Rafting on Wampu River

Matahari sudah hampir bersembunyi ketika kami beranjak menuju lokasi rafting di Marike, 90 km dari Medan. Sebelumnya kami telah membeli perlengkapan khusus rafting di sebuah toko di jalan Jamin Ginting, Medan. Perjalanan ke lokasi rafting agak terhambat dengan mogoknya mobil Espass. Sebagian penumpang Espass dipindahkan ke mobil lain, sementara yang lainnya terpaksa menunggang motor.

Ada hikmah dari mogoknya Espass. Tampaknya dia tahu diri kalau kemampuannya tidak sesuai dengan medan yang akan dilewati. Jika Espass ikut ke lokasi pasti akan tergelincir atau paling tidak sangkut di bagian bawah karena tanah yang tidak rata. Selain itu, kebetulan Espass mogok di titi bobrok, tempat penjual mi aceh yang sangat terkenal.

Kami memesan tiga bungkus: untuk Pak Parlin, Mujimin dan aku. Dalam tiga menit tersaji sudah mi aceh yang panas dan menggoda lidah. Rasanya memang tidak menipu. Lezaaaat… sekaleeee… Padahal harganya cuma 3.500 rupiah saja.

Di perjalanan kami berhenti sebentar di mesjid Agung Binjai untuk melaksanakan sholat magrib. Mujimin berpindah mengendarai motor setelah sebelumnya menyetir. Mujimin lebih gagah kalau naik motor. Kalau menyetir mobil dia berubah jadi kalem. Ya, orang memang punya keahlian masing-masing. Sebagai gantinya mobil kami disupiri oleh Leo, supir sebenarnya.

Leo memacu mobil cukup kencang namun tetap terkendali. Akhirnya pada pukul 21.15 kami sampai di lokasi perkemahan, kebun Marike, PTP II Tanjung Morawa. Lokasi yang terletak di pinggir sungai dan di ujung kebun coklat tersebut cukup representatif. Tampaknya RAPID PLUS sebagai provider sudah sangat profesional.

Jumlah total kru mereka ada 15 orang, hampir menyamai jumlah kami yang 25 orang. Tukang masaknya ada 3 orang. Dengan tarif per orang Rp 325.00 kami yakin mereka tidak mengambil untung terlalu banyak. Sebagai konsumen, kami selalu disuguhi surprise terus menerus sehingga pengalaman tersebut tidak dapat dilupakan.

Lokasi perkemahan dilengkapi dengan tenda yang cukup bagus, listrik yang dibangkitkan generator kecil, bahkan ada layar besar beserta LCD proyektor. Menu makanan yang disajikan sangat nikmat dan kreatif membuat lidah bergoyang. Sup panas dan secangkir kopi menyambut kedatangan kami. Setelah beristirahat sejenak dimulailah jamuan makan malam dengan menu utama tumis cumi. Tak lupa ada buah-buahan: nenas, semangka, melon, sebagai pencuci mulut. Bagi yang masih kurang juga ada setandan pisang banten yang digantung di pohon cokelat. Kalau dilihat dari jauh persis seperti cokelat berbuah pisang.

Setelah makan malam usai, pihak provider yang diwakili Pak Jacksin Limbeng, seorang lulusan IKIP yang fasih berbahasa Inggris dan Spanyol, mempresentasikan company profile RAPID PLUS: profil manajemen dan product knowledge. Yang unik, salah satu manajemen masih aktif sebagai ketua cabang Panin Life Medan.

Pak Jack juga memperkenalkan kapten tim yang akan memimpin tiga perahu besok hari: Pak Jack sendiri, Awe dan Johan. Di samping rafting, RAPIDPLUS juga menyediakan kegiatan outbound di Sibolangit. Setelah itu diadakan tanya jawab dan pemutaran film perang When The Trumphet Fade. Sayang sekali suaranya tidak keluar karena jack yang ada tidak sesuai dengan speaker yang kami bawa. Sebagian perserta ada yang mulai tidur di tenda masing-masing.

Pukul 06.30 WIB, setelah dibangunkan, semua peserta berkumpul di pinggir sungai melakukan peregangan dan senam ringan dipimpin Pak Jack. Fachri, Kapos Lubuk Pakam, mencoba menghindar dengan berpura-pura sakit. Dia tidak bisa berenang, sehingga dia berusaha membuat segala macam cara untuk menghindari rafting.

Setelah ditarik langsung oleh kepala reps dan kepala cabang dengan terpaksa Fachri mengikuti senam. Hasil senam lumayan juga. Dengan senam setengah jam badan jadi lemas, tidak kaku lagi, dan berkeringat.

Usai senam sudah tersedia bubur kacang hijau hangat ditemani teh dan kopi. Setelah usai sarapan kami diberangkatkan dengan mobil ke tempat start. Dari perhentian terakhir di tengah perkampungan kami sudah memakai life jacket, helm dan alat dayung.

