Dalam postingan Tour ke Negeri Singa (2) sudah diuraikan bahwa kami naik MRT dari Bugis menuju Kranji. Kami berganti kereta di Stasiun Jurong East. Sebenarnya ada alternatif lain, yakni berganti kereta di stasiun City Hall. Alternatif selanjutnya, naik bus menuju Johor di Queen Street.
Setelah turun di Kranji kami menyeberang jalan lewat jembatan penyeberangan. Lalu lintas saat itu dipenuhi truk dan mobil pribadi yang sangat padat. Aku mulai khawatir kalau kami akan terkena macet hebat di jembatan Causeway Link (jembatan yang menghubungkan Singapura dengan Johor Bahru). Bus yang kami nantikan bernomor 160 atau 170. Untuk memastikan aku menanyakannya kepada petugas berbadan tinggi besar yang menggunakan rompi SMRT.
Banyak bus yang lewat tapi selalu penuh, bahkan penumpang harus berjejal. Setelah hampir 30 menit menunggu lewatlah bus 178. Petugas tadi memberi isyarat agar kami menaiki bus ini. Aku sedikit bingung karena bus ini bukanlah yang aku tunggu. Tapi karena petugas tadi berupaya meyakinkan, maka kami pun akhirnya menaiki bus ini.
Aku membayar 3$ untuk berdua. Tak lama bus berhasil keluar dari kemacetan. Rupanya yang macet hanya jalan belok ke kiri, sementara bus kami jalan lurus. Kurang jelas juga, kemana belok kiri tadi berakhir. Sekitar 10 menit, bus berhenti di halte Woodland. Aku mendapat intuisi kalau kami harus berhenti di sini. Aku bertanya kepada sopir yang berwajah China, namun dia tidak bisa menjawab dengan jelas dengan bahasa Inggris terbata2. Dia menyarankanku bertanya kepada penumpang lain. Maka, aku meminta saran kepada penumpang apakah ini halte yang tepat jika kita mau ke Johor. Seorang ibu Melayu berkerudung mengiyakan. Maka, kami pun turun. Bus melanjutkan perjalanan entah ke mana.
Kami menaiki gedung Woodland checkpoint mengikuti penumpang lain. Luar biasa jauh perjalanan menuju pos pemeriksaan imigrasi ini, kita harus keluar masuk lorong. Terkadang sedikit bingung karena harus naik lagi beberapa lantai. Kalau aku perkirakan ada sekitar 500 meter. Di sepanjang jalan banyak dijumpai sign “No Loitering or Waiting”. O ya, menurut pengalaman wisatawan lain di blog, apapun bus yang kita naiki, dalam pemeriksaan di check point kita harus membawa tas atau bagasi kita karena nantinya setelah pemeriksaan imigrasi kita bisa naik bus apa saja, yang penting satu perusahaan (satu merek).
Antrian di imigrasi cukup panjang. Ada sekitar 15 orang di tiap baris. Satu persatu paspor penumpang diperiksa. Tak ada masalah berarti di sini. Total waktu untuk antri di pemeriksaan ini sekitar 30 menit. Setelah usai pemeriksaan dan distempel, penumpang bergerak menuruni tangga menuju terminal bus. Di sini kembali terlihat antrian panjang. Ada 2 baris antrian, yang tidak jelas di mana ujungnya. Di lain pihak, terlihat penumpang yang berdesakan untuk masuk ke sebuah bus. Kami pun bingung. Mau antri yang tak jelas, atau menunggu bus saja (yang tak jelas juga).
Aku meminta saran kepada seorang bapak berwajah Cina, dan dia menyarankanku untuk menunggu bus saja. Beberapa saat aku ragu karena setiap bus menepi, maka serombongan penumpang menyerbu.
Sementara dari kejauhan terlihat rombongan penduduk Johor yang dengan santainya menyeberang dengan mengendarai sepeda motor lewat jalur khusus.
Di tengah kebingungan, aku memutuskan mengantri, sementara Yuli tetap duduk di kursi mengantisipasi jika ada bus yang datang. Lebih dari 15 menit mengantri, datanglah bus yang tidak jelas nomornya. Penumpang menyerbu. Mulanya, sopir menyeleksi dan hanya membiarkan mereka yang bertiket yang masuk ke bus. Namun, entah kenapa, tak lama kemudian, penumpang tak bertiket boleh masuk dengan membayar 1$. Maka, langsung aku berlari menuju bus setelah mendapat isyaratt dari Yuli.
Sejurus kemudian bus pun penuh hingga tak ada lagi ruang sedikit pun tersisa di gang. Bus pun perlahan bergerak meninggalkan terminal menuju Johor Bahru. Tak sampai 5 menit bus pun tiba di Iskandar Check Point atau imigrasi Johor Bahru.
