Pagi ini, Rafik dan Poetri iRadio mengangkat tema tentang dosen yang sering mempersulit mahasiswa dalam penulisan tugas akhir. Kesulitan bertemu dosen bisa disebabkan oleh kesibukan dosen maupun oleh faktor non teknis lainnya.
Ada beberapa tipe dosen tugas akhir yang dapat diidentifikasi sbb:
- Dosen yang sangat sibuk di luar kampus, biasanya sering keluar kota. Hari ini ada di Ambon, besok di Poso. Dosen tipe ini biasanya hadir di setiap tempat yang lagi dilanda konflik. Tak jelas, kapan dosen ini ada di kampus.
- Dosen yang nggak ke mana-mana, tetapi sulit ditemui. Biasanya dosen ini memang sok sibuk.
- Dosen yang tidak bisa ditemui di kampus, tapi lebih suka ditemui di mana saja. Pernah kejadian, sang dosen ditemui di rumahnya, padahal sang dosen sedang mengadakan hajatan di rumahnya.
- Dosen yang baik hati, selalu ada untuk setiap mahasiswanya.
Terlepas dari beberapa tipe asal-asalan di atas, saya punya pengalaman menarik dengan dosen pembimbing saya waktu kuliah S1. Namanya Dr Johan Hendrik Meuleman, seorang orientalis berkebangsaan Belanda. Beliau tinggal seorang diri di Indonesia. Sementara keluarganya tinggal di Aljazair. Dosen ini sangat fasih berbahasa Indonesia, bahkan lebih baku daripada kita sendiri, orang Indonesia. Beliau suka memamerkan ungkapan yang tergolong aneh seperti “anggitan” untuk kata konsep. Nah loe? Ngerti kagak?
Suatu kesempatan yang tak saya lupakan adalah saat saya mendatangi rumahnya di Lebak Bulus untuk keperluan bimbingan. Saya disambut dengan ramah olehnya.Tak ada rona merengut atau nuansa penolakan darinya.
Tak lama kemudian, pembantu rumah tangganya datang menyajikan teh manis dan pisang goreng. Woi, apa yang saya alami ini jauh sekali dari pengalaman teman2 yang dipersulit oleh dosennya seperti sharing dari i-listener.
Saat magrib tiba, beliau mengajak saya shalat berjamaah. Beliau menjadi imam dan membaca surah panjang setelah Al Fatihah. Wow, saya tidak pernah mengira beliau hafal surah yang tidak lazim dibaca. Benar-benar seorang orientalis yang telah menjiwai obyek studinya sehingga beliau tertarik menjadi muallaf.
Dari segi materi skripsi beliau juga tidak banyak mempersulit. Pada tahap awal beliau menyarankan agar saya menulis skripsi saya dengan bahasa Indonesia saja. Padahal, awalnya proposal dan bab I saya tulis dalam bahasa Inggris.
“Apakah skripsi ini mau diterbitkan di luar negeri?”
“Tidak, Pak.”
“Kalau tidak, saya menyarankan agar skripsi ini ditulis dalam bahasa Indonesia saja. Boleh sih dalam bahasa Inggris, tapi saya tidak punya waktu untuk mengoreksinya. Cari dosen lain saja.”
Kontan saja saya yang tidak begitu yakin dengan bahasa Inggris saya, ya dengan senang hati mengikuti sarannya. Awalnya sih untuk gaya-gayaan saja sebenarnya. Kan keren kalau skripsi ditulis dalam bahasa Inggris. Sekalian belajar bahasa Inggris. Tetapi rupanya, Pak Meuleman melihat bahwa bahasa Inggris saya parah banget kaleee….Jadi, saya putuskan untuk mengikuti sarannya. Lagipula, saat itu sudah semester 9, jadi sudah telat satu semester.
Bukan itu saja pengalaman menarik saya dengan Pak Meuleman. Pada suatu konser piano di Erasmus Huis, saya secara tak sengaja bertemu dengannya. Setelah konser usai saya bergegas pulang. Di tempat parkir saya melihat Pak Meuleman di dalam mobilnya. Rupanya dia melihat saya dan langsung mengajak saya naik ke mobilnya. Yah, kebetulan nih, dari pada naik Kopaja ke Blok M. Singkat kata, akhirnya saya nebeng di mobil beliau dan turun di tengah jalan (saya lupa di mana persisnya).
Begitulah pengalaman dengan tugas akhir saya. O ya, pembimbing satu lagi orang pribumi. Setelah skripsi disetujui oleh Pak Meuleman, dosen yang satu ini tanpa babibu langsung menorehkan tanda tangannya. Ya begitulah ceritanya. Bagaimana dengan tugas akhir kamu?
