Minggu lalu saya terlibat diskusi menarik dengan seorang ustad terkenal di Bandung selepas salat Jumat. Ustad yang berambut gondrong ini baru saja bertindak sebagai khatib Jumat di mesjid kantor kami.
Sambil menikmati makan siang berjamaah di rumah pemilik perusahaan kami, beliau berkisah kalau dia pernah nyantri di Gontor selama dua tahun (kelas akselerasi). Setelah mengetahui saya juga pernah nyantri di Gontor, obrolan pun mencair.
Sang ustad berkisah kalau dia diasingkan ke Gontor oleh ayahnya karena sediki nakal. Lho, kok cuma 2 tahun?
Lanjutkan membaca “Matrud”
Tag: Gontor
Ranah 3 Warna

Sebenarnya buku ini sudah saya tamatkan lebih dari satu bulan yang lalu, tapi karena kesibukan (bahasa halus dari “kemalasan”), baru saat ini saya sempat merawikannya untuk blog yang mulai terbengkalai ini. Sulit juga menulis secara berbeda apa yang sudah dibicarakan oleh banyak bloggers di dunia maya dan tokoh nasional Remi Silado di Kompas Minggu ini. Lanjutkan membaca “Ranah 3 Warna”
Pak Hasan

“Kalau jadi polisi, jadilah polisi yang baik”, kata Pak Hasan sambil tersedak (kepingin tertawa sendiri) dalam salah satu episode Kick Andy yang membedah buku Negeri 5 Menara baru-baru ini. Kontan saja, pembawa acara Bang Andy, A Fuadi sang penulis buku N5M, dan penonton di studio ikutan tertawa terbahak-bahak. Dalam konteks kekinian, ungkapan Pak Hasan sangat relevan. Lanjutkan membaca “Pak Hasan”
My Roommate
Aku masuk ke pondok Madani setelah tamat MTs Al Washliyah (setingkat SMP), jadi tidak selugu teman-teman yang tamat SD . Pada tahun pertama kami ditempatkan di asrama khusus untuk anak baru, namanya GBS dan GBK. GBS singkatan dari Gedung Baru Sighor. Sighor artinya anak kecil, jamak dari soghir. Ingatkan doa untuk ibu bapak kan yang bunyinya: warham huma kama rabbayani soghiro?
Sementara GBK singkatan dari Gedung Baru Kibar. Kibar ini jamak dari kabir, yang artinya besar. Perbedaan di GBS dan GBK hanya di masalah boleh merokok dan piket malam. Yang lainnya relatif sama. Lanjutkan membaca “My Roommate”
Membaca Ajip Rosidi

Orang ini memang jenius. Pada umur 17 tahun sudah menerbitkan buku. Tidak punya ijazah SMA, tapi bisa menjadi dosen di Jepang selama 20 tahun. Ruarrrr biasa… Lanjutkan membaca “Membaca Ajip Rosidi”
