Tour ke Negeri Singa (2)

Jika kita mau menjelajahi tempat wisata di Singapura, diperlukan stamina yang prima. Pemerintah Singapura telah mendesain angkutan umum berupa MRT, bus yang bisa mengakses seluruh sudut kota, namun tetap diperlukan jalan kaki dari stasiun atau halte menuju tempat tujuan. MRT lebih cepat waktu tunggunya, maksimal 4 menit, tetapi jalan kakinya lebih panjang. Sementara, bus lebih lama waktu tunggunya, sekitar 10-15 menit, tapi jalan kakinya lebih sedikit. Sementara itu, ongkos taksi relatif mahal, kecuali jika jumlah rombongan 4 orang yang membuat biaya lebih efisien.

Merlion
Tujuan pertama kami adalah Merlion. Kami menuju Shaw Tower berjalan kaki sejauh 50 meter. Tak lama menunggu, bus pun datang. Sopirnya mirip Jacky Chan. Dia melapisi tangannya dengan sarung tangan putih. Saya pun bertanya lebih dulu sebelum masuk berapa ongkosnya. Dengan bahasa Inggris terbata2 dia menyebutkan angka. Saya masukkan uang 2,6 $ ke dalam kencleng transparan.

Rupanya tak jauh posisi Merlion dari hotel, hanya 2 halte. Kami turun di depan lapangan Kriket. Sekali lagi aku memastikan apakah ini halte yang tepat ke Merlion. Dengan terbata2 sopir mengiyakan. Saat itu tak ada penumpang lain karena masih sangat pagi sekali, sekitar 7.30. O, ya, setelah check out dari hotel, kami menitipkan barang di resepsionis dan berjanji akan mengambilnya pukul 17.00 sore. Penitipan ini gratis lho.

Tak ada penunjuk arah ke Merlion di halte ini, dan Merlion belum kelihatan dari sini. Hanya saja, feelingku mengatakan inilah tempatnya karena posisinya sudah dekat laut. Taman di sisi halte ini sangat asri, teratur dan bersih. Iri aku dengan keadaan sebagian besar taman di Indonesia yang kotor, bahkan terkadang bau pesing.

Sesekali terlihat pria berperawakan besar berkulit putih melakukan jogging sambil mendengarkan musik via gadgetnya. Serombongan turis Jepang terlihat baru turun dari bus. Mereka langsung turun ke bawah mendekati jembatan. Tak jauh dari sana ada warung kopi paling masyhur di dunia, Starbuck.

Kami menyusuri jembatan yang bercorak kolonial Inggris. Penataan kota Singapura tampaknya berkiblat ke Eropa, sangat artistik.
Dari sini kita bisa jalan ke bawah jembatan atau lewat atas menuju Merlion menyeberang Nicoll Highway. Tentu saja lebih aman lewat bawah.

Di sekitar Merlion Park sudah ramai turis, bahkan ada serombongan krew film India yang akan shooting film. Kami berfoto sampai puas, mulai dari posisi Selfie, saling memoto dan minta tolong difoto kepada sesama turis. Merlion memang sudah dipikirkan matang2 posisinya oleh desainer, yakni menghadap matahari terbit sehingga foto ke arah Merlion bermandikan cahaya yang lebih dari cukup. Adapun posisi sebaliknya dengan Marina Bay Sands sebagai latar agak gelap karena harus melawan matahari. Merlion ini dibuat tahun 1972 sebagai simbol untuk menyambut turis yang datang ke Singapura. Pada tahun 1982 Merlion dalam tampilannya saat ini diresmikan kembali oleh Perdana Menteri Lee Kwan Yew.

Esplanade
Puas berfoto ria di Merlion, kami beranjak ke Esplanade Theatre yang terletak di seberang jembatan. Kali ini kita kembali melewati taman tempat pertama turun dari bus. Menjelang Esplanade ada 2 orang yang sedang melakukan latihan taichi diiringi musik. Rupanya mereka dari aliran Fallun Gong yang pernah dilarang di Indonesia. Tak jauh dari situ ternyata ada sampah botol minuman ringan. Entah kenapa bisa lolos dari petugas kebersihan.

Esplanade theatre ini kalau dari jauh terlihat seperti kulit durian. Sebagaimana di Indonesia dan Malaysia, durian merupakan buah tropis yang istimewa di Singapura karena rasanya yang sangat spesial. Maka, tak heran kalau di hotel atau pesawat menuju Singapura kerap kita lihat tanda larangan membawa durian.