Jembatan Causway Link ini memang sangat pendek, hampir sama dengan jarak jembatan Pulau Sentosa. Dari terminal Woodland, gedung2 di Johor Bahru sudah kelihatan. Alhamdulillah tidak terjadi kemacetan seperti yang dikhawatirkan. Kebetulan hari itu hari Sabtu. Puncak kemacetan biasanya terjadi di Jumat sore tatkala banyak orang Singapura berlibur ke Johor Bahru.
Setelah turun dari bus, kami langsung bergerak cepat menuju ke pos pemeriksaan imigrasi. Antrian untungnya tidak terlalu panjang, hanya sekitar 4 orang per petugas. Tidak ada proses pengisian form kedatangan sebagaimana jika kita masuk ke suatu negara. Yang ada, kami diminta menunjukkan tiket pulang ke Indonesia, dan tak lupa dua jari telunjuk kami di-scan.
Usai lolos dari imigrasi, kami berjalan ke arah kiri menuju JB Sentral yang merupakan terminal terpadu di pusat kota Johor Bahru. Di sini ada terminal bus yang menuju seluruh kota di Malaysia, stasiun kereta, dan pusat perbelanjaan yang cukup lengkap. Di sini kita bisa menukar uang.
Tak jauh dari JB Sentral ada JB City Square yang merupakan mall terbesar di Johor Bahru. Mall ini sangat besar dan menyediakan segala keperluan, dari mulai makanan, fashion hingga hiburan. Yang menarik, di sini ada JCo Donut dan Ayam Penyet Ria. Hebat juga pengusaha Indonesia yang sudah melebarkan sayap bisnisnya ke negeri jiran.
Setelah bertanya sana sini akhirnya kami tiba di Hotel Citrus yang letaknya tepat di seberang City Square. Hotelnya cukup bersih dan banyak didiami turis asal Indonesia. Sambil menunggu petugas hotel menyiapkan kamar, aku bercakap2 dengan serombongan turis dari Batam. Pelayanan staf hotel ini agak sedikit lelet. Lebih 15 menit kami menunggu hingga kunci kamar diberikan. Berbeda banget dengan pelayanan staf hotel Singapura yang tak sampai 2 menit menunggu.
Setiba di kamar, kekecewaan terhadap pelayanan staf hotel agak terobati dengan kondisi kamar yang cukup luas (dua kali luas kamar hotel di Singapura) dan bersih. Belum lagi, pemandangan dari jendela kamar sangat indah karena menuju pusat kota dan JB Sentral. sementara di Singapura kamarnya tak berjendela. Bayangkan murahnya rate hotel di Citrus, hanya 100 MYR atau sekitar Rp370.000.
Capek dan kaki yang pegal coba diobati dengan mandi. Setelah itu kami berencana mencari pijat refleksi di JB Sentral. Setiba di Dr Soho, ternyata kami harus antri 1 jam. Karena hari sudah larut malam, dan kami sudah lapar, akhirnya opsi pijat refleksi dibatalkan. O ya, ternyata tarif pijat refleksi di sini jauh lebih mahal dibanding di Indonesia. Untuk paket 30 Menit, kita harus merogoh kocek sebesar 40 ringgit atau sekitar Rp150.000. Padahal di Indonesia untuk layanan sama pada umumnya hanya sekitar Rp40.000-50.000.
Mulanya kami ingin menikmati kuliner lokal Johor Bahru di kaki lima Meldrum Walk, tetapi karena sudah terlalu capek, maka kami putuskan makan di foodcourt City Square. Belum lagi pukul 22.00, sebagian gerai makanan sudah mulai menarik kerainya tanda tidak menerima lagi pengunjung. Salah satu yang masih buka adalah Sedap Corner. Aku memesan kwetiau Penang, Yuli memesan tom yam. Nilai transaksi 28.55 MYR atau sekitar Rp107.00. Mahal juga ternyata dibanding di indonesia. Dengan sisa tenaga kami berjalan menuju hotel dan langsung beristirahat. Sebenarnya masih ingin berkeliling kota, apa daya tenaga sudah tak ada.
Esok pagi, sebelum check out, kami mencari sarapan pagi di sekitar hotel. Kebetulan ada warung orang India yang cukup ramai. Kami memesan roti cane dengan kari lembu bersama nasi lemak. Tak lupa aku memesan minuman kopi tarik. Karinya cukup las di lidahku, begitu juga dengan nasi lemaknya. Berapa tagihannya? Cukup 8.8 MYR atau sekitar Rp33.000. Cukup murah bukan?
