Tadi pagi, saya tidak biasanya membeli nasi uduk dari sebuah lapak yang berlokasi di depan kompleks perumahan kami. Harganya cukup lumayan, Rp 6.000, lebih mahal dari nasi uduk biasa yang harganya paling mahal Rp 4.000. Mahalkah harga nasi uduk yang saya beli tadi?
Jika dibandingkan dengan nasi uduk pada umumnya memang terkesan mahal, tetapi setelah melihat lauk pauknya, harga tadi menurut saya sangat murah. Mengapa?
Si penjual, yang nota bene teman kita Tionghoa, memang kreatif. Dia menambahkan lauk yang tidak biasa pada nasi uduk: ada udang atau telor bulat sambal.
Tidak hanya itu. Selain empat ekor udang kecil sebagai lauk utama, ada tempe orek yang manis dan gurih, tumis buncis dan bihun. Lengkaplah sudah sebagai sebuah sarapan. Saya sebagai konsumen merasa puas. Uang yang saya keluarkan sebanding dengan benefit yang saya terima.
Tempat jualan ini memang hanya ramai di pagi hari. Setelah pukul 09 biasanya dagangannya sudah habis.
Demikianlah, selalu ada peluang untuk bisa lepas dari kerumunan. Si penjual nasi uduk tadi berhasil memberi nilai tambah kepada nasi uduknya, yang membedakannya dari nasi uduk pada umumnya.
Sebagai manusia, kita juga selalu dituntut untuk mencari nilai tambah yang membedakan kita dengan orang lain. Jika kita karyawan, kita harus mempunyai nilai tambah yang membedakan kita dengan karyawan lainnya. Jika kita guru, kita harus memberi nilai tambah kepada murid. Jika kita pengusaha, kita harus memberi nilai tambah kepada konsumen atau klien kita. Jika kita dokter, kita harus memberikan nilai tambah kepada pasien kita. dsb.
Tapi biasanya, kita selalu nyaman dengan apa yang kita miliki saat ini. Kita tidak lagi terpacu untuk memberikan suatu yang lebih. “Ah, begini saja sudah cukup, kok. Mau kerja lebih keras juga nggak ngaruh sama gaji. Atasan juga nggak melihat”.
Kalau kata pakar motivasi, berikanlah kinerja terbaikmu, dengan nilai tambah sebanyak mungkin. Kalau kata Aa Gym,”Tidak ada rezeki yang tertukar”. Siapa yang menabur, dia akan menuai. Jika perusahaan atau bos saat ini tidak melihat kinerja kita, pasti ada perusahaan lain yang akan melihat. Jika perusahaan lain tidak melihat juga, maka yakinlah Allah selalu melihat.
Nah, sayangnya nilai tambah ini kurang begitu dipahami oleh masyarakat kita…
bahkan kalo bisa dikurangi, dan dia dapat lebih 😦
jadi laperr.. 😦
Adddooohhh makanan lagi nih …
Si abang ini selalu saja bisa menerbitkan selera makan ku …
(makan dulu aaahhh …)
nasi uduk di mana sih itu?
Si Penjual teman KITA, elu aja kalee…. gue enggak!! (jst kddg) . Boleh cari yang murah… yang banyak nilai lebih… yang Penting Halal Bang. Encik musti bilang makasih tuh sama Pak Azwan, dah dipromosiin. dijamin mulai saaat ini sblm jam 9 pagi nasi uduknya dah ludes
cerita yang simple tapi menarik..itulah isi kepala om Azwan!!
betul bang hery. Nilai tambah lah yang membedakan dengan orang lain. jadi rizky jadi tambah deh…. Kalau bang hery tambahnnya apa ya…