Umroh #1

Umroh 2012 dengan Percikan ImanAlhamdulillah, pada tanggal 10-18 Maret 2012 aku dapat menunaikan ibadah umroh bersama istriku Yuli, dan Bapak-Mama mertuaku. Sebuah perjalanan spiritual yang bernilai sunnah, sekaligus napak tilas untuk menghayati perjuangan para Nabi, khususnya Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW. Insya Allah umroh ini dapat membawa pencerahan bagiku secara individu dan keluarga kami.

Bagiku dan istriku Yuli, ini merupakan perjalanan pertama ke tanah suci. Sementara bagi mertuaku, ini merupakan umroh kedua, setelah mereka berhaji tahun 1998. Mulanya, aku berniat untuk langsung menunaikan haji sebagai rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yang mampu. Akan tetapi, antrian haji yang sangat panjang, sekitar 5 tahun, membuatku berubah niat. Setelah diskusi dengan istri, kami memutuskan untuk lebih dulu mengambil umroh. Sementara itu, tabungan haji untuk mendapatkan porsi kuota juga sudah kami siapkan. Dengan demikian, kerinduan yang mendera selama ini untuk beribadah di baitullah dapat terobati.

Perjalanan Bandung-Jakarta

Kami berangkat dari Bandung dengan biro perjalanan Percikan Iman, di bawah bimbingan Ustadz Aam Amiruddin, owner sekaligus pemilik biro ini yang biasa mengisi acara Percikan Iman di Radio Oz Bandung. Pukul 04.00 pagi kami diharapkan sudah berkumpul di kantor Percikan Iman di jalan Citarum, Bandung (depan masjid Istiqomah).

Pada pukul 02.30 seisi rumah sudah bangun. Empat orang harus bergantian mandi wajib di pagi yang hening namun berubah menjadi hiruk pikuk. Menjelang pukul 03.30 kami berangkat dari rumah kakak iparku di Kompleks Pharmindo.

Sesampainya di kantor Percikan Iman, 2 unit bus berkursi 2-2 yang akan mengangkat kami sudah menanti bersama puluhan pengantar. Jumlah rombongan ada 82 orang. Jika setiap orang diantar rata-rata 2 orang, berarti ada sekitar 160-an pengantar. Kami menuju ruang secretariat untuk mengambil pin Percikan iman sebagai tanda pengenal kami di tanah suci. Pin disematkan di dada bagi jamaah pria, dan di belakang kepala (kerudung) bagi jamaah wanita.

Setelah mengambil pin, semua jamaah bersiap untuk melakukan salat subuh di masjid Istiqomah. Selesai salat, Pak Aam dan tim pendamping Ust Sonhaji memberikan briefing. Tepat pukul 05.00 bus bertolak meninggalkan Bandung menuju Bandara Soekarno Hatta.

Untunglah hari keberangkatan kami bertepatan dengan hari Sabtu sehingga tidak ada hantu macet di jalan tol. Tak lama bus berjalan, petugas lokal dari Percikan Iman membagikan nasi kotak. Aku mengintip sedikit menu nasi kotak yang dikemas dengan sangat menawan ini. Selera makanku belum timbul di pagi buta begini. Hanya lauk dan buah jeruk yang kumakan. Nasi kubiarkan tak tersentuh.

Di rest area km 62, bus berhenti untuk memberikan kesempatan kepada jamaah yang ingin ke toilet. Pada perjalanan yang jamaahnya sebagian besar terdiri dari orangtua, bus memang selayaknya sering berhenti karena system metabolismenya sudah mulai blong (termasuk aku juga yang kalau banyak minum air putih, pasti dorongan untuk ke belakang juga besar).

Sekitar pukul 09.00 bus tiba di Bandar Cengkareng. Kami didudukkan di sebuah pojok sambil menunggu petugas untuk melakukan check in massal. Enaknya jalan dengan rombongan, kita tidak harus check in sendiri. Kita tinggal membawa paspor dan tiket untuk pemeriksaan di imigrasi.