Tidak ada kegiatan yang menonjol di Esplanade sepagi ini. Hanya beberapa gelintir turis bersepeda dan rombongan anak SMA dari Indonesia. Gerai makanan pun masih tertutup rapi. Belum ada seorang pekerja gerai pun yang hadir. Setelah berfoto ria dengan ragam latar belakang kami pun mencari halte bus menuju halte Bayfront.

Garden by the Bay
Sebenarnya jarak dari Esplanade ke Bayfront (halte terdekat ke Garden by the Bay) sudah dekat, tapi bus berputar dari sisi yang berbeda sehingga jaraknya agak jauh. Kita juga bisa naik MRT di stasiun Esplanade dan turun di Bayfront.
Garden by the Bay ini kebun artifisial yang sangat luas, sehingga butuh stamina untuk mengelilinginya. Atraksi yang bisa kita lihat adalah Super Tree dan Cloud Forest. Sebenarnya ada shuttle di seputar taman, tapi kami terlambat tahu. Di tempat kami masuk, saat itu tidak ada shuttle sama sekali. Setelah hampir tiba di lobby utama, barulah shuttle tiba. Oalah, nasib….

Jika cukup nyali kita bisa naik OCBC Skyway, jembatan selebar 1 meter, setinggi 22 meter yang menghubungkan 3 Super Tree. Tiketnya 5$. Bagi yang takut ketinggian cukuplah jalan di bawah saja. Berfoto di atas Skyway ini sangat pas karena di latar belakang ada Marina Bay Sands Hotel. Kami menyempatkan naik ke Skyway ini yang disponsori oleh bank OCBC.

Cuaca di Singapura sangatlah panasnya. Karena itu, lebih baik kita membawa payung jika kita di sini sinag hari. Menurut saya, akan lebih indah jika kita berada di sini menjelang malam karena lampu warna-warni berpadu dengan keremangan malam. Super Tree ini sebenarnya pohon terbuat dari sejenis fiber yang dilapisi tanaman merambat dari berbagai jenis. Nantinya tanaman merambat ini akan memenuhi seluruh permukaan pohon.

Di super tree juga ada restoran. Sayang kami tak sempat mencobanya.
Sementara itu, tiket masuk ke Cloud Forest + Dome Flowers cukup mahal, 24$ atau sekitar Rp230.000/pax. Karena sangat mahal, kami tak jadi masuk ke Cloud Forest. Setelah lelah berkeliling dan berfoto, kami menuju ke stasiun MRT Bayfront. Lumayan jauh juga perjalanannya. Peluh mengucur deras. Kaki sudah mulai pegal2. Wajah mulai memerah seperti kepiting rebus.

Sentosa
Dari Bayfront kami naik MRT menuju Harbour Front yang terletak di Vivocity Mall. Banyak altrrnatif MRT menuju Harbourfront. Kita bisa turun di Promenade, kemudian lanjut ke Dhoby Ghaut, baru akhirnya ke Harbour Front. Di Vivocity ada foodcourt yang enak. Kami memesan makanan rebusan yang tarifnya 4$ satu porsi berisi 7 jenis makanan (bakso, sayur, jamur, paria, mie, dll). Gerai ini sudah ada sertifikat dari MUI Singapore. Di sampingnya ada gerai Nasi Padang, tapi aku berusaha menahan selera agar pencernaan bisa mengolah makanan yang seimbang.
Aku juga membeli cendol yang mengundang selera. Harganya 3.5$ atau sekitar Rp33.600. Mahal juga ya. Uniknya cendol di sini ada kacang merahnya, mirip es kacang. Kalau jus semangka sih lebih murah, 1,8$ atau sekitar Rp17.300. Asyiknya di food court Vivocity ini ada wifi gratis, sehingga terobatilah sedikit kerinduan terhadap dunia maya.
Selepas makan kami menuju lantai 3 untuk naik monorail menuju Sentosa Island. Tiket ke Sentosa 4$. Penumpang sudah berjubel di pintu masuk. Tak sampai 15 menit giliran kami menaiki monorail. Sebenarnya kita bisa naik bus atau bahkan berjalan kaki menyeberangi Sentosa karena jaraknya tidak sampai 1 km.
Di stasiun pertama, Waterfront, kami turun dari monorail dan bergegas menuju sasaran utama, bola Universal Studio, sekadar untuk berfoto. Adapun untuk masuk ke dalam rasanya kok terlalu mahal. Bayangkan, tiketnya seharga 74$ atau setara Rp711.000. Belum lagi, tidak semua permainan bisa kita nikmati, baik karena antri maupun karena tidak punya nyali lagi. Cuaca semakin panas luar biasa, membuat keringat semakin mengucur deras. Maka, cuci muka pun kudu dilakukan agar tubuh kembali segar.

