Hari ini kami akan melakukan perjalanan dengan bus dari hotel di Kusadasi menuju Pamukkale. Terlebih dulu kami sarapan pagi di hotel. Setelah itu seperti biasa bus jemputan mampir di hotel kami, lalu mendatangi hotel untuk menjemput penumpang lain. Bahkan, ada penumpang yang menginap di Selcuk. Terpaksa jalan agak memutar.
Dari Selcuk naiklah rombongan keluarga asal Malaysia yang bekerja di Istanbul. Mereka baru tiba kemarin dari Istanbul via pesawat.
Jarak Kusadasi ke Pamukkale sekitar 3 jam perjalanan. Tour guide kami kali ini bernama Ali yang vokalnya sangat dalam, mirip penyanyi Boyz to Men.
Perjalanan menuju Pamukkale melewati banyak kota kecil seperti Aydin dan Nazilli. Sepanjang jalan banyak terlihat toko traktor berbagai ukuran. Bisa dipastikan di sekitar wilayah ini banyak lahan pertanian.
Ali menjelaskan sejarah terbentuknya Pamukkale, yakni dari magma gunung berapi. Sisa letusan ini kemudian menjadi lapisan berwarna putih yang mirip salju. Lalu di atasnya mengalir air jernih dalam kolam-kolam yang bertingkat. Air kolam berubah warna sesuai cuaca. Warna pagi hari berbeda dengan waktu siang, sore dan malam.
Pamukkale ini konon pernah dikunjungi oleh Cleopatra dan suaminya Marc Anthony. Bahkan di sini ada kolam yang dikenal saat ini sebagai kolam pemandian Cleopatra. Wah, jadi penasaran gimana bagusnya kolam pemandian ini.
Di pertengahan jalan bus berhenti di sebuah rest area. Aku melepaskan hajat kecil dan membeli jus sunkist. Sambil menunggu bus dicuci kilat, aku mengobrol dengan turis asal Malaysia. Di bekerja di salah satu perusahaan investor Malaysia yang beroperasi di Istanbul. Perusahaan yang sama juga berinvestasi di Indonesia pada proyek tol Cipali. Di Turki, mereka berinvestasi di bandara Sabina Gochen (bandara kedua di Istanbul yang diambil dari nama anak angkat pemimpin Turki Sekuler, Ataturk).
Sabina ini pilot wanita pertama Turki sekaligus pilot pesawat tempur pertama di dunia. Sabina berasal dari Izmir dan bertemu secara tidak sengaja dengan Ataturk ketika Sabina masih SMP di sebuah pertemuan di sebuah lapangan di Izmir. Sabina saat itu mengajukan pertanyaan ke Ataturk dan akhirnya mendapatkan perhatian, untuk kemudian diangkat sebagai anak dan tinggal bersama Ataturk di Ankara.
Turis Malaysia ini bercerita pengalamannya bersentuhan dengan pebisnis Turki. Pernah suatu ketika rombongan investor Malaysia ini datang ke kantor sebuah perusahaan Turki dan datanglah waktu sholat. Ternyata dari 10 orang Turki di kantor tersebut hanya satu yang sholat. Adapun tempat sholatnya harus berbagi dengan jaket beraneka bentuk dan warna karena ini memang ruang penyimpanan mantel atau jaket. Sungguh kontras dibanding bagusnya kantor tersebut.
Turis Malaysia tadi juga bercerita betapa banyak orang Turki sekuler yang tidak lagi pernah ke mesjid kecuali saat meninggal dunia. Yang lucunya, saat sholat jenazah dilakukan setelah sholat Jumat, para pengantar tidak ikut melakukan sholat Jumat. Mereka hanya duduk-duduk di luar mesjid. Ketika jenazah selesai disholatkan, baru mereka ikut mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhir. Sebuah kisah ironis betapa sekulerisme telah sukses mewarnai kehidupan sebagian besar rakyat Turki.
Sekitar pukul 12.00 tibalah kami di Pamukkale. Kami berfoto sejenak di depan kolam tepi jalan untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke pintu masuk dengan menaiki bus.
Setelah dibagikan tiket oleh Ali kami langsung masuk ke kompleks Pamukkale. Dari kejauhan terlihat puing kota kuno Hierapolis. Udara panas begitu menyengat. Sinar mentari membuat mata silau. Untunglah barusan aku sudah membeli kacamata cengdem di depan pintu masuk. Lumayan juga harganya sekitar 25 lira atau sekitar Rp125.000.
Menjelang kolam travertine ada cafe luar ruang yang sedang dipenuhi pengunjung. Sebelum nyemplung ke kolam, pengunjung wajib melepas sepatu atau sandal. Beberapa area ditaruh peringatan agar pengunjung tidak menginjaknya karena permukaannya licin. Tampak hampir semua pengunjung berfoto ria. Beberapa wanita Eropa tampak wara wiri berbikini sambil menenteng pakaiannya. Alamak…. Ini Turki coy. Bekas wilayah Dinasti Usmaniyah.

Tak banyak yang bisa kita lakukan di sini, selain berfoto dan duduk santai di cafe luar ruang. Kita bisa memesan jus sunkis atau eskrim yang disajikan secara teatrikal. Penjual eskrim bermain dengan tongkat, sementara eskrim ada di ujungnya. Saat pembeli mau mengambil eskrim dalam cone tersebut, penjual dengan pakaian Aladin ini langsung mempelesetkan tangannya sehingga pembeli gagal meraih eskrim. Suasana cafe di bawah pohon cemara ini begitu sejuk, kontras dengan cuaca panas di luar. Angin semilir membuat mata mulai merem melek. Oh nikmatnya.
Sejurus kami naik dari kolam dan menuju kolam Cleopatra. Untuk sekedar masuk ke kolam ini dan melihat-lihat tidak dikenakan biaya alias gratis. Namun jika kita pengen berenang, kita harus membayar sekitar 30 lira. Kami masih pikir-pikir apakah mau berenang.
Kolamnya sih tidak terlalu luas, sekitar 15 x 15 meter. Kalau di sini mungkin mirip telaga. Dasarnya tidak disemen, dibiarkan tetap alami. Kedalamannya kutaksir satu sampai satu setengah meter. Beberapa batuan besar bertumpuk di tengah dan di pojok. Tanaman kecil tumbuh di tengah kolam.
Beberapa pengunjung tampak sedang berendam, beberapa bermain air, beberapa berkejar-kejaran. Konon siapa yang berendam di kolam ini akan awet muda.
Beberapa pengunjung juga tampak berjemur di pinggir kolam. Bahkan ada yang berjemur di rerumputan. Akhirnya kami memutuskan tidak berenang, saudara-saudara.
Bagi yang pengen uji nyali, di Pamukkale kita bisa menikmati gantole atau terbang menggunakan parasut. Bagi pemula bisa menikmatinya secara tandem.
Usai tour di kolam travertine kami berangkat menuju hotel Tripolis yang terletak tak begitu jauh. Di hotel ini disediakan kolam air panas dan hammam, tapi kami tak memanfaatkannya karena ribet kalau harus membawa pakaian basah ke pesawat. Makan malam disediakan hotel. Kali ini restoran sangat ramai dengan berbagai rombongan, ada dari Cina, Jepang, India, dan sedikit orang Eropa.
apakah sekarang Turki masih sekuler?