergoyang jika diinjak. Namun, setelah tiba di rumah terapung, ketakutan perlahan menghilang digantikan oleh kenikmatan melihat ikan yang bergerombol menyerbu makanan berupa pelet yang kita tebarkan.
Anak-anak sangat senang melihat adegan ikan yang bergerombol ini sehingga mereka selalu berulang-ulang mengambil pelet dari karung goni dan menyiramnya ke air. Sementara, para orangtua biasanya selalu melarang anak-anak yang exhited ini karena khawatir pemilik keramba akan marah. Waktu memberi makan ikan pasti ada jadwalnya sehingga tidak boleh terlalu sering. Kalau keseringan, bukan apa-apa tapi tekor. Ha ha ha…
Jadi, setelah cuci tangan, lagi-lagi ponakanku Acal dan Sasa tetap membandel dan dengan diam-diam memberi makan ikan. Mungkin mereka tidak bisa disalahkan juga karena adegan ikan bergerombol ini sangat menarik hati. Ribuan ikan nila bergerombol merebut makanan yang ditebar. Siapa yang tak senang melihatnya.
Tak lama, keramba juga diramaikan dengan kedatangan keluarga sang penunggu. Yang menyeramkan sang ibu bercerita kalau beberapa hari yang lalu ada orang yang terpeleset hingga kecebur dan baru kembali setelah dua hari dalam bentuk tinggal tulang. Mendengar cerita ini kenikmatan kami sedikit terganggu karena khawatir atas keselamatan anak-anak yang bermain di atas bambu.
Yang menjadi problem, anak-anak tidak sedikitpun menunjukkan rasa takut. Dengan santainya mereka berjalan ke sana kemari, terkadang berlari di atas lima helai bambu yang jika diinjak bergoyang itu. Mungkin sudah capek mamanya berteriak-teriak memanggil mereka. Sebentar mereka bisa patuh. Tetapi tak lama. Setelah beberapa saat kembali mereka bergerak mencari permainan sendiri.
Ayahku yang asyik mancing di luar keramba ternyata belum menemukan metode yang pas sehingga pancingnya tidak disenggol ikan. Lain lubuku lain ikannya, lain padang lain belalang. Mungkin umpannya beda dan caranya juga beda sehingga sulit mendapat ikan. Menjelang siang, ayah memancing di dalam keramba setelah minta izin dari pemilik keramba. Tentu saja dalam sekejap ikan pun nyantol.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tapi Pak Asep yang belanja di darat tak kunjung tiba. Padahal perut sudah keroncongan. Untunglah beberapa saat kemudian terdengar perahu Pak Asep mendarat. Nasi dimasak, tempe dan tahu digoreng. Lalap tinggal dicuci dan dihidangkan. Sementara ikan segar cukup dibakar.
Pukul 13.30 barulah kami menikmati makan siang di tengah waduk. Ehmm…karena ikannya segar dan baru dipanen, rasanya manis sekali. Dengan bumbu bakar sederhana berupa kecap dan mentega, kami sangat menikmati ikan bakar tersebut. Apalagi dicocol sambal terasi yang pedasnya sampai ke ubun-ubun. Nikmatnya ruarrrr biasa…Dahsyat…
Pukul 14.00 kami berkemas dan kembali menaiki perahu. Proses embarkasi dari keramba ke perahu kembali disibukkan dengan perahu yang bergoyang. Tak lama perahu tiba di darat dan kami pun langsung pulang menuju Bandung dengan mobil. Kapan-kapan kami akan kembali lagi.
Kalau dipikir-pikir, memang dilema ke tempat ini membawa anak-anak. Tanpa mereka, acara jadi nggak rame. Dengan mereka, kita selalu khawatir kalau mereka jatuh. Solusinya, lain kali jika membawa anak-anak, pakaikan rompi pelampung sehingga ada pengaman kalau mereka jatuh. Pengetahuan tentang alam sangat penting bagi kehidupan mereka dan pengembangan otak anak-anak sehingga sayang jika mereka tidak bisa menikmatinya.
Pertamax … (keknya)
Sekarang baru Komennya :
Asik bener sekeluarga mancing di Cirata …
kesampaian juga si Ayah mancing ya …
Yang jelas asik juga nih … ada penjaja makanan terapung …
Bisa masak di atas keramba ? … hhmmm sekali-sekali kudu dilihat nih supaya kebayang seperti apa bentuknya …
Bang…
aku pernah tulis tentang Cirata
sebuah picture book Jepang yang menceritakan pembuatan waduk Cirata
http://imelda.coutrier.com/2008/08/31/anda-tahu-plta-cirata/
sayang, abang ngga upload picturenya biar lebih afdol
EM
skrinsutnya mana om\/
wah… asyik kali bro…
sebetulnya aku tidak begitu suka dengan memancing, tapi membaca ceritamu ini, aku jadi kepengen juga suatu saat merasakannya… 😀
Wah bang… asyik juga yah jalan2 ke Cirata.
Waktu SD doang sih pernah keliling sungai maen ke rumah terapung terus makan ikan bakar… Maknyus sampai ke ubun-ubun… hahaha…
waah…asyiknya….kalau mancing yang seperti ini memang asyik ya. Bunda nggak paham asyiknya mancing, tapi kalau jalan jalan lewat sungai…ada orang mancing….dalam hati bunda bertanya..”telaten benar orang ini….”secara kalau Bunda …mancing di pasar aja deh…he..he…
Terbayang asyiknya bisa mancing bareng sekeluarga. Saya pernah ke Cirata saat anak-anak masih kecil, untuk mengajarkan pada anak apa gunanya sebuah waduk.
Klo saya mancing paling jauh cuma di kolam paman saja 😛
Haloo Mas, seru banget cerita di ciratanya. Boleh minta cp orang yang punya keramba disana? mungkin bisa jadi bahan liputan menarik untuk program tv saya…Buku Harian si Unyil, tolong kabari ke imel yaa…thanks….
mantap mancing di ciratamah nya laukna meni gararede
jeng lamun temenang ngusepna urang bisa meli kanu ngajaring jeng anu gaduh kolam nya
memancing emang menarik sma kluarga tapi lbih enak ama selingkuhan, ha………….
kayak curhat ya kang hehe