Rencananya pesawat Saudi Airlines yang kami naiki berangkat pukul 13.30. Sekitar pukul 11.00 paspor dan tiket dibagikan. Kami digiring untuk masuk ke dalam ruangan bandara. Ada kejadian yang sedikit mengganggu saat kami antri di imigrasi. Ternyata eh ternyata, form embarkasi yang telah ditulis oleh tim travel dianggap salah oleh petugas imigrasi. Form yang digunakan adalah form untuk orang asing, sementara kami kan orang Indonesia. Maka, terjadi kepanikan. Untunglah sebagian besar jamaah merupakan orang yang terdidik sehingga tidak terlalu heboh. Masing-masing mengambil form baru dan mengisi dengan tenang.

Agak disayangkan memang mengapa kejadian seperti ini bisa terjadi. Menurut Pak Aam, setelah saya tanyakan kepada beliau pasca kejadian, form diisi atas petunjuk dari petugas Saudi Airlines. Mungkin ada kesalahan pemahaman. Barangkali ini pertama kali Percikan Iman menggunakan Saudi Airlines, setelah sebelumnya selalu menggunakan Garuda. Jadi belum terlalu paham dengan bentuk-bentuk form. Entahlah….

Pemeriksaan masuk ke dalam ruang tunggu di Gate agak sedikit ketat. Zat cair yang lebih dari 100 ml ditahan. Beberapa jamaah yang bandel, tetap membawa air mineral ke dalam gate. Tetapi akhirnya ditahan oleh petugas. Solusinya, dibuang atau diminum. Bagi jamaah yang masih haus, langsung meminum di tempat air mineral tadi. Bagi yang sudah kenyang, harus mengikhlaskan air mineral botolan tadi tertinggal.

Suasana ruang tunggu sangat padat. Ada beberapa biro rupanya yang akan menaiki pesawat yang sama yang berkapasitas lebih dari 400 orang. Ada yang dari Jakarta, Pekanbaru, dsb.

Mushola yang terletak di bawah ruang tunggu sangat kecil, tak sanggup menampung banyaknya jamaah. Akibatnya, banyak jamaah yang melakukan salat di ruang tunggu, ada yang di sudut kosong atau bahkadi dekat pintu keluar.Tak jarang, pilot dan pramugari yang hendak masuk ke pesawat harus melipir untuk menghindari penumpang yang sedang menjamak salat zuhur dan ashar.

Hampir pukul 13.00, akhirnya kami dipanggil untuk masuk pesawat secara bergiliran, dimulai dari nomor 40-50. Kemudian disusul nomor 30-40, dst. Sistem ini cukup efektif sehingga tidak terjadi penumpukan di pintu masuk pesawat. Apalagi, di sini menggunakan belalai gajah sehingga jamaah tidak perlu berjalan jauh dan tidak kepanasan. Kelak, di bandara King Abdul Aziz yang tidak menggunakan belalai gajah, terjadi kekacauan saat masuk ke dalam pesawat (ceritanya nanti ya….).

Di Atas Pesawat Saudi Airlines

Berhubung check in dilakukan secara masal, maka pasangan suami istri atau keluarga bakal tercerai- berai di atas pesawat karena nomor kursi ditentukan secara acak (mungkin menurut abjad). Tak terkecuali keluarga kami. Dalam sebaris ada 10 kursi, 3 di kiri, 4 di tengah, dan 3 di kanan.

Dalam briefing di bandara oleh tim Percikan Iman disampaikan jika jamaah harus duduk lebih dulu di kursinya masing-masing. Baru nanti setelah pesawat take-off dan terbang secara mulus, penumpang boleh bertukar tempat duduk. Namun kenyataannya, penumpang tidak sabar. Semua berebut untuk pindah mendekat dengan keluarganya. Pramugari berupaya menenangkan suasana, tetapi jamaah tetap cuek.

Istriku berhasil menego beberapa ibu-ibu yang pergi tanpa suaminya untuk pindah. Akhirnya mereka bertiga (istriku, Mama dan Bapak), bisa duduk dalam baris yang sama di kursi sebelah kanan. Sementara aku dapat duduk di sebelah kiri bertiga dengan sepasang suami istri.

Setelah pesawat terbang dengan sempurna, dan tanda mengencangkan ikan pinggang sudah dicabut, istriku mendatangi tempat dudukku menanyakan apakah aku mau pindah. Aku menjawab kalau aku sudah nyaman di tempat ini. Tidak mungkin harus menego penumpang lain dan duduk di sebelah tengah yang berkursi empat. Biarlah mereka bertiga saja di kursi baris 42 yang bersama. Aku oke saja sendirian di kursi baris 51. Toh, cuma 9 jam berpisah, nggak akan lama.