Dari sini kami harus berjalan kaki menuju sungai. Yang menarik, ada jembatan gantung yang harus kami lewati. Tingginya 80 meter. Bagi yang punya penyakit takut ketinggian jembatan ini cukup menakutkan juga. Setelah berjalan sekitar 20 menit akhirnya kami sampai di posisi start, batas cagar alam taman nasional Gunung Leuser.

Sesampai di tempat kami harus memompa perahu. Sebenarnya ada generator yang dibawa oleh provider, tetapi tak dapat berfungsi dengan baik. Sebagai gantinya kami bergantian memompa. Ironisnya, meskipun kami ikut memompa: Parlin, aku sendiri, Mujimin, Putra, tetapi ada juga sekitar 5 orang SS yang tetap duduk nyantai sambil merokok agak jauh dari tempat pemompaan.

Dari profilnya mereka SS senior yang merasa hebat dan telah berjasa. Ada baiknya pimpinan cabang dan reps mencatat dalam buku record mereka dan menjadi penentu dalam performance appraisal terhadap mereka.

Setelah dipompa, perahu karet diturunkan ke sungai. Di sana kami berkumpul dan diberi wejangan singkat cara mendayung oleh Pak Jack dan tindakan penyelamatan. Kami dibagi dalam tiga perahu. Di perjalanan, malangnya perahu dua yang kunaiki bocor halus. Dengan keadaan yang bahaya ini kami tetap harus berjalan. Kapten kami Awe, orang Aceh yang berpengalaman di Sungai Alas, membesarkan hati kami kalau nanti ada perahu pengganti di hilir.

Kami mendayung mencoba mempraktekkan apa yang diajari Awe. Kalau belok kiri berarti pendayung yang di sebelah kiri mendayung mundur, dan sebaliknya kalau belok kanan berarti pendayung yang di sebelah kanan mendayung mundur. Tak sampai 3 menit kami sudah sampai di sumber air panas.

Perahu menepi dan kami turun satu persatu. Bau belerang menyengak. Sementara dari atas batu besar Awe sedang menganalisis jeram besar yang akan kami lalui.Setelah menikmati hangatnya sumber air panas kami menaiki perahu kembali. Jeram yang paling besar dengan grade 3.5 telah menanti di depan kami.

Awe berteriak, “Dayung!”.

Semua mendayung dengan semangat sambil berteriak, “Hajar Erlangga!”. Perahu kami menabrak jeram dengan terseok-seok. Air menabrak tubuh kami dengan keras. Byaaaar…Pussss…Hwarakadah….

Kami berhasil melewati jeram pertama dengan selamat. Tak ada yang jatuh dari perahu meskipun aku tertimpa pendayung yang duduk di belakangku. Setelah melewati jeram kami melihat perahu berikutnya apakah mereka juga berhasil melewati jeram tersebut. Ternyata tak satupun peserta yang terjatuh dari perahu. Perjalanan berikutnya terasa lebih ringan karena jeram terbesar telah terlewati.

Perjalanan agak lebih santai karena jeram yang menunggu di depan kami hanya jeram grade 3 dan di bawahnya. Sambil mendayung kami menikmati pemandangan alam sungai wampu yang sangat asri. Di depan kami sebelah kiri ada air terjun kecil yang indah. Kami berusaha menggapainya dan meminum airnya setelah Awe menjamin air tersebut memang bersih.

Rupanya tidak semua air terjun bisa diminum. Awe bercerita dia pernah meminum air terjun yang ternyata di atasnya sebuah kampung yang kebetulan tempat mencuci kotoran babi. Wow, geuleuh pisan….

Empat sampai lima jeram kecil telah kami lewati. Akhirnya kami tiba di tempat peristirahatan pertama, di bawah sebuah jembatan. Di sana sudah menunggu tim rescue dan tim penggembira. Perahu kami menerpi. Kami disambut dengan telur rebus, roti tawar dengan serikaya dan segelas air mineral.

Para kamerawan, baik kamera biasa maupun handycam, sudah stand by mengabadikan adegan yang tak terlupakan sepanjang hayat. Perahu merah kami yang bocor diganti dengan perahu biru. Ternyata janji Awe ditepati.

Setelah istirahat setengah jam dimulailah kegiatan pertama. Setiap perahu harus memilih dua peserta untuk melakukan rapling, atau menuruni jembatan dengan tali. Jadi, totalnya ada 6 peserta. Tinggi jembatan dari permukaan air kira-kira 15 meter. Jarak ujung tali ke air sekitar 1,5 meter. Setelah meluncur dari tali setiap peserta lompat ke air. Perahu mengejar rekan yang jatuh ke air tadi dan mengangkatnya ke perahu.