Orchard
Puas berfoto di Sentosa, kami kembali naik monorail menuju Vicocity, dilanjut dengan naik MRT menuju Orchard, via Dhoby Ghaut. Setiba di stasiun Orchard, kami mencari tempat ketemu dengan teman Yuli, yaitu di Takashimaya. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya, tempat ketemu berubah ke Paragon. Memang, di Orchard sangat banyak pusat perbelanjaan. Yang hebatnya, semuanya ramai dengan pengunjung. Bahkan di foodcourt kami kesulitan mencari tempat duduk. Yuli yang sudah kembali lapar memesan sepiring nasi padang berlauk udang sambal seharga 3,8$ plus air mineral 600 seharga 2$.

Suasana jalan Orchard memang menyenangkan. Banyak pohon dan trototoarnya lebar. Tak salah kalau orang Indonesia betah berlama2 di sini. Di perempatan terlihat penunjuk arah Al Falah Mosque. Setelah Yuli bertemu temannya yang sedang bermukim di Singapura bersama suaminya ini, aku minta diri untuk menunaikan salat di Al Falah Mosque. Surprise juga ada mesjid besar di dekat Orchard. Mesjid ini tidak memiliki kubah, tapi interiornya bagus dan bersih. Karpetnya sangat nyaman. Sesekali burung dara berjalan perlahan menyusuri karpet, mungkin mencari sedikit makanan. Meski statusnya mesjid, tapi azan tidak boleh dikumandangkan ke luar mesjid. Cukuplah azan untuk konsumsi jamaah mesjid saja.

Usai salat, kami berbelanja di Lucky Plaza mencari oleh2. Sekejap berlalu, kami harus kembali ke Bugis untuk mengambil tas di hotel. Yuli aku minta menunggu di Junction Mall saja, tidak perlu ikut berjalan kaki ke hotel. Akhirnya, kami naik MRT lagi menuju stasiun Kranji dengan harga tiket 2,5$ perorang.

Perjalanan menuju Kranji menyusuri bawah tanah, dan muncul ke atas permukaan tanah selepas beberapa stasiun di pinggiran kota. Di sepanjang rel, terlihat banyak sekali apartemen yang bentuk dan warnanya relatif seragam. Dari jauh terlihat kalau apartemen ini tidak dilengkapi lahan parkir karena warga dipaksa naik transportasi umum.

Di awal kemerdekaan Singapura tahun 1965, Lee Kwan Yew membuat program pemindahan masal warga ke apartemen di pinggir kota. Konon, ada 25.000 tower yang dibangun. Sungguh kerja yang luar biasa. Bisa dibilang tidak ada lagi warga Singapura yang tinggal di rumah daratan, kecuali keluarga super kaya yang mampu membeli rumah di kompleks elit.

Jakarta barangkali harus meniru hal ini. Warga kawasan kumuh, apalagi yang ada di pinggir kali ciliwung, harus dipaksa pindah ke apartemen atau rumah susun yang layak dan murah, sambil membuat sistem transportasi masal yang nyaman dan terintegrasi. Entah berapa tahun lagi Jakarta bisa seperti ini.

Hery Azwan dan Yuli di Universal Studio
Narsis di depan Universal Studio (walaupun gak masuk ke dalam)
Prasasti Merlion
Prasasti Merlion yang ditandatangani Perdana Menteri Pertama di Singapore, Lee Kuan Yew
Mesjid Al Falah, Orchard Road
Meski asyik jalan2 dan belanja, jangan lupa salat di mesjid al Falah. Posisinya dekat Paragon
Garden by the Bay
Pohon raksasa atau super tree di Garden by the Bay
Hery Azwan dan Yuli di Merlion
Selfie, eh difoto di Merlion sama orang India
Hery Azwan di Marina Bay Sanda
Marina Bay Sands Hotel di latar belakang

4 tanggapan untuk “Tour ke Negeri Singa (2)

  1. Merlion adalah salah satu spot yang wajib dikunjungi kalau ke Singapura ya Bro.. Aku pertama kali ke sini beberapa tahun silam bareng Ivan dan Ulwi..

    Jakarta kayak Singapura? Hmm… tanya Mas Joko deh, kapan doi bisa wujudkan kayak gitu, hehehe… 🙂

    1. Mas Joko ambisi banget, padahal baru bisa buat cakep taman Pluit dan Ria Rio doang. Padahal kalau bisa membereskan kawasan kumuh di pinggir Ciliwung baru top deh

  2. enak ya mas kalau bisa menghirup udara segar,suasanya bersih dan indah,gak kebayang mas kalau lagi berada disuasana kayak gitu..hehe.
    thanks untuk postingannya..salam kenal..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s