Tak berapa lama setelah pesawat terbang sekitar setengah jam, pramugari menawarkan minuman penyegar. Pilihannya jus, air mineral atau susu. Aku memilih jus mangga yang dari kemasannya tercetak merk beraksara Arab.

Setengah jam kemudian disajikan makan siang dengan menu yang tidak terlalu istimewa. Masih lebih enak makanan di pesawat Garuda jurusan Jakarta-Medan. Hanya saja, di sini ada tambahan salad dan roti kering yang bisa dioles dengan butter (roti ini kesukaan istriku lho).

Setelah selesai makan, sebagian besar penumpang menghabiskan waktu dengan tidur. Beberapa membaca buku doa dan petunjuk pelaksanaan umroh. Aku sempat juga mengobrol dengan seorang bapak sambil membaca surat kabar Arab. Aku hanya membaca judul-judul menarik, antara lain tentang Lionel Messi yang baru saja mencetak 5 goal saat Barcelona menghadapi Bayern Leverkusyen. Ha ha ha….Soalnya sudah tahu inti beritanya dari portal berita berbahasa Indonesia, jadi tidak terlalu sulit memahaminya. Ilmu di pesantren dulu bergunalah….

Ihram

Dua jam menjelang landing, penumpang pria mulai gelisah karena harus berganti dengan pakaian ihram (pakaian berupa dua helai kain berwarna putih tak berjahit). Dalam briefing di Percikan Iman disebutkan bahwa miqot (zona ihram) bagi kita orang Indonesia yang akan menuju Mekkah dimulai di Yalamlam, sekitar 25 menit sebelum mendarat di bandara King Abdul Aziz Jeddah. Nah, ini masih 2 jam lagi….

Tiba-tiba ada seorang bapak yang berinisiatif membuka bagasi dan mengambil tas berisikan pakaian ihram. Sontak, semua jamaah pria dalam grup Percikan Iman tergerak untuk melakukan hal yang sama. Tanpa malu-malu mereka, termasuk aku, melakukan adegan pergantian ini di gang. Padahal, sudah disiapkan satu ruangan khusus yang diselubungi tirai. Pramugari berusaha mengarahkan agar pergantian dilakukan di ruang khusus. “Gantinya di sana ya Pak, jangan di sini. Di sini mengganggu penumpang lain”.

Tapi apa daya, para penumpang sudah tidak sabar. Maka dalam 5-10 menit semua jamaah pria dari group Percikan Iman telah bermetamorfose dengan pakaian ihram. Yang paling sensasional tentu saja adegan melepaskan bagian dalam masing-masing. Meski tidak ada yang kelihatan adegan ini sedikit membuat rishi penumpang lain yang kebetulan melihatnya. Untuk di masa mendatang perlu ditekankan lagi kepada jamaah agar pergantian dilakukan di ruang khsusus. Jika perlu, timingnya dibagi secara bergiliran dengan komando sehingga bisa tertib dan tidak rebutan.

Sementara itu, jamaah dari group lain tidak melakukannya karena mereka akan lebih dulu menuju Madinah. Mereka akan berihram di masjid Bir Ali (terletak sekitar 10 km dari Madinah menuju arah Mekkah).

Adapun jamaah wanita tidak perlu berganti pakaian lagi karena sejak dari Bandung mereka sudah mengenakan pakaian ihram. Bagi wanita, pakaian ihram adalah pakaian berwarna putih yang menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan (beserta punggung tangan). Pakaian ihram wanita juga harus longgar dan tidak transparan. Sebagai informasi, beberapa jamaah wanita dari negara lain menggunakan pakaian berwarna hitam, bukan putih sebagaimana lazim dipakai jamaah wanita Indonesia.

Ihram merupakan salah satu dari rukun umroh selain tawaf, sa’i dan tahalul. Setelah menggunakan pakaian ihram, kita dilarang melakukan beberapa hal seperti berkata buruk, melakukan hubungan suami istri, bertengkar, berkelahi, berburu, mencukur rambut, memotong kuku, dan memakai wangi-wangian. Dalam umroh, pemakaian ihram ini sekitar 4 jam jika tawaf dan sai dilakukan langsung setiba di Mekkah. Sementara dalam ibadah haji, pemakaian ihram bisa lebih lama lagi, sekitar 5-6 hari.