Dosen wempi susah ditemui dan wempi pun jadi agak malas untuk menemui. haha… jadi untuk tugas akhir butuh waktu 1 tahun tuk tamat 😆
hmmm
dua dosen pembimbingku di S1 dan S2, dua-duanya baik, TAPI menyerahkan semuanya terserah aku.
Jarang bimbingan skripsi/thesis, tapi ikut ketar-ketir sebelum ujian dan langsung meng-OK in skripsi dan thesis yang sudah jadi.
Untung saja kedua topik skripsi dan thesis ku adalah pelopor di bidangnya, sehingga sidang skripsi dan thesis bukannya tanya jawab malahan presentasi. Hasilnya? Tentu A dong…hihihi
(Sorry ya bang kok berasa narsis banget deh nulis gini. bukan aku banget. tapi aku jadi bisa flasback dan menyadari waktu aku menulis tugas akhir itu memang berdarah-darah sendirian….hiks dan mungkin untuk waktu sekarang belum mau mengulang kondisi spt itu)
EM
Alhamdulillah, sampai saat ini aku selalu mendapatkan dosen pembimbing yang kooperatif dan menyenangkan… 🙂
Sebetulnya yang harus kooperatif tidak hanya dosen, tapi mahasiswa juga. Agar semuanya berjalan dengan baik, maka antara dosen dan mahasiswa harus punya kesepakatan soal jadwal bimbingan. Dengan demikian, si mahasiswa tidak terbengkalai tugas akhirnya, dan si dosen tidak terganggu waktunya… (ini bukan curcol lho, hehe…)
Bro… ente beruntung sekali dibimbing sama Meuleman. Dia salah satu tokoh yang aku sukai… 🙂
Dosen pembimbing saya parah. Yang pertama, dosen senior yang jaga wibawa, Zainun Kamal. Katanya, skripsi tuh gak perlu rumit-rumit, emangnya mau bikin thesis. pikir saya, nih orang apa gak niat membimbing atau terlalu banyak ngurusin mahasiswa pasca? Yang kedua, lebih banyak bertindak sebagai editor EYD. Jadilah, seksi Ibn Taymiyyah saja yang banyak dikritik, sedangkan seksi Wittgenstein-nya didiamkan apa adanya. Makanya, gak perlu heran waktu ujian skripsi dapat nilai A, lha yang ditanyakan soal ecek-ecek. Mungkin karena kesal, setelah ujian saya langsung merubah total skripsi saya hanya dalam tempo sebulan saja. Dan terbukti, mereka tidak bisa membedakan, mana skripsi pertama dan kedua. Gak paham kali?
Wah beruntung sekali Bang Azwan bisa mendapatkan pembimbing seperti Mr. Meuleman itu, pasti sangat menyenangkan yah…
Kalau ketika Tugas Akhir S1 alhamdulillah tidak begitu sulit, Dosennya punya kesibukan tapi masih bisa kalau bikin janji, jadinya tidak sampai menyulitkan, sehingga skripsi bisa selesai tepat pada waktunya…
Sebagai dosen pembimbing, saya selalu berusaha membantu mahasiswa. Gampang ditemui, bisa dimana saja, asal janjian dulu. Janjian pun cukup dengan sms.
Sebagai mahasiswa bimbingan? Dosen pembimbing saya di S1 dan S2 baik-baik, sangat membantu. Promotor di S3 yang pertama agak sulit, sehingga akhirnya ganti promotor lain. Alhamdulillah promotor yang sekarang sangat baik …
Skripsi S1 saya biasa-biasa saja Bang …
Dosen saya juga relatif sangat mudah ditemui …
(mungkin saya saja yang sulit menemui beliau) hehehe
Hanya ada satu pembelajaran penting ketika saya menulis skripsi dengan beliau …
Yaitu saat draf pertama saya masukkan …
Saya menulis Banyak … Tebal … biar gaya … biar kelihatan pintar … skripsinya keren …
Tapi oleh beliau … disunat habis-habisan … tinta merah dimana-mana …
Dan sebagian besar berbunyi … “Tidak Perlu” … “Tidak Relevan” dan … just simply … tanda “X” (yang besar sangat )
Ya … dari situ saya belajar untuk menggunakan kalimat yang efektif dan tidak bertele-tele …
(dan itu berdampak pada cara saya ngeblog kini … yaitu … One Page Only …)
Demikian Bang …
(weh … panjang juga kali ini …)
(BTW … Lima Menara keren ya Bang …!!!)
Ikutan Bangga !!!
Saya bersyukur dapat dosen pembimbing yang baik hati, tidak sombong dan mudah ditemui. Tidak ada hal yang berat selama bimbingan… cuma koreksi penulisan kata-kata saja yang lebih baku.
kangen bu Diah 😀