Saat yang paling mendebarkan adalah saat memutuskan untuk melompat setelah berada di pagar jembatan. Setelah itu, ketegangan menjadi antiklimaks. Namun, bagi mereka yang tidak bisa berenang, saat tubuh terlepas dari tali menuju air merupakan ketegangan tersendiri. Perahu kembali jalan dan bersiap menuju pos 1 yand ditandai dengan bendera putih yang dicat merah.

Di sini peserta mengambil tulisan yang disimpan dalam sebuah bekas kotak film. Pesannya dua orang peserta harus terus ke pos 2 dengan berjalan kaki. Kami akan menjemput mereka di pos 2. Sementara mereka jalan di darat kami mendayung perahu dengan cepat dan siap menghadapi jeram lagi. Setelah melewati jeram kami menghamiri pos 2.

Saat dua peserta membacakan pesan Awe menyuruh kami untuk terus mendayung, sehingga kedua peserta tertinggal. Mereka harus berenang untuk mengejar kami. Dengan pelampung kedua peserta mengambang dengan nyamannya. Untunglah provider sudah memperkirakan dengan matang sehingga arus air dicari yang tenang.

Di pos 3 dua peserta yang lain mengambil kertas dan membacakannya. Ternyata kedua peserta tadi disuruh berenang. Kebetulan aku mendapat giliran bersama Fachri. Fachri yang tidak bisa berenang agak kembut. Aku mulanya agak ngeri juga melihat sungai Wampu yang lebar, meski airnya tenang. Jarak yang harus kami tempuh dengan berenang sekitar 100 meter.

Di depanku sudah ada Parlin dan Mujimin yang berenang. Parlin bergaya bebas, tapi ternyata dia keliwatan sehingga sulit menepi. Dari sini aku mendapat pelajaran untuk bergaya setengah dada atau injak-injak air saja. Setelah sampai di tepi sungai aku berteriak, “Aku berhasiiiiiiiiil…” Fachri sudah ngos-ngosan. Rupanya dia sudah minum banyak air sungai. Pos 4 sudah menunggu di depan. Salah seorang kami membacanya. Kami diperingatkan untuk hati-hati di air tenang karena berarti air tersebut dalam.

Secara tiba-tiba Awe membalikkan perahu kami. Kami terkejut, apalagi aku yang habis berenang tidak menyangka kalau akan berenang kembali. Helmku dan alat dayungku lepas. Untung dapat ditangkap oleh teman di bawah. Kami berusaha untuk membalikkan perahu kembali, tetapi selalu gagal. Aku beberapa kali terminum air sungai. Bahkan di perahu lain Parlin sempat sepuluh menit berada di bawah perahu sehingga tak terhitung air lumpur yang terminum.

Benang pancing penduduk setempat mengganggu kami untuk membalikkan perahu kembali. Akhirnya Awe dari pinggir berhasil membalikkan perahu dengan dibantu oleh teman lain. Kami kembali ke pos 5 yang terlewati. Di sana kami diperintahkan untuk menunjuk kapten baru, tetapi kami tidak boleh bersuara. Kami memasuki kanal yang airnya jernih dan biru, berbeda dengan air sungai utama. Tanpa bersuara komunikasi kami menjadi kurang lancar.

Perahu terseok-seok menabrak dinding karang karena gerakan kami tidak serentak. Setelah melewati pos 6 kami kembali ke sungai utama. Tampaknya tak ada pos lagi. Kami menikmati perjalanan selanjutnya dengan santai. Sesekali jeram kecil harus kami lewati, tetapi tidak ada yang menakutkan lagi karena semua yang terburuk sudah kami lewati. Akhirnya kami sampai di perkemahan dengan selamat.

Kami segera membuka life jacket setelah sebelumnya berfoto-foto dengan back ground perahu dan spanduk. Sambil beristirahat, sup jamur sudah menanti seruputan kami. Ditambah segelas teh manis atau kopi lengkaplah rasanya kepuasan yang kami dapatkan setelah mengarungi sungai selama sekitar dua jam.

Rasanya cepat sekali kegiatan ini berlangsung, serasa hanya setengah jam. Berikutnya telah menanti makan siang dengan menu capcai dan sambal tauco belut bumbu kincung. Rasanya asoi banget. Aku sampai nambah dua kali. Tak tahu apakah masakannya yang enak apakah kami yang terlalu lapar. Buah-buahan juga tak pernah tertinggal memuaskan kami. Setelah makan siang acara penutupan dimulai dengan analisis kegiatan oleh Parlin. Tak lupa Parlin memuji provider yang sangat care dan profesional. Pada prinsipnya Grafindo sangat puas dengan RAPIDPLUS. Bahkan Parlin berjanji akan merekomendasikan kliennya untuk memakai RAPIDPLUS jika mereka ingin mengadakan rafting dan outbound di Medan. (Hery Azwan, Jakarta, 2003)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s