Sehabis sarapan pagi, kami langsung bersiap untuk check out. Next stop is Larkin Station. Untuk menuju halte bus, kami harus berjalan sekitar 200 meter. Bus ke Larkin biasanya di posisi paling depan di bawah jembatan penyeberangan. Sepanjang jalan terdapat warung penjaja sarapan, termasuk rumah makan padang. Memang kondisi di JB tidaklah sebersih Singapura. Kondisi JB mirip dengan kota2 di indonesia. Bahkan di halte ada kondektur yang teriak2 menyebutkan jurusan bus. Setelah menunggu sekitar 15 menit tibalah bus yang dinantikan menuju Larkin. Ongkosnya 1.7 MYR per orang (sekitar Rp6.300).
Tak sampai 10 menit bus tiba di Larkin. Langsung aku mencari loket bus Causeway jurusan Kuala Lumpur. Keberangkatan berikutnya 10.30, sementara saat itu baru pukul 9.20. Aku tetap membeli tiket bus seharga 34 MYR tersebut (Rp125.000) karena percaya dengan rekomendasi seorang blogger. Sebenarnya kami bisa mencari bus yang lebih awal jadwalnya sehingga tak perlu menunggu terlalu lama. Aku termenung membandingkan harga tiket JB-KL yang jauh lebih murah dibanding dengan tiket Bandung-Yogyakarta. Kok bisa ya? Padahal bus di sana lebih bagus dengan bangku 2-1.
Adegan menunggu dilakukan di Dunkin Donut. Aku membeli Iced Chocolate seharga 6,6 MYR atau sekitar Rp24.000. Saat waktu menunjukkan 10.30 ternyata bus belum juga tiba. Ternyata Malaysia tak jauh dengan kita, budaya jam karet masih ada. Hampir pukul 11.00 barulah bus tiba.
Pukul 11 lewat sedikit bus pun bergerak. Busnya bertingkat dengan posisi kursi 2-1. Interiornya sangat nyaman. Di dalam bus kita dilarang makan minum. Jarak Larkin-Kuala Lumpur 368 km dan akan ditempuh dalam 4 jam.
Laju bus tidak terlalu kencang, taksiranku rata2 80 km/jam. Lepas terminal Larkin lamat2 pertokoan hilang dan digantikan pohon sawit. Konon, panjang jalur tol Malaysia sudah tersedia 1.500 km sehingga semenanjung Malaysia sudah terkoneksi jalan tol. Bandingkan dengan panjang jalur tol di Indonesia yang tak sampai 300 km dan belum bisa mengoneksikan pulau Jawa, apalagi Sumatera dan pulau2 lainnya.
Pukul 13.00 bus berhenti di rest area sekitar 15 menit. Yang unik di rest area ini ada fruit stall atau penjual buah segar. Semua buah tropis ada di sini: jambu, manggis, semangka, mangga, bahkan duren. Kami membeli sebungkus jambu dan sebungkus mangga seharga @ 2 MYR.
Warung oleh2 juga tak ketinggalan, begitu juga dengan toilet. Yang paling berkesan tentu saja adalah medan selera alias food court. Mulanya aku menyangka medan selera sebagai restoran ala medan.
Setengah perjalanan berikutnya kami dihambat oleh kemacetan, sepertinya ada kecelakaan. Lama perjalanan yang seharusnya empat jam molor menjadi lima jam.
Menjelang masuk Kuala Lumpur, terlihat di sepanjang jalan sign board menuju KLIA dan Putra Jaya. Akhirnya bus berhenti di Terminal Bersepadan Selatan yang menjadi pusat bus terbesar menuju kota2 di selatan Malaysia. Dari sini kami harus berjalan lagi menuju stasiun LRT sekitar 200 meter. Aku langsung membeli tiket. Stasiun yang kami tuju adalah Plaza Rakyat. Ongkos per orang 1.7 MYR.
Frekuensi kereta di KL tidak sebanyak di Singapura. Kalau di singapura jarak antar kereta hanya 4 menit, di KL sudah 15 menit menunggu kereta tak kunjung tiba. Perbedaan berikutnya, di KL menggunakan sistem token, bukan karcis seperti di Singapura. Selain itu, di KL tidak ada pengaman platform seperti di Singapura. Jadi, penumpang kudu hati2 saat kereta tiba. Jangan sampai dorong2an hingga bisa terjatuh.
Setelah melewati beberapa stasiun sekitar 25 menit, kereta tiba di Plaza Rakyat. Stasiun ini terkoneksi dengan terminal Pudu Sentral yang menjadi pusat segala bus jurusan utara Malaysia, termasuk ke Thailand. Di terminal ini juga ada money changer. Aku menukar sisa dolar Singapore tersisa dan rupiah tentunya. Dari sini tinggal menyeberang, tibalah kami di hotel Citin Seacare Pudu. Proses check in di sini sangat cepat, tidak seperti di Citrus Johor Bahru. (Bersambung)