Satu setengah jam menjelang mendarat, pramugari kembali menyajikan makanan, kali ini agak ringan berupa spaghetti. Salad buah dan desert juga disajikan dalam menu ini.

Tak lama kemudian, di layar muncul pengumuman bahwa kita telah memasuki miqat atau zona ihram. Bagi jamaah yang telah berpakaian ihram agar berniat, لبيك اللهم عمرة ”Labbaika Allahumma umrotan”. Setelah itu, jamaah agar membaca talbiyah Labbaik Allahumma Labbaik… dst (Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah …..) hingga pesawat mendarat.

Bacaan lengkap talbiyah sbb:

لبيك اللهم لبيك لبيك لاشريك لك لبيك ان الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك

Bandara King Abdul Aziz – Mekkah

Pesawat mendarat dengan mulus di bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Jarak ke terminal cukup jauh. Setelah itu ada dua rombongan yang turun, yang pertama pengguna visa biasa, dan yang kedua pengguna visa umroh. Keduanya menggunakan bus yang berbeda karena terminalnya juga beda. Yang menggunakan visa umroh seperti kami dibawa ke terminal haji, sementara yang bukan menggunakan visa umroh dibawa ke terminal internasional Saudi Airlines.

Cukup jauh juga perjalanan dari pesawat menuju terminal. Ada sekitar 10 menit. Bahkan, bus kami harus berhenti sejenak membiarkan pesawat berlalu di depannya.

Setelah tiba di terminal para cleaning service menawarkan kartu perdana kepada kami. Di tanah air kami sudah di-briefing agar membeli dari guide local Percikan Iman saja. Karena asyik menawarkan kartu, tugas utama cleaning service terbengkalai.

Toilet terlihat agak kotor. Genangan air terlihat di sana sini. Mungkin dari jamaah yang mengambil wudu di wastafel. Tidak ada urinoir. Yang ada hanya ruangan berkloset sejumlah 3 kamar. Beberapa jamaah berbaju batik dari travel lain terlihat salat di tengah jalan. Tak tampak ada mushola di tempat kedatangan ini.

Perlahan kami turun ke lantai satu menuju counter imigrasi yang jumlahnya banyak sekali, ada sekitar 20. Jika di musim haji seluruh counter digunakan. Saat kami datang hanya beberapa counter yang dibuka. Bagi jamaah perempuan berumur 45 tahun ke bawah wajib ditemani mahram. Jika kebetulan jamaah wanita tidak berumroh bersama mahram, maka bisa dititipkan ke salah seorang jamaah pria (tentu sudah disepakati terlebih dahulu di tanah air).

Petugas imigrasi tidak banyak berkata-kata. Setelah melihat sebentar data di computer, maka stempel pun dilayangkan ke paspor. Beberapa petugas di pintu keluar bertugas melakukan scan terhadap paspor. Mereka ada yang bisa berbahasa Indonesia, tapi sebagian ada yang berkata kurang baik. Mungkin sengaja dikerjai oleh orang Indonesia juga.

“You are handsome”, katanya kepada saya. Saya nggak tahu ini pujian atau meledek.

“Kamu jelek”, kata salah seorang mereka kepada mama mertua saya. Alamak….Untung mertua saya tidak menanggapi dan tidak merasa sakit hati.

Menjelang keluar sambil memasukkan barang bawaan ke scanner, beberapa wanita gemuk berkulit gelap meminta ampun ke petugas dan menyembah petugas agar diizinkan keluar. Mungkin mereka tertangkap masuk secara illegal. Entahlah….

Setelah bagasi bebas dari scanner, kami berkumpul di luar, di ruang tunggu yang sangat sederhana dan dinaungi langit-langit laksana tenda. Tak lama kemudian, setelah semuanya berkumpul, kami digiring menuju bus yang sudah menunggu di halaman bandara. Ada lebih dari 50 bus berbaris menyilang, laksana terminal bus saja.

Sebelumnya, paspor dikumpulkan kembali untuk diurus ke pihak hotel Mekkah. Selama di Arab, jamaah kami cukup memakai ID Card sebagai pengganti paspor. Pada ID Card ini tertera nomor paspor dan alamat hotel selama di Arab Saudi. Juga tertera tour guide selama di Saudi.

Bus yang kami tumpangi cukup nyaman. Bangkunya 2-2, dan ada televisinya. Supir bus menyetel vcd jejak rasul dan mempromosikannya. Harga 2 keping 20 riyal. Dasar orang Arab, bawaannya mau dagang aja. Padahal VCD Jejak Rasul ini produksi Indonesia juga (atau Malaysia).

Setelah keluar kompleks bandara kita dibagikan makanan dalam kemasan yang berjudul Mr Sate. Isinya ayam bakar, tempe, timun dan sambal yang pas dengan selera kita. Karena masih kenyang, jatahku tidak dimakan seketika.

Perjalanan Jeddah-Mekkah sekitar satu sampai satu setengah jam, dengan jarak sekitar 70 km. Sebagian besar jamaah terlelap karena lelah. Aku berupaya tetap melek untuk menikmati pemandangan kota Jeddah yang ramai dengan toko, showroom dan mall. Tapi akhirnya tak sanggup juga melawan kantuk.

Menjelang tiba di kota Mekkah aku terjaga. Terlihat dari jauh Royal Clock yang berlatar belakang hijau dengan gagahnya. Hati mulai berdegup karena akhirnya aku berkesempatan menginjakkan kaki di tanah haram, tempat para rasul Adam, Ismail, Ibrahim dan Muhamad menyampaikan risalahnya. Gunung batu yang tak berpohon di kiri kanan mulai jelas kelihatan, menandai kerasnya kehidupan di tempat ini. Dari kerasnya alam ini pulalah para Nabi diuji dan ditempa mental dan karakternya menghadapi kaum berwatak keras dan jahiliyah. (Bersambung….)

7 tanggapan untuk “Umroh #1

  1. Bang …
    sebuah cerita perjalanan yang sangat runtut … Khas Hery Azwan …
    Saya Serasa ikut dalam situasi tersebut …

    Saya tunggu cerita berikutnya Bang …

    Ini bisa buat referensi saya dan juga kita semua yang bercita kesana …

    Salam saya Bang

    Semoga besok bisa dilanjutkan lagi. Mudah2an bisa menjadi inspirasi bagi yang belum umroh

  2. Kartu imigrasi untuk orang indonesia bentuknya lebih pendek dari kartu utk orang asing… Aku juga pernah salah tulis, tapi biasanya bisa diminta di mana saja, dan langsung isi.

    Apakah yang disebutkan pada mereka yang pergi/pulang umroh? Kalau haji kan semoga mabrur…kalau umroh? atau tidak ada ucapan tersendiri meskipun itu bagian ibadah?

    Untuk mereka yang pulang umroh memang tidak ada sebutan khusus. Biasanya orang2 suka mengatakan Haji Kecil. Juga tidak ada ucapan khusus seperti menjadi haji yang mabrur. Ada yang bilang, semoga umrohnya maqbul (diterima).

  3. Membaca kalimat-kalimat pada paragraf terakhir, membuatku merinding, Bro.. Rasanya, kerinduanku untuk turut pula menginjakkan kaki di sana, semakin membuncah. Semoga aku juga bisa segera mengikuti jejakmu..

    Hei.. siapa bilang menceritakan pengalaman pribadi di blog tidak ada gunanya? Ini buktinya… Ceritamu ini sangat banyak gunanya, setidaknya bagi diri sendiri. Aku jadi semakin termotivasi untuk bisa ke sana dan mendapat banyak informasi tentang apa dan bagaimana yang akan kita lalui jika menjalankannya…

    Ah.. kalau kata HMS, kalimat kawan kita seperti yang kukatakan pada postingan di blogku itu, adalah “kalam fadhi”, hehe…

    Syukran katsiran ya ukhayya…
    Antazhiru hikayatak at-taliyah.. 😀

  4. Postingan yg sangat membantu untuk bahan referensi saat bsk umroh, mngkin klo foto nya lbh bnyk jd lbh asik dlm membacanya